Masa kini, 2023
Tahun terakhir di masa sekolah menengah atas adalah masa yang paling berarti bagi sebagian orang, atau mungkin bagi semua orang. Tak terkecuali bagi Dewi, gadis sederhana yang baru saja mendapatkan umur legalnya di tahun ini. Dewi rasa, ini adalah momen yang mungkin tidak bisa diulang kembali. Karena kehidupan remaja menuju dewasa sangatlah berbeda. Di samping itu, Dewi mempunyai teman, atau bisa disebut sahabat. Oh, Dewi harap bukan hanya dirinya yang menganggap temannya itu sahabat. Namanya, Naza. Dewi dan Naza sudah berteman sejak kecil, hal inilah yang membuat keduanya akrab satu sama lain. Awalnya pertemanan mereka sempat terputus selama 3 tahun, namun karena suatu keadaan, mereka kembali berteman, hingga kini. Pertemanan mereka didukung dengan jarak rumah mereka yang hanya terhalang gang.
Awal memasuki sekolah menengah atas, kedua seperti berjanji akan memilih kelas yang sama, dan, ya, mereka satu kelas sejak pertama kali masuk ke sekolah menengah atas. Mengetahui itu, mereka juga memutuskan untuk menjadi teman sebangku. Selain menjadi teman sebangku, Naza dan Dewi juga satu ekstra yang sama. Yah, beginilah mereka, seperti sahabat pada umumnya. Semenjak semakin akrab, baik Dewi maupun Naza, keduanya saling bertukar cerita, entah itu langsung secara lisan maupun lewat aplikasi bertukar pesan. Keduanya seakan tidak pernah absen untuk bercerita, walaupun itu hanya cerita ringan tentang kehidupan mereka masing-masing.
Lalu, tanpa diduga, memasuki kelas 11, Dewi harus berangkat dan juga pulang dengan berjalan kaki, dikarenakan teman yang biasanya berangkat maupun pulang dengan Dewi, berada di kelas lain. Ya, kelas mereka bersistem lintas jurusan. Awalnya, Dewi akan pulang sendiri, karena Dewi tidak mau meminta Naza untuk menemaninya. Tak bisa dipungkiri, jarak rumah Dewi 600m sedangkan Naza 300m. Di zaman sekarang, pasti orang-orang yang melihat seorang anak sekolah berjalan pasti akan menunjukkan wajah kasihan. Dewi tidak mau Naza mendapatkan itu.
Namun, tidak dipungkiri juga Dewi ingin ditemani. Hingga pada akhirnya, Naza entah dengan sukarela atau tidak, mulai menemani Dewi pulang, dengan berjalan kaki. Menyadari itu, Dewi bahagia bukan kepalang. Sesekali juga, Dewi akan mampir sebentar ke rumah Naza walaupun itu hanya untuk mampir membeli pentol dekat rumah Naza. Selain dekat dengan Naza, Dewi juga dekat dengan adik Naza, Rachel namanya. Dewi dan Naza juga pernah memasak bersama di rumah Dewi, dikarenakan rumah Dewi kosong, jadi keduanya memilih untuk memasak bersama di sana. Tidak lupa jika keduanya berulang tahun, baik Dewi maupun Naza akan memberikan hadiah satu sama lain.
Pernah saat Naza akan diajak bermain keluar oleh teman selingkaran mereka, dia menolak dan mengatakan, "Aku nggak mau pergi kalau Dewi nggak ikut pergi.". Waw, kata-kata itu membekas dalam di hati dan pikiran Dewi. Semua begitu menyenangkan, keluar bermain jauh bersama, saling bergantian main ke rumah, berbagi makanan atau minuman, berbagi tawa, atau yang paling berkesan, adalah berbagi jawaban tugas, hahaha. Sepertinya, opsi yang terakhir tidak dianjurkan untuk dilakukan. Shut! Mereka melakukannya karena terpaksa tahu, jangan salah sangka!
Semua begitu baik-baik saja, sampai pada akhirnya, Naza berubah. Ini adalah sudut pandang Dewi.
Semenjak keduanya naik ke kelas 12, tingkah Naza semakin aneh. Sebenarnya Dewi sudah sadar sejak kelas 11 semester terakhir, namun Dewi hanya menganggap sepele. Namun, saat tahun terakhir ini, Dewi rasa pertemanan mereka yang sudah bertahun-tahun ini sudah hambar, tak berarti apa-apa. Ya, memang benar Naza dan Dewi duduk satu bangku, namun itu hanya sekedar duduk sebangku untuk formalitas. Seharusnya sebagai teman satu bangku harus saling bergantung, tapi ini tidak. Karena Naza lebih mengandalkan teman seberang bangkunya, si juara ke 3 dikelas, Ariel. Fun fact, Naza adalah juara ke 2 dan Dewi juara ke 6.
Jika Naza tidak mempunyai sesuatu, ia pasti langsung bertanya pada Ariel. Contoh ringannya adalah saat Naza tidak mempunyai penggaris atau penghapus, dia pasti langsung bertanya pada Ariel. Hell, Dewi yang mendengarnya tentu sakit hati, padahal di bangkunya ada kedua benda itu dan sedang tidak digunakan. Naza tidak melihat? Hah! Tidak mungkin! Memang sekecil apa sih benda itu?! Mungkin bagi kalian ini adalah hal sepele, namun bagi Dewi tidak. Karena Dewi sudah terlalu dekat dan bergantung pada Naza. Dibalik itu, Dewi adalah seorang yang tidak mudah akrab pada seseorang.
Kejadian ini bukan sekali dua kali kok, sudah berulang kali! Namun, Dewi masih mau berpikiran positif. "Oh, mungkin bukan ini yang Naza mau." Begitu katanya. Dewi juga pernah menyindir Naza karena saking tidak betahnya pada tingkah Naza. Begini kata Dewi, "Aku lo punya apa yang kamu butuhin, kenapa malah nanya Ariel yang jelas-jelas mejanya ada di seberang sana?" dan Naza menjawab, "Nggak keliatan kok!" jawabnya sambil sewot. Di samping itu, Dewi berusaha mengendalikan diri, berusaha mengerti apa yang sedang terjadi di sekitarnya. Juga, Dewi selalu berpikiran positif kenapa Naza sekarang tidak pernah mau bertanya padanya, tapi pikiran positif itu seakan-akan tidak akan menunjukkan titik terang.
Sudah 3 bulan lebih Dewi dan Naza tidak saling berbicara, bertukar sapa pun tidak. Mereka hanya akan saling berbicara jika memang itu perlu. Jangan kaget, dengan keadaan seperti ini, mereka masih menjadi teman sebangku, hingga saat ini, tapi entahlah jika semester depan. Jika ada yang bertanya, "Kenapa nggak kamu aja yang duluan nyapa? Kalau Naza nggak mau, setidaknya kamulah.". Sudah, sudah kok. Tapi apa yang Dewi dapat? Hanya sebuah perkataan dengan nada yang tidak enak didengar. Sejak saat itu, Dewi sadar kalau Naza tidak mau lagi berbicara dengannya. Padahal jika Naza berbicara dengan teman yang lain, nada bicaranya tidak seperti itu.
Semenjak hubungan Dewi dan Naza yang renggang, Dewi selalu merasa sendiri, tentunya ia harus beradaptasi dengan keadaan yang tidak direncanakan ini. Sedangkan Naza, pertemanannya dengan Ariel si juara ke 3, Mina si juara 1, Lala, dan Irma semakin dekat. Kalau dibilang iri, Dewi mengakui kalau memang dirinya mudah iri. Karena apa? Karena Dewi ingin merasakan apa yang mereka rasakan. Terdengar egois bukan? Tapi ini lah kenyataannya. Dewi juga sadar, bahwa ia bukan seorang putri pemilik dunia, ia hanya sebongkah daging yang menjadi penghuni dunia. Dunia tidak akan berputar sesuai apa yang Dewi minta. Nyatanya, hingga semester gasal di kelas 12 ini berakhir, Naza tetap menganggap Dewi hanya sebuah bayangan. Percakapan hangat keduanya menguap terbawa angin. Aplikasi bertukar pesan keduanya pun sudah dihuni sarang laba-laba.
Dalam keadaan seperti itu, tentunya Dewi bingung karena kehilangan tempat cerita. Lalu, Dewi memutuskan bercerita dengan, Una, temannya. Beruntungnya, Una adalah seorang yang netral. Oleh karena itu, Dewi nyaman jika bercerita dengan Una. Dewi adalah orang yang di mana jika ia bercerita, dirinya hanya ingin didengar, bukannya disalahkan. Dewi juga tahu disaat dia salah, dirinya hanya ingin dinasehati dengan lembut, bukan malah disalahkan. Namun, walaupun keadaan Dewi dan Naza seperti ini, keduanya tetap pulang bersama dengan jalan kaki. Yang biasanya sambil bercerita ringan, kini hanya kebanyakan diam. Dan jika memang mereka berhasil bercerita bersama saat pulang, itu hanya karena Dewi tidak tahan untuk tidak bercerita dengan Naza.
Tapi, tidak sesering dulu mereka pulang bersama. Bahkan bisa dihitung dengan jari. Hubungan pertemanan yang renggang ini semakin menjadi kala angkatan mereka ada projek besar. Sebenarnya Dewi sudah gatal mulut dan tangan ingin memperbaiki hubungan pertemanan mereka, namun terus ia tahan. Karena Dewi menganggap bahwa Naza juga perlu punya teman baru. Namun, apakah sampai perlu melupakan teman lamanya? Jika Dewi sedang marah, ia akan berusaha menyudutkan lawannya dan berusaha menganggap bahwa dirinya yang paling benar. Dewi tidak setega itu untuk menyudutkan Naza. Karena sikap inilah, pertemanan Dewi dan Naza sudah diambang kehancuran.
Dalam diam, Dewi selalu berpikir kenapa Naza sampai bersikap seperti ini. Apa karena dirinya yang kurang pintar? Apa karena dirinya yang menyusahkan? Apa karena dirinya yang kurang asik diajak bercerita sehingga Naza mencari teman cerita lain? Apa karena dirinya yang kurang baik? Shit! Dewi tidak tahu dimana letak kesalahannya! Sial! Pernah juga, sewaktu Dewi mampir ke rumah Naza setelah sekian lama. Di situ ada Ibunya, dan sang Ibu langsung berkata, "Tumben pulang jam segini? Biasanya pulang maghrib." Dengan nada menyindir. Di situ, Dewi langsung sadar bahwa mungkin Ibunya tidak suka jika anaknya pulang terlalu sore. Sedangkan Naza akan pulang jika Dewi selesai dengan urusannya di sekolah, begitupun sebaliknya.
Lalu, pernah sewaktu saat Dewi dan Naza sedang berjalan pulang, tiba-tiba Ibunya dari arah berlawanan datang menghampiri mereka. Dengan wajah tidak suka, Ibunya langsung menyuruh Naza untuk naik ke motor. Lagi-lagi Dewi sadar, bahwa Ibunya mungkin tidak suka padanya. Karena, wajah yang biasanya ramah, kini berubah menjadi ketus.
Apakah ini akhir pertemanan Dewi dan Naza?
Seperti Dorothea, Naza yang sibuk dengan teman barunya, dan Dewi yang sibuk dengan mencari tahu apa yang salah darinya
***
KAMU SEDANG MEMBACA
DOROTHEA (SELESAI)
Novela JuvenilSiapa yang tidak bahagia jika mempunyai teman yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri? Maka Dewi akan dengan lantang menjawab. "Saya tidak bahagia.". Bukannya tidak bahagian, melainkan Dewi pernah bahagia memiliki teman seperti itu. Sebut saja...