"HAH?????" sontak Irrad memekik gaduh, mencengkram kedua bahu Skylar sambil memandangnya tidak percaya. Serius?
Skylar menunduk lesu, "..gua yang putusin, rad." lirihnya terdengar parau sebab tersedu. Irrad mengusap wajahnya frustasi. Yang benar saja, wanita dengan harkat yang hampir seimbang oleh kesempurnaan dilepaskan oleh seorang Skylar tanpa bimbang.
"lu sih, emang bener-bener.." Irrad menjeda kalimatnya sejenak, "tolol, bego, asu, lolo, dongo, bego, dongo, bego." hardiknya tanpa filter lantaran geram.
"emang." timpal Skylar instan langsung merespon.
Irrad melengos pasrah, mengusak lalu menjambak pelan surai Skylar, "lu yang mutusin, lu yang galau ler, tolol." omelnya halus.
Terdengar jelas suara kekehan tipis dari Skylar bercampur isakan.
"udah ga cocok, rad. Ga bisa dipaksa."
Irrad masih kukuh memandang Skylar yang enggan mengangkat kepalanya, ia membelai bahu sang lawan bicara lalu mengendus erat. "udah-udah nangisnya, cuci muka dulu, ler." bujuknya. Irrad memberi celah sesaat sampai Skylar bisa lebih sedikit tenang.
Atmosfer di isi oleh keheningan sejenak. Skylar mengusap wajah lantas menyibak surainya segera beranjak dari kursi. Irrad sontak mundur beberapa langkah, ia mendongak mencoba menatap sang lawan bicara. Tiba-tiba dua tangan merangkul tubuhnya ke dalam dekapan.
Perbandingan postur tubuh yang lumayan berselisih jauh membuat pelukan itu mendapatkan komposisi yang pas. Irrad membalas pagutan itu dengan canggung, sedikit dilanda kebingungan tepatnya.
"lu masih marah sama gua, ler?" butuh sedikit tekad untuk melontarkan pertanyaan barusan. Skylar nampak mengabaikannya, itu bukan pelukan yang terbilang singkat. Perlahan rangkulan itu terlerai, dua insan itu mundur beberapa langkah tuk memberi jarak.
Skylar menatap Irrad sejenak. Atensi indra penglihatan yang sebelumnya fokus menatap dua iris dihadapannya kini sedikit beralih kebawah. Ia mengangkat jemarinya, mengusap bercak ungu yang sebelumnya tertutup perekat sekarang terlihat nyata namun mulai memudar di ceruk leher Irrad, membuat sang empu bergidik tapi tetap berusaha tidak membuat gerakan.
Ketegangan barusan menghentikan degup jantungnya sejenak. Irrad menggelintir. Mata sembab itu menatapnya sekali lagi, sebelum akhirnya Skylar melepaskan seluruh akses tangannya dari tubuh Irrad lalu pergi meninggalkannya.
Pintu tertutup rapat. Irrad berdiri tegap seorang diri, mengerjap-erjap gugup. Skylar bahkan tidak memberi jawaban atas pertanyaannya barusan, jadi apa boleh ia menganggap pertikaian ini telah usai?
Persetan dengan yang satu itu. Irrad menepuk dua sisi pipinya lalu meringis, tidak boleh lupa oleh janji malam ini.
Ia antusias membuka kenop pintu dan- oop.
Brusko berdiri tepat dihadapannya.
"rad-"
Irrad mendecih pelan sebelum akhirnya menyerobot keluar, membenturkan kedua bahu mereka dengan kesengajaan.
Sebenarnya amarah Irrad pada Brusko bisa dibilang mulai padam sejak kejadian barusan, namun jika dipikirkan lagi entah kenapa Irrad masih ingin bermain dengannya. Maksudnya, mungkin akan lebih terasa lucu andaikata Brusko terus mengejar dirinya demi permintaan maaf. Biarkan saja, toh Brusko yang pertama memulai.
☆♬○♩●♪✧♩♩✧♪●♩○♬☆
"cocok?" tanya Irrad mengangkat dagu, menunjukkan bercak yang berhasil disamarkan. Beberapa shade sudah dicoba, namun tampaknya belum ada satu-pun yang mantap.
KAMU SEDANG MEMBACA
All Out? || SkyRad(?)
Teen FictionBukan terpaku pada gengsi, namun mungkin lebih cocok disebut fase 'denial'. ⚠️ bxb AU, harsh words, OOC, slight Irrad harem, +17(kinda).