Bab 2

885 165 46
                                    

Hinata yang terbangun karena mendengar suara Sasuke, perlahan-lahan membuka matanya, merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Efek mabuk semalam meninggalkan pusing di kepala.

"Ya, seperti itu. Umm ... perbaiki bagian formulirnya lalu kirimkan lagi lewat surel."

Masih pagi, tapi Sasuke sudah membicarakan bisnis lewat telepon.

Karena penasaran, Hinata akhirnya berbalik untuk melihatnya. Sasuke sedang duduk bersandar di ranjang. Selimutnya menggantung rendah di pinggulnya, dan dia bertelanjang dada.

Sasuke mematikan teleponnya, bertanya, "Oh, sudah bangun?"

Erangan lembut keluar dari bibir Hinata. Tanpa alasan yang jelas, tiba-tiba dia memukul lengan Sasuke dua kali.

"Ada apa?" tanya Sasuke bingung.

"Kenapa semalam mendorongku cepat sekali? Aku bisa mati karena susah bernapas!"

Sasuke tertawa geli. "Jangan salahkan aku. Salahkan anggurnya yang membuatku bersemangat."

Hinata mengiriminya tatapan sebal.

Baiklah, Hinata bukan orang yang mudah melupakan sesuatu saat mabuk. Ia mengingat semua kejadian semalam. Bagaimana Sasuke 'melemparnya' begitu panas dan intens. Tanpa ampun. Di bawah dorongan alkohol, Sasuke mendominasi dan memperdalam segalanya, bahkan mengendalikan setiap proses.

"Apakah sakit?" Sasuke mendekat, menempatkan telapak tangannya di pinggul Hinata.

"Kalau aku bilang tidak sakit, pasti mau minta tambah, 'kan?"

Sasuke terbahak. "Kau mau?"

Hinata meringkuk di dada Sasuke. "Aku ada rapat rutin dengan Departemen Integrasi Sistem. Aku tidak mau terlambat."

"Aku bisa bermain cepat."

"Pak Manajer?"

"Hmm?

"Aku tidak percaya omonganmu."

Sambil tertawa, Sasuke meremas pantat Hinata. "Apa aku bisa menculik Pacar Cantik-ku untuk makan siang?"

"Entahlah." Hinata berguling terlentang. Saat itu pukul enam pagi. Tirai-tirai masih tertutup. Pendingin udara membawa hawa sejuk di seluruh ruangan. "Bagaimana dengan Sasuke-san?"

"Aku ada rapat tingkat Manajer untuk membahas persiapan proyek provinsi. Tidak ada jadwal makan siang bersama, seharusnya itu kosong. Tapi malamnya, aku harus menyetor mukaku untuk menghadiri undangan makan malam."

Hinata manggut-manggut. "Nanti aku kabari lagi." Sebelum beranjak dari tempat tidur, ia mengecup pipi Sasuke. "Tapi aku sangat berharap Pak Manajer bisa menculikku."

Setelah mengatakannya, Hinata melompat turun dari kasur, memungut pakaiannya dan pakaian Sasuke yang berserakan di lantai. Saat akan mendorong pintu kamar mandi, ia berkata dengan nada mengancam. "Jangan menyusul!"

Sasuke mengangguk. "Baik, aku akan menyusul."

Sialnya, Hinata tidak mendengar Sasuke selesai bicara dan sudah tenggelam di kamar mandi.

Sasuke tidak mengingkari ucapannya. Dengan segera, ia menyusul Hinata. Dalam beberapa detik keributan kecil terjadi. Sasuke sedikit bermain-main dengan dada Hinata tanpa tahu malu. Dan itu berlanjut satu sesi bercinta di depan cermin. Saat keduanya keluar dari kamar mandi, waktu menunjukkan pukul 6.45.

"Sudah kubilang jangan menyusul, 'kan?"

"Sejak kapan Bos harus menuruti bawahan?"

Hinata—yang sedang mengaduk salad buahnya—yang ingin mengomel ini itu—tiba-tiba melembut karena melihat bunga di dekat meja makan. Ia sempat melupakannya. Dan pagi ini, mawar itu terlihat lebih cantik karena tersiram sinar matahari.

We Were in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang