Seorang anak laki-laki duduk termenung di sebuah pojok ruangan. Matanya menatap kosong ke arah sekumpulan orang di depannya. Hari ini adalah hari penerimaan raport, semua orang tua murid datang ke sekolah untuk mendampingi anak-anak mereka. Ada yang bersama ayah, ibu, atau keduanya. Semua murid di kelasnya duduk berdampingan dengan orang tuanya, berbeda dengannya yang hanya duduk sendirian di pojok. Orang tuanya tidak datang, dan itu sudah biasa. Dari kelas 3 SD sampai sekarang 3 SMP, dia selalu mengambil raportnya sendirian.Alan Shailendra, anak itu menghela napasnya pelan. Di dalam hatinya terus berdoa agar bisa mendapatkan peringkat pertama seperti biasanya. Alan tidak ingin mengecewakan orang tuanya, dan Alan ingin menjadi contoh yang baik untuk adik-adiknya, seperti yang dikatakan orang tuanya.
"Baiklah, mohon perhatiannya!" suara yang berasal dari mic, membuat lamunan Alan hilang seketika. Kini matanya fokus menatap seorang guru wanita yang sedang berdiri di depan sana.
"Sekarang, adalah waktunya untuk pengumuman juara kelas. Saya akan membacakannya dari urutan ke-lima besar. Dan yang saya sebut namanya, tolong segera maju ke depan," jelas guru tersebut.
Semua orang mengangguk paham, termasuk Alan.
Juara ya?Raut wajah Alan semakin terlihat serius, saat sang guru mulai membacakan urutan urutan anak yang berhasil meraih juara kelas.
"Juara lima diraih oleh, Hima Pramudita."
"Juara empat diraih oleh, Yahya Andhika."
"Juara tiga diraih oleh, Niko Virendra."
"Juara dua diraih oleh, Zaenal Ghaffari."
Alan menggigit bibir bawahnya, matanya ia pejamkan sambil terus mengucapkan doa di dalam hatinya.
"Dan juara pertama berhasil diraih oleh..."
Jantung Alan semakin berdegup kencang, ia meremas kedua tangannya dengan peluh yang mulai membasahi keningnya.
"Alan Shailendra! Selamat untuk Alan, silahkan maju ke depan."
Riuh tepuk tangan mulai terdengar saling bersahutan. Alan membuka matanya, bisa ia lihat sekarang hampir semua mata tertuju padanya. Dengan perasaan puas sekaligus bahagia, Alan bangkit menuju ke depan untuk berkumpul dengan yang lainnya.
"Alhamdulillah, masih sama," gumam Alan.
"Selamat ya, Alan. Kamu hebat bisa mempertahankan ini sampai sekarang. semester berikutnya tetap seperti ini, ya?" ucap gurunya bangga.
Alan mengangguk mantap. "insyaallah, terimakasih bu."
. . . . .
Setelah acara pengambilan raport selesai, Alan langsung bergegas pulang ke rumah. Dia ingin menunjukkan hasil raportnya pada orang tuanya. Dengan santai, ia mengendarai sepeda gunung berwarna hitam miliknya dengan merk Polygon, yang ia beri nama Dudung, keluar dari halaman sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
SI SULUNG ALAN (SLOW UP)
Short StoryAlan Shailendra, seorang anak laki laki yang selalu berharap bisa mendapatkan kehangatan di dalam rumahnya. Menjadi seorang kakak, tentu bukanlah hal yang mudah. Seperti yang dirasakan Alan. Sebagai anak sulung di keluarganya, Alan harus menjadi con...