Flashback, 2013
Tahun 2013 adalah tahun pertama Dewi pindah ke lingkungan baru. Setelah perceraian Ayah Ibunya yang membawa dampak dengan diperebutkannya Dewi oleh orang dewasa berkonflik itu. Akhirnya, setelah perjuangan panjang Ibu Dewi― sebut saja Tisha, berhasil membawa Dewi ke pelukannya. Berbekal uang penghasilan yang sedikit demi sedikit, Tisha berhasil mendirikan sebuah rumah untuk ditinggali mereka berdua. Selanjutnya, Tisha mengurus kepindahan sekolah Dewi, yang di mana sebelumnya Dewi dibawa secara paksa oleh mantan suaminya, lalu dititipkan di rumah mertua. Berbekal keberanian dan berjuang mati-matian agar Dewi bisa bersama dipeluknya kini membuahkan hasil. Tisha pikir, setidaknya ia bisa mempertahankan Dewi, setelah anak pertamanya, Wulan, diambil paksa oleh mantan suaminya.
Sambil menunggu rumahnya dibangun, Tisha tinggal bersama dengan ibunya, yaitu nenek Dewi. Dewi berhasil dimasukkan di sekolah barunya yang lumayan dekat dengan rumah. Pun, Tisha mendaftarkan Dewi di tempat baca, tulis, al-qur'an. Seperti kebanyakan anak-anak, Dewi sulit beradaptasi dengan lingkungan baru, terutama sekolah barunya. Hingga Tisha harus menemani putrinya yang masih berumur tujuh tahun itu untuk beradaptasi secara perlahan di sekolah. Beruntungnya, tak butuh waktu lama Dewi beradaptasi. Melihat itu, Tisha bisa lega dan melepaskan putri kecilnya itu.
Karena jarak sekolah dan rumah cukup dekat, Tisha selalu mengantarkan Dewi dengan berjalan kaki. Dewi memang tidak mengeluh tentang itu, namun Tisha tau bagaimana perasaan anak itu. Dewi memang cenderung diam, mungkin akibat perpisahan kedua orang tuanya saat usia Dewi masih menginjak satu tahun. Anak sekecil itu harus berhadapan dengan peristiwa sebesar dan seberat itu. Tisha selalu rutin mengantar jemput putrinya di sekolah. Setelah Dewi semakin besar Tisha memutuskan untuk hanya mengantar Dewi, karena saat pulang sekolah, Dewi sudah memiliki teman untuk pulang bersama.
Di sekolah dasar ini, Dewi bertemu dengan Naza. Ternyata, selain teman di sekolah, Naza juga teman di tempat mengaji, pun rumah mereka hanya berjarak beberapa RT. Senang rasanya Dewi punya teman dengan rumah yang dekat dengannya. Karena jarak rumah mereka yang dekat, Dewi dan Naza menjadi teman dekat. Keduanya sering bermain bersama, saling mendatangi rumah satu sama lain, bermain layaknya anak-anak seusia mereka. Di antara kedua anak kecil itu, Naza-lah yang sering datang ke rumah Dewi. Selain rumah Dewi tidak berada di pinggir jalan raya, Dewi sering ditinggal sendiri oleh Tisha bekerja. Jadi, sejak kecil memang Dewi sudah terbiasa sendiri. Beruntungnya ada Naza, orang yang menemaninya. Setidaknya, Dewi tidak begitu merasa sendirian.
Naza merupakan tipe orang yang mudah akrab dengan orang lain, sedangkan Dewi tidak, dan sikap Naza itu cukup membantu Dewi dalam mencari teman.
Pernah beberapa kali mereka berdua bertengkar karena hal kecil, layak marahnya anak kecil. Namun, ada juga yang besar. Itu hanya sebuah kesalahpahaman kecil. Saat itu, di tempat mengaji, ada beberapa kelas, yaitu kelas yang masih belajar iqro', al-qur'an awal, dan al-qur'an akhir. Saat itu, Naza dan Dewi berada pada tingkat akhir, kebetulan bangku di kelas akhir habis, dengan inisiatif, Dewi menawarkan untuk duduk satu bangku berdua dengannya, namun, ternyata Naza tidak mau. Naza lebih memilih duduk di kelas awal. Karena Dewi adalah tipikal anak yang keras kepala, ia masih terus memaksa Naza untuk dengannya. Namun, Naza sama kerasnya dengan Dewi, ia masih kuat mempertahankan keputusannya. Itulah pertengkaran yang termasuk besar, karena mereka berdua tidak berbicara selama lebih dari tiga hari. Lebih dari itu, keduanya terus seperti itu hingga memasuki sekolah menengah pertama, mereka masih tidak akur. Dari mereka berdua, tidak ada yang mau mengalah.
Selama mereka bertengkar, keduanya mencari teman baru masing-masing. Dewi memang tidak sepintar Naza dalam mencari teman, setidaknya ia memilikinya walaupun tidak akrab. Mereka terus terlibat dalam perang dingin. Hingga pada kelas dua sekolah menengah atas, tepatnya tahun 2019, mereka mulai dekat kembali.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
DOROTHEA (SELESAI)
Ficção AdolescenteSiapa yang tidak bahagia jika mempunyai teman yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri? Maka Dewi akan dengan lantang menjawab. "Saya tidak bahagia.". Bukannya tidak bahagian, melainkan Dewi pernah bahagia memiliki teman seperti itu. Sebut saja...