"Ayra, aku pindah sejauh ini karena aku sayang sama kamu." Ayra kini yang terlihat bingung.
Kenapa justru Adrian mau jauh dari Ayra? Kenapa bahkan rela melakukan semua hal tadi untuknya? Kenapa dia mau bela-belain kangenin Ayra jika memilih menjauh darinya?
"Aku nggak ngerti maksud kamu? Kita baik-baik ajah selama bersama di kantor Pusat. Kenapa kamu malah milih menjauh dan justru bilang lakuin ini demi aku?"
Adrian tersenyum. Dia berpikir bahwa ini saatnya menjelaskan kepada Ayra agar dia tidak salah paham. Karena dari kata-kata yang dikeluarkan dari mulut Ayra sejak tadi berisi keraguan padanya.
"Oke, aku tahu kalau kamu masih bertanya-tanya mengenai keputusan aku yang bersedia di mutasi kesini. Aku akan jelasin. Tapi, aku mau kamu janji dulu untuk nggak marah sama aku." Ayra mengangguk, dia sangat ingin tahu alasan Adrian menjauh darinya.
Adrian mengambil kedua tangan Ayra dan menumpukkan diatas pahanya bersama kedua tangannya.
"Aku tahu, kamu marah karena aku ambil keputusan sendiri saat ada tawaran mutasi dari kantor dengan jabatan sama karena tidak boleh ada dua manajer dari divisi yang sama di kantor pusat." Ayra mengangguk.
"Karena hal itu makanya aku HARUS ambil kesempatan mutasi yang ditawarkan. Kalau aku masih di kantor pusat, aku pasti akan menduduki posisi jabatan sama di bawah kamu."
"Masalahnya apa? Aku nggak lihat masalah disini." Adrian menghela nafas.
Dia tahu sejak awal Ayra tidak akan pernah mempermasalahkan hal itu. Keluarganya pun sama. Tapi Adrian tidak bisa begitu saja menerima. Sebagai laki-laki normal yang memiliki rencana menikahi kekasihnya, tentu Adrian ingin menjadi seseorang yang lebih dari Ayra.
"Kamu sebagai atasan aku masalahnya, Ay." Ayra terlihat bingung.
"Aku nggak masalah." Jawab Ayra tiba-tiba ketus.
Adrian terdiam. Dia merasa Ayra akan marah kembali padanya. Adrian memaksakan senyum terbit di wajahnya untuk meredakan amarah Ayra.
"Ayra, sayang..." Panggilnya dengan suara yang dilembutkan.
"Aku minta maaf.. jika mengambil keputusan ini sebagai naluri seorang laki-laki. Aku hanya berharap kamu mengerti. Aku hanya ingin jabatanku lebih tinggi atau setidaknya setara sama kamu. Aku ingin kamu bangga dengan hasil pencapaianku sebagai laki-laki, Ay." Ayra tidak berkata.
Dia, sebagai seorang wanita memang tidak mengerti hal seperti itu. Yang diinginkannya sejak awal adalah mereka selalu bersama-sama, sama seperti sebelumnya. Sesimple itu tanpa mempermasalahkan jabatan siapa yang lebih tinggi.
Melihat tatapan Adrian saat ini yang mengharapkan pengertian Ayra mengenai keputusannya membuat Ayra mau tidak mau harus menyetujuinya, meski hingga saat ini dia masih tidak paham pemikiran laki-laki yang begitu rumit.
"Aku sebenernya nggak ngerti sama pemikiran laki-laki yang kamu bilang tadi. Tapi aku selalu bangga sama kamu." Adrian tersenyum.
"Terima kasih, Ay." Ucapnya sambil mencium kedua tangan Ayra.
"Jadi.. apa kamu masih marah sama aku? Cuekin aku?" Ayra menggelengkan kepalanya tanpa menjawab.
"Jangan ya, Ay. Aku nggak bisa. Jauh dari kamu ajah udah buat aku tersiksa. Apalagi ditambah kamu cuekin aku." Ayra tidak menjawab.
"Ayo, kita jalan-jalan. Keburu malem banget, kamu harus istirahat untuk acara besok." Ajak Adrian lagi saat beranjak dari kasur Ayra.
Dia mengulurkan tangannya agar diraih oleh Ayra. Ayra tersenyum dan menerima uluran tangan tersebut. Mereka melajukan mobil menuju jalan utama pusat kota.
Tiga hari kedepan selama Ayra berada di kota tersebut selalu sempatkan menghabiskan waktu bersama Adrian. Meski begitu, saat acara kantor berlangsung mereka masih profesional, tidak mengganggu sama sekali.
***
Mata Ayra berbinar saat Adrian membuka sebuah kotak kecil berwarna merah di hadapannya.
Situasinya begitu sederhana di dalam kamar hotel pada malam terakhir Ayra berada di kota itu karena besok pagi dia harus kembali ke Jakarta.
Meski begitu, suasana hati kedua insan yang sedang jatuh cinta tersebut sangat mendukung momen berharga yang saat ini sedang berlangsung.
"Nikah sama aku, Ayra Rahayu. Aku akan bahagiakan kamu seumur hidup aku." Pinta Adrian.
"Maaf kalau harus dalam keadaan sesederhana ini, tanpa malam malam romantis di sebuah restoran mewah, tanpa musik cinta dalam alunan biola, bahkan tanpa bunga mawar dari teras rumah Ibu." Ayra terkekeh karena kalimat terakhir.
"Tapi hati aku yang tulus mencintai kamu, ingin kamu jadi milik aku selamanya." Tutup Adrian masih memegang kotak perhiasan yang berisi cincin.
"Will you marry me, Ayra?" Ayra belum menjawab meski dia terlihat sangat senang.
"Ay?" Adrian mulai khawatir dengan sikap diam Ayra.
Ayra baru saja ingin menjawab, tapi ada hal yang sangat mengganjalnya sejak awal.
"Adrian.. apa setelah menikah, kita akan terus berjauhan seperti ini?" Senyum Adrian perlahan menghilang.
Dia sangat takut hal itu menjadi hambatan masa depannya bersama Ayra.
"Kemungkinan besar.. iya." Ayra kembali terdiam.
"Kamu.. nggak mau, Ay? Nikah sama aku karena kita berjauhan?" Adrian baru saja akan menutup kotak cincinnya tapi tangan Ayra menghalangi.
"Aku nggak bilang gitu. Tapi pasti aku akan terus kangen sama kamu kayak sekarang. Dan kalau mau ketemu pun perlu biaya mahal, belum lagi waktu yang begitu sempit untuk bertemu." Adrian tersenyum.
"Pasti ada caranya suatu hari nanti, Ay. Kita jalani ajah dulu bersama." Ayra mengangguk.
"Iya, aku mau nikah sama kamu, Adrian." Jawaban yang sangat ditunggu Adrian sejak tadi akhirnya terucap juga dari mulut manis kekasihnya.
Adrian memasangkan cincinnya kepada Ayra. Perasaan cemasnya selama ini tiba-tiba hilang karena Ayra yang baru saja menerima lamarannya.
"Kapan kamu akan ketemu orang tua aku di Bandung? Tunggu ada libur di hari kerja lagi seperti waktu itu?" Adrian tersenyum sambil menggeleng.
"Waktu aku pulang ke Jakarta tiga bulan lalu. Aku sama Ibu udah datang duluan ke rumah orang tua kamu pas hari sabtu siang abis kamu usir aku dari Apartemen." Ayra mengangkat kedua alisnya.
"Kamu.. ke Bandung sama Ibu untuk ketemu orang tua aku?" Adrian mengangguk.
"Iya, aku ngelamar langsung ke orang tua kamu. Aku pikir, hal ini sudah nggak bisa ditunda lagi. Aku mau kamu cepet-cepet jadi istri aku. Aku juga udah kasih tau situasi kita ke orang tua kamu. Mereka setuju aja." Jelas Adrian.
Ayra hanya mendengarkan setengah dari penjelasan Adrian, yang ada dipikirannya saat ini adalah keluarganya yang hanya diam tanpa memberitahukan apapun padanya.
"Kok aku nggak tau? Keluarga aku juga nggak ada yang bilang." Ucap Ayra heran.
"Kami semua memang sengaja merahasiakan ini sampai aku benar-benar sudah melamar kamu seperti sekarang. Malah sebenarnya kedatangan aku waktu itu ingin langsung melamar kamu, tapi sejak awal kamu marah-marah sama aku. Jadi aku langsung ajah sama Ibu ke Bandung." Jelas Adrian lagi.
Ayra terlihat kesal karena semua merahasiakan ini darinya. Bahkan Adrian pun melakukannya.
-----
Wingzzzz.....
Cerita ini sudah tamat loh di KaryaKarsa dengan judul sama.
Cari nama akun @wingz35 atau judul karya Love Expired
Enjoy!
Boleh banget nih diklik gambar bintang di kiri bawah sebagai bentuk apresiasi.. makasih 😊🙏

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Expired [TAMAT]
RomanceLDR.. yakin baik-baik aja? Bisa sama-sama setia? Ayra meragukan hal itu, tapi Adrian terpaksa melakukannya. Hingga suatu hari Ayra melihat seorang gadis yang begitu akrab dengan Adrian bermalam di rumahnya. Satu kata yang langsung terlintas pada s...