01 | Kecam

42 13 2
                                    

Ghea mulai menari dengan lihainya. Gadis cantik itu melompat, sesekali berputar menunjukkan gaun putihnya yang seketika mengembang. Abighea menjadi bintang utama saat ini, di perayaan akhir tahun yang diadakan Swansea. Gadis albino, putri satu-satunya pemilik Swansea memang ditakdirkan menjadi pebalet ulung sejak dini. Padahal usianya belum genap 14 tahun.

"Liat Ghea, Mas, dia benar-benar berbakat." Wanita yang duduk di bangku penonton tepat di depan tengah posisinya berbicara pada pria di sebelahnya.

"Iya, Sayang. Dia persis kamu, penggila balet." Pria itu menimpali.

Mereka adalah Lily Pramuijaya dan Arkana Mahawira, pemilik Swansea. Mereka menatap kagum pada putri mereka yang dengan lihai mengepakkan sayap di panggung tinggi itu sebagai pemeran utama.

"Masa depan Swansea akan cerah," ucap Lily seraya tersenyum lebar.

Ghea yang menyadari ibunya tersenyum lebar pun semakin bersemangat dibuatnya. Dia senang jika ibunya bahagia, dan bahagia ibunya adalah balet. Abhi akan melakukan apapun agar ibunya melemparkan senyum tulus itu selalu.

Abi mengakhiri baletnya. Kepalanya mendongak seraya membiarkan gendang telinganya menikmati suara gemuruh tepuk tangan itu padanya. Namun, matanya menangkap sesuatu. Dia kemudian menunduk, menatap ibunya yang tengah tepuk tangan seraya berdiri itu. Dia memastikan sesuatu.

Lampu panggung yang berada tepat di atas posisi ibunya berdiri bergoyang. Dia berteriak pada ibunya agar menghindar namun suara tepuk tangannya seakan tak berhenti.

Prang!

Dia melihat darah di mana-mana. Ibunya jatuh tertimpa lampu yang dia lihat tadi. Suasana menjadi ricuh. Lutut Ghea serasa lemas seketika, dia kemudian bersimpuh. Menatap tak percaya apa yang terjadi, seraya memegang dada, Ghea menjatuhkan badannya di atas panggung.

"Demi Tuhan, aku benci balet," ucapnya sesaat sebelum kesadarannya direnggut.

♡♡♡

Gadis albino itu bangun dengan napas tersengal. Dia memegangi dadanya yang seketika nyeri.

"Sumpah, mimpi itu lagi?" tanyanya.

Dia kemudian menggapai sebuah botol obat lalu membukanya. Dia memakan satu pil dari dalam botol itu tanpa air atau apapun, seperti memakan permen saja.

Ketika dirasa sudah tenang, dia membuka ponselnya, tepat di meja kecil sebelah ranjangnya. Seperti biasa, dia bangun tepat pukul enam pagi.

Dia mengernyit. Suara langkah kaki seseorang membuatnya bertanya-tanya. Tak pernah ada yang menginjakkan kaki di lantai dua rumahnya sepagi ini. Karena penasaran, dia membuka pintu.

"Siapa kamu?!" tanyanya dengan meninggikan suara.

Wanita itu terkejut bukan main. Dia sedikit gemetar memegang gagang pel itu.

"Siapa kamu pagi-pagi udah ngepel, kamu mau saya kepleset?!" tanyanya lagi seraya bersedekap dada.

Suara langkah kaki terdengar seperti orang yang tergopoh-gopoh. Dan benar, seorang wanita muda datang.

"Ada apa, Ghea?" tanyanya.

Gadis yang dipanggil Gea tadi melirik. "Ada apa Mba bilang? Siapa dia? Kenapa bisa ada di sini?"

"Maaf karena saya gak bilang dulu. Perkenalkan, dia Asih, sepupu saya dari kampung, dia akan nggantiin mba Gina yang cuti melahirkan," terangnya.

Ghea menghela napas. "Taruh biodatanya di meja makan."

Setelahnya Ghea kembali ke kamar. Sedikit membanting pintu karena kekesalannya belum hilang. Sekitar 20 menit, Ghea bersiap untuk ke sekolah. Seragam putih dengan rok selutut kotak-kotak akan menemaninya mengawali semester di kelas 12.

A²+B²=C²Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang