BAB 14

291 32 4
                                    

Kabut yang sangat tebal itu perlahan menghilang, hingga tampaklah langit gelap menandakan malam telah tiba, Elora tak menduga ia bisa bersama pria dihadapannya ini seharian, bahkan sampai menjalin kasih.

Genggaman lembut dari jemari Zedekiah kala keduanya berjalan menuju keluar dari tempat itu, membuat Elora merasa tak nyaman, namun ia harus menahan rasa tersebut.
Hingga tampak seseorang yang begitu melekat dalam pikiran Elora, ia berjalan kearah mereka berdua.

"Killian?"

Seru Elora yang tanpa sengaja memanggil nama Grand duke seraya melepas genggaman Zedekiah.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Timpal Zedekiah yang masih membenci sepupunya itu, ia merasa rendah diri karena selalu dibandingkan dengannya.

"Bahkan tempat umum ini aku tak boleh mendatanginya?, bukankah aku yang seharusnya bertanya seperti itu?"

Sahut Killian yang tampak kesal karena tak sengaja berpapasan dengan dua orang yang paling dihindarinya.

"Mengapa kau sangat kasar Grand Duke?"

Ujar Elora menimpali, sesaat ia tampak gugup karena merasa tertangkap basah bersama dengan pria lain.

"Sudahlah, aku tak punya urusan dengan kalian berdua, jadi aku akan pergi."

Pungkas Killian menatap wajah Elora dengan sorotan mata yang tajam, hingga membuat Elora semakin terpukul.

"Bisakah kau jelaskan sebab kau begitu membenciku?"

Elora menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca, namun Killian masih saja tampak datar.

"Tanyalah pada ayahmu."

Pungkas Killian seraya melengos pergi.

Sontak Elora merasa terkejut akan jawaban Killian, karena ia tak merasa terlibat urusan politik dalam kerajaan.

"Apakah kau dekat dengan orang itu?"

Tanya Zedekiah saat jemarinya menyentuh bahu Elora, ia mengelusnya lembut mencoba menenangkan kekasihnya.

"Killian adalah teman kecilku, namun semenjak ikut berperang, ia tak seperti dulu, bahkan menghindariku."

Sahut Elora membalikkan tubuhnya menatap pria dibalik punggungnya, kali ini ia meletakkan telapak tangannya pada pipi Zedekiah.

"Kau tak perlu khawatir tentang kami, karena aku hanya milikmu yang mulia, bukankah kau mempercaiyaiku? Jika kau mencintaiku, seharusnya kau percaya ucapanku."

Tutur Elora tersenyum tipis, seraya menjijitkan kedua kakinya dan perlahan ia mengecup pipi kiri Zedekiah.

Sontak Zedekiah terkejut, namun ekspresinya begitu bahagia, karena benar ia mencintai wanita yang belum lama dikenalnya ini.

"Aku mencintaimu Elora."

Sahut Zedekiah dan kembali memeluknya erat.

Dalam pelukan itu, pikiran Elora berkecamuk, ia takut terlihat oleh Killian dan juga takut jika Zedekiah sulit melepaskannya jika suatu saat ia berkata jujur akan perasaanya.

                             ***

Sementara itu dikastil keluarga Marquess, Maeryn yang merasa kecewa terus merenung didalam kamarnya, ia malu karena terlalu percaya diri akan perasaan Zedekiah padanya.

Bahkan ia melewatkan makannya, hingga membuat para pelayan khawatir, Marquess yang tak ada ditempatnya membuat suasana dikastil itu semakin sunyi, karena biasanya ia pasti mengajak putrinya makan bersama.

"Nona sudahlah, jangan seperti ini, saya takut anda sakit lagi, jika Tuan tahu, pasti ia akan bersedih."

Lenguh seorang pelayan sembari membawa sebuah nampan yang diatasnya tertata sup dan daging sapi yang telah dibakar.

"Aku tak lapar, bawalah kembali makanan itu."

Sahut Maeryn menatap lurus keluar jendela, ia menunggu kepulangan kakaknya agar ia bisa melihat Zedekiah lagi.

"Ta,tapi nona, makanlah walau sedikit, saya mohon."

Ucap pelayan itu lagi dengan wajah memelas, hingga akhirnya Maeryn luluh dan menganggukkan wajahnya.

"Baiklah, aku akan makan tapi jangan menatapku seperti itu lagi, karena aku tak mau dianggap menyedihkan."

Timpal Maeryn, seraya menyuapkan sesendok hidangan kedalam mulutnya.

"Tentu nona, saya tak akan bersikap yang membuat anda tak nyaman."

Pelayan itu tersenyum karena ia merasa bahagia, Lady yang dilayaninya begitu baik hati.

                           
"Apakah kau tahu kapan ayah kembali?"

Tanya Maeryn yang masih mengunyah hidangannya.

"Saya tak tahu nona, karena Tuan memiliki urusan dengan count, namun saya kurang paham urusan yang bagaimana, tuan mengatakan hal itu hanya pada kepala pelayan."

Pelayan itu merasa cemas, dirinya tak berguna karena tak bisa memberikan informasi pada Lady yang dilayaninya.

"Baiklah, aku hanya merindukan ayah."

Lenguh Maeryn seraya meletakkan mangkuk yang telah kosong pada nampan sebelumnya.

Ia merasa hari ini berjalan sangat lama, membuat ia jenuh dan menjadi rindu akan kehadiran sang ayah.
Karena menurutnya, hanya marquesslah yang mengerti akan dirinya.

                             ***

Tak berselang lama, suara tapak kaki kuda saling bersahutan, sontak Maeryn berlari menuju jendela kamarnya, disana ia melihat punggung tangan kakaknya dicium oleh putra mahkota yang merupakan pujaan hatinya.

Betapa ia semakin hancur, kala pria yang diharapkannya mengecup lembut bibir Elora.
Wajah kedua orang itu tampak bahagia, membuat Maeryn sadar bahwa mereka telah menjalin kasih,  sontak airmata mengalir dipipi Maeryn.

Perlahan ia menutup tirai jendela miliknya dan kemudian ia menangis dalam diam.

Elora tahu jika adiknya itu telah mengintip. Karena saat kereta kuda yang ditumpanginya hampir berdekatan dengan tembok kastil, ia melihat kamar tidur Maeryn masih terang dan bayangan adiknya itu tampak jelas dibalik jendela, hingga ia sengaja menggoda Zedekiah agar mencium dirinya.

Betapa puasnya Elora saat ia berhasil menjalankan rencananya ini, namun ia ingin membuat Maeryn lebih hancur.

____________________________________

Maaf lama updatenya, karena peminatnya kurang. Jadinya gak semangat 🙏

pecintasenjamu

When Love and Revenge Become One [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang