Bab 2

64 5 1
                                    

Margareth Cassandra Illianna Isabelle

Entah apa yang kakakku bilang tentang aku, itu semua tak benar. Kecuali kalau dia mengatakan hal-hal baik tentangku.

Namaku Margareth Cassandra Illianna Isabelle dan aku juga berumur 16 tahun. Yah, kelasku ada di kelas 2-A sementara dia 2-C. Ryan di kelas 2-D.

Kalau Cath nggak sempat bilang, kami pirang. Yah kecoklatan dikit sih, tapi pirang. Cath lebih tinggi 2 cm dariku, tapi aku rasa aku lebih kurus.

Dulu, aku dan Cass dekat banget, kayak sahabat yang kebetulan sodaraan. Tapi sejak umur 12 atau 13 dia mulai menjauhiku, ntah kenapa. Dia mulai minta pindah kamar, ngga ngobrol di bus, bahkan pernah minta beda sekolah.

Aku nggal ngerti sama dia.

"Hei Cass, gue denger lo jalan kaki. Awalnya gue ga percaya kalo itu beneran" Ryan menepuk bahuku saat aku pulang berjalan kaki.

Ya, Mom tak bisa menjemput karena harus pergi ke suatu tempat dan Pap harus kerja. Cath? Dia pulang dengan gadis bernama Hee Jo kalau tidak salah dan pasti dia tak akan mau mengajakku pulang.

"Ya, saat gue mulai jalan kaki ke rumah gue harus bilang gue kagum gimana lo ngelakuin ini setiap hari" kataku karena kakiku pegal sekali.

Dia tertawa kecil "Lo cuman ga terbiasa" Lalu dia tersenyum dan aku, ntah kenapa, berhenti berjalan.

Sekarang sedang sore hari, karena kami memang pulang pada sore hari, dan kami baru melewati jembatan menuju rumah. Setelah kaki yang pegal ini terus mengeluh, aku hanya ingin berhenti sejenak.

"Cass? Ada apa?" tanyanya saat menyadari aku sampingnya lalu berbalik padaku.

"Bisa ga kita istirahat dulu? Gue cape"kataku lalu bersandar pada pagar dari jembatan yang terbuat dari batu.

Ryan ikut berdiri di sebelahku. Seperti biasa dia mengikuti apa mauku dan mengalah seolah-olah aku adik kecilnya. Aku tak begitu nyaman dengan itu namun aku tetap diam saja.

Jika saja pegal di kakiku tak mengganggu, suasana ini akan sangat membuat suasana ini sangat romantis. Dengan kami berdua saja dengan matahari terbenam sebagai latar belakang, langit senja, dan kami berdua berdiam melihat banyak orang berlalulalang.

Aku melirik ke arah Ryan. Sepertinya dia sedang menikmati pemandangan karena dia sedang tersenyum-senyum sambil memandang matahari terbenam. Dia memang bukan tipe 'cowok sempurna' yang di damba tipikal cewek tapi aku selalu suka memandangnya.

Dia punya aura anak baik dan tidak akan menyakiti siapapun, bahkan seekor lalat. Rambutnya yang acak-acakan hitam yang hampir sepanjang telinga. Senyumnya hangat seakan datang dari hatinya. Apa lagi lesung pipi. Juga dia punya mata biru yang, ah, sudahlah.

Aku suka Ryan sejak kecil. Dia selalu baik padaku dan Cath. Kami bertiga sahabat dekat, sampai akhirnya ngga sedekat dulu sejak Cath menjauhkan diri dan kami mengambil jalan hidup yang beda.

Aku ikut cheers dan olimpiade-olimpiade sekolah. Cath tidak ikut ekskul dan kalo di sekolah--kalo aku dan Ryan nggak nyamperin--cuman main sama Hee Jo. Ryan juga masuk band padahal kalo dia ikut basket, bisa jadi lebih deket.

"Cass? Apa ada yang salah? Lo ngeliatin gue kayak lagi nge judge aja. Gue ganteng yah" katanya yang membuatku sadar bahwa aku sudah meng-scan seluruh tubuhnya.

"Ngga, nggak sama sekali" kataku tersenyum lalu mengalihkan pandanganku.

"Ouch" Ryan memegang dadanya sambil pura-pura terkejut. "Kaki lo masih sakit?"

"Ya, pasti lah. Kalau aja Cath mau ngajak gue pulang, lo juga ngga perlu ngelewatin acara kesayangan lo,

"Nah, mending gue nemenin Sang Margareth Cassandra Illiana Isabelle" katanya sambil membungkuk padaku lalu berdiri tegap di depanku. "Omong-omong, nama lo panjang amat sih? Kenapa nama lo 4 kata sementara yang Cath 3 doang?"

"Oh" jawabku lalu tertawa sebentar "Mom, dia menamai kami sesuai jam kelahiran kami. Ngga tau apa maksudnya, tapi mama emang selalu gitu. Gue lahir jam 11:11 sementara Cath 11:01. Lama banget yah gue harus sampai 10 menit buat keluar dari kandungan?"

"M..C..I, 1101? dan M C I I buat 1111? gimana kalo kalian lahir di jam yang lebih rumit angka romawinya? Nama kalian bakal panjang banget dong, yah?"

"Iya, kayaknya" aku terkekeh "Tapi kayaknya Mom akan cari cara lain buat namain gue sama Cath dengan nama-nama yang berarti khusus"

"Hidup lo, menarik yah?" kata Ryan lalu lanjut berjalan.

"Ya, begitulah"

---

"Ryan" kudengar Cath dari bawah sedang membukakan pintu.

"Cath, hai" katanya lalu matanya teralihkan ke arahku yang memandangi mereka dari lantai atas.

"Ryan, mau ikut makan malam?" tawar Mom sambil membawa piring ke arah meja makan.

"Boleh Tan" dia tertawa lalu membantu Mom menyiapkan meja.

"Cass, satu spesies lo dateng lagi" teriak Cath yang mengalihkan pandanganku dari Ryan ke arah pintu depan. "Usir gih"

"Cath, jahat banget sih" Aku berjalan menuju pintu depan untuk menemui satu spesiesku. Lily, Lizzy, dan Keith. Sahabatku selain Ryan. Kami bertiga dekat karena kami satu kelas, juga karena aku, Lily, dan Lizzy anak cheers dan Keith anak basket.

"AHHH!! Kalian jadi mau nginep??? Keith? Gue kan dah bilang, lo nggak boleh ikut, girls only" aku berteriak histeris bersama Lily dan Lizzy.

"Nggak, nggak boleh, sangat sangat SANGAT nggak boleh" kata Cath yang hanya melewati kami semua. "Mom, please bilang ke mereka bahwa mereka nggak boleh nginep"

"Kalian benar-benar BOLEH nginep! Selamanya juga nggak apa-apa" kata Mom lalu memeluk teman-temanku sampai kurasa mereka nggak bisa napas.

"Mom benci banget sama aku yah" gerutu Cath duduk di meja makan sambil memakan buah pir.

"Ayolah, Cath, seburuk apa sih mereka?" kata Ryan sambil mengambil pir dan makan bersama Cath.

"Lo dah nyoba belum ngeliat temen-temennya Cass nginep? Selalu ribut! Kupikir, untung sekarang dah pindah kamar, setidaknya suara mereka bisa kehalang tembok. Tapi, tau ga? Tembok nggak ada gunanya!" gerutu Cath yang masih memakan buah pir.

Bagus. Sekarang aku pengen makan pir.

"Cass, gue nggak tahan lagi. Toilet lo mana??" tanya Lily sambil menggenggam bahuku. Aku hanya menjawab dengan gerakan tangan yang menunjukan arah ke toilet yang ada di dekat tangga. "Thanks" lalu Lily berlalu ke toilet.

"Keith, lo ngapain lagi di sini?" tanya Lizzy.

"Oh, lo ngusir??" tanya Keith seiring dia menatap rendah Lizzy yang berbeda 15 cm darinya. Keith memang tinggi.

"Iya, tuh tau!" tantang Lizzy dan adu omong itu berlanjut sampai Mom akhirnya menyuruh kami makan malam.

Sepertinya Pap kerja keluar kota lagi. Pap ngga pernah ngelewatin makan malam kecuali lagi keluar kota.

Makan malam berjalan seperti biasanya. Tapi tumben Mom nggak ngasih kami teka-teki, kayaknya Mom cape.

Ryan pergi ke rumahnya yang kosong, Keith juga pulang, sementara Lizzy dan Lily menginap di kamarku.

Kamarku selalu terasa lebih besar selama 1 tahun ini. Yap, setelah aku dan Cath pisah kamar.

***

MissingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang