Chapter 7 - Never Get Out of Style

12 5 0
                                    

"Tori! Adik kamu di mana, sih?" ketus Firdha. Dari kondisi piring masih dibalik sampai wanita itu sudah menyendokkan nasi ke wadah makan, si bungsu belum juga keluar dari kamarnya.

Ibu rumah tangga itu memutar bola mata malas melihat Victoria yang hanya mengangkat kedua bahu tidak acuh sebelum beranjak naik ke lantai dua. Sesampainya di depan kamar Rika, wanita paruh baya itu membuka pintu tanpa mengetuk. Kenyataannya hal itu sama sekali tidak mengganggu pemilik kamar. Rika tengah fokus membaca majalah-majalah mode yang berserakan dengan masing-masing halaman menuliskan inspirasi berpakaian di abad enam belas di mana latar waktu sandiwara Othello dikarang.

"Rika, ayo makan," perintah Firdha. Ia berjalan semakin dekat, sehingga bisa melihat apa yang sedang dilihat putrinya. Namun, Rika sama sekali tidak menyahut atau sekedar memberi isyarat lewat gestur tubuh. Kedua tangan Firdha mengepal. Kemarahan di kepala ibu rumah tangga itu menjalar ke tenggorokan, mengeluarkan bentakan yang menghentak Rika dalam sekejap dari konsentrasinya.

"Kamu emang mau pita suara ibu putus, ya! Dari tadi dipanggil buat makan! Malah ngerjain hal yang enggak jelas!" Rika berusaha menjelaskan ke Firdha kalau ia masuk tim kostum dan drama mereka akan ditampilkan minggu depan. Akan tetapi, Firdha tidak peduli. Firdha telah kehilangan Violet, satu-satunya saudara kandung dan sahabat yang selama ini menemaninya, hanya karena keegoisan cinta sang adik pada fesyen. "Bakat kamu bukan jadi desainer, Rika! Kamu bukan Violet ...! Kapan kamu berhenti berkhayal?!" Ibunya berbalik dan membanting pintu kamar Rika sampai tertutup rapat. Meninggalkan remaja perempuan itu terpaku di posisi duduk yang masih sama sejak Firdha masuk.

Keesokan harinya di Lacy's Boutique, 17:00 WIB.

Sudah dua hari Rika izin tidak masuk dengan alasan sakit, tetapi baju, celana, gaun, dan kostum lainnya sudah lengkap dikirim ke sekolah, lebih spesifik lagi, untuk para anggota ekskul drama. Chika mengutus Rosalie---Keegan dalam balutan rok dan wig, bersama Jonah yang mengisi posisi pemeran baru Othello untuk menjenguk Rika dan memastikan gadis itu akan datang di hari h.

Keegan mengenali semua bahan yang terjahit dan tersulam di semua kostum mereka. Semua itu berasal dari bahan kain utuh maupun perca, renda, resleting, bahkan korset bekas Tante Violet sudah ditransformasi menjadi pakaian abad enam belas nan kuno, tetapi tetap terlihat bersih dan rapi seperti baru dibeli.

"Wah, selalu seramai ini, ya? Butik tantenya Rika." Komentar Jonah menyadarkan Keegan dari pandangan kosong pada jalanan. Setelah berpesan ke Jonah untuk menunggu di luar saja, Keegan mengendap-endap ke depan etalase dan mengintip dari balik sepasang manekin laki-laki yang didandani outfit kaus putih yang lengan pendeknya ditisik bahan satin berwarna thistle dan memberi visual bertekstur ditambah celana kargo army berbandul kristal lilac. Sementara itu, manekin perempuan memakai rok serta cropped cardigan dari bazar Rosalie. Keegan sengaja membeli dan memberikannya untuk Rika.

Nyaris terbuai terlalu lama akan bakat teman perempuannya itu, Keegan memusatkan perhatian lagi ke Rika yang menerima uang sembari menyodorkan tote bag kertas pada sepasang ibu dan anak laki-laki. Di belakang masih ada satu pembeli lagi, tidak lama ia membayar begitu Rika membawakan rompi hitam dan leg warmers berwarna sama. Entah karena terbiasa melihat Rika membongkar dan menggabungkan pola maupun corak acak, Keegan menebak dua potong fabrik yang diambil pembeli terakhir berasal dari satu pakaian.

Kedua manik mata Keegan bergulir mengikuti ke arah Rika berjalan. Rupanya gadis itu berjalan menuju pintu untuk memutar papan tulisan menjadi 'tutup'. Baru saja membalik tubuh, Rika kembali menoleh karena pintu kaca butik Tante Violet menjeblak terbuka dengan suara keras. "Keegan?!" pekiknya. Perempuan yang mengenakan dress putih tanpa lengan yang bagian bawah berlipat lurus memanjangkan leher berusaha melihat dengan siapa Keegan datang.

"Lo ... masih sakit ...?" tanya laki-laki yang tidak lagi mengubah suara, meskipun wig dan seragam rok masih membalut tubuhnya. Keegan seratus persen yakin Rika berbohong. Terlihat dan kedua netra hazel Rika yang bergerak gelisah ke sana kemari.

Usai berusaha menyuarakan batuk dan pilek–di dalam hati Keegan merutuki akting gadis di depannya buruk sekali–Rika balas menatapnya lurus. "Tadi pagi sempat meriang ... setelah mandi air hangat, mi-minum air hangat, teh juga, udah lebih baik!"

"Ada apa, Rik?" tutur Keegan pelan, "kita baru kenal satu sama lain sebulan lebih—tapi lo bisa bagi masalah lo ke gue! Siapa tahu gue bisa bantu ...."

Napas Rika terasa sesak menatap Keegan yang berpenampilan sebagai Rosalie dari atas sampai bawah. Ini bukan pertama kalinya siswi SMA itu melihat pemandangan seorang remaja seusia dirinya yang sudah sangat dekat meraih impian terpendam.

"Gue ... halu," bisik Rika tersedak isak tangisnya, "Keinginan gue muluk banget! Hanya karena lihat lo yang bentar lagi jadi aktor, gue pikir gue juga bis–ugh!" Perempuan berusia lima belas tahun itu menekan hidungnya dari kedua sisi. Mendadak jalan pernapasannya terasa perih hingga ke langit-langit mulut, dan sesak di dada semakin menjadi-jadi.

"Karena lihat gue? Ha!" Keegan menggerutu dan sukses membuat Rika mendongakkan kepala menatap lagi wajah laki-laki di depannya tidak mengerti. "Apa gue perlu memuji lo sampai nyembah-nyembah? Lo tinggal masuk akademi fesyen, belajar, dapat kenalan, bisa langsung bertitle desainer!"

Kesedihan Rika berangsur sirna mendapati sikap temperamen yang belum pernah ia lihat dari seorang Keegan. "Ini bukan tentang jalannya–"

"Terus tentang apa? Tentang lo yang jelas punya bakat estetika fesyen, ngejek gue yang belum punya apa-apa ... supaya lo merasa hebat, kan!" Rika memandang jauh ke dalam sepasang netra hijau gelap Keegan. Berusaha mencari tanda kalau laki-laki yang sedang menyudutkannya sekarang sedang bercanda. "Well, selamat, Rik! Lo si paling hebat! Saking hebatnya, lo harus banget jadiin gue buat alasan lo berhenti dari hobi rancang baju? Padahal dari tadi sibuk layanin pembeli."

"Lo bicara apa, sih!" raung Rika tidak tahan lagi. Keegan sudah berhenti mengoceh, tetapi napasnya masih memburu menahan amarah. Lawan bicaranya bingung dan geram melihat sikap kekanakan yang entah muncul karena alasan apa. "Lo bisa menilai buruk keputusan gue karena lo berani! Lo pede dan ... orang tua, sepupu, Rosalie, siapa pun yang ada di hidup lo ... mereka semua dukung, termasuk Tante Lionny!"

"Jangan bawa-bawa tante gue!"

"Kenapa? Tante lo alasan bibi gue enggak mau punya anak kandung! Satu tahun Tante Violet kabur dari Mbah, Ibu, dan Om Will ... semua gara-gara tante lo!"

"Bacot! Berisik! Lo enggak tahu apa-apa!"

Rika berdecih sinis memandangi Keegan berteriak sekuat tenaga. Tampang cakep enggak menjamin hati baik! sesal Rika di dalam hati. Sebelum pergi Rika menyempatkan diri menghancurkan poros utama Keegan yang selalu laki-laki itu banggakan sejak masa kecilnya. "Enggak cuma emosi di atas panggung, Tante Violet nulis di diary kalau Lionny selalu mikirin perasaan orang lain, sedangkan lo? Mau jadi sekeren Tante Lionny? Mimpi!"

Hukum Realitas - A Novelette [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang