Sinar matahari terus terang menerangi wilayah sekolah dan sekitar daerah yang ditempati Haikal dan Jidan. Dibalik sinarnya yang begitu terang Haikal hanya bisa murung memandang jendela kelas, tak mendengar apa yang dikatakan guru.
Kelas Haikal ada 29 murid yang masuk hari ini, jadi tentunya guru Haikal tidak memperhatikan bahwa Haikal tidak mendengar apa yang diucapkannya.
Bel istirahat pun berbunyi, para murid langsung bergegas ingin pergi ke kantin namun sang guru langsung mencegah mereka semua.
"Apa saya menyuruh kalian untuk istirahat? Haikal! Ayo maju, kerjain soal yang udah saya kasih. Kalau kamu gabisa, kamu dan semuanya tidak bisa istirahat!" Ujar sang guru lalu memberikan spidol ke arah Haikal, pandangan Haikal tertuju kosong ke arah papan tulis dan spidol yang ia genggam.. lalu Haikal menatap semua teman kelasnya, teman kelasnya menatap Haikal dengan wajah suram, jika Haikal tidak bisa mengerjakan ia akan mati sepertinya karena bukan hanya dia yang tidak bisa istirahat, namun semua teman kelasnya.
Haikal mulai mencoretkan tinta itu ke papan tulis dan mulai mengerjakan perlahan dan hati-hati, namun apalah dayanya ia tak mendengar apa yang dikatakan guru. Mustahil ia bisa mengerjakan soal itu dengan benar, dan ya. Soal yang dikerjakannya itu salah dan berakhir ia dan semua teman kelasnya tidak istirahat.
Teman kelasnya menatap Haikal penuh amarah namun tak berani marah kepadanya karena Haikal terkenal sebagai pembully. Haikal tidak merasa bersalah sedikitpun ia pun duduk kembali di bangkunya dan memandang jendela kelas lagi, melihat Jidan pergi ke kantin dengan membawa uang 5rb di tangannya, mata Haikal memang benar-benar seperti elang ia tau bahwa Jidan membawa uang 5rb.
Pandangan Haikal terus tertuju pada Jidan ia sangat ingin menghampiri Jidan namun itu juga salahnya sendiri karena ia tidak bisa mengerjakan soal yang dikasih oleh sang guru. Sungguh hari yang menyebalkan untuknya hari ini, ia hanya bisa menghela nafas panjang.
Sampai pada istirahat ke dua, Haikal akhirnya dapat istirahat begitupula dengan teman sekelasnya. Haikal dengan cepat pergi ke kelas Jidan lalu segera mencari adiknya dengan cepat, ia melihat Jidan sedang membaca buku, Jidan terlihat sangat fokus dalam belajarnya, Haikal pun terdiam sejenak memikirkan apa ia harus mendekat ke Jidan dan berbicara padanya atau menunggu waktu pulang sekolah nanti dan berbicara.
Tapi Haikal sangat ingin menghampiri Jidan sekarang, jadi tanpa berpikir lagi Haikal langsung berlari ke arah Jidan dan duduk disampingnya, Jidan sebenarnya tau bahwa disampingnya ada sang kakak namun Jidan tak peduli dan terus membaca buku pelajarannya.
"Jidan.. abang minta maaf tentang tadi pagi.. maafin abang ya? Abang janji ga gitu lagi" Haikal mengatakan itu dengan nada sangat bersalah dan ia meraih pundak Jidan lalu merangkulnya erat tanpa menunggu jawaban dari Jidan apakah Jidan memaafkannya atau tidak.
Tanpa disangkanya Haikal, Jidan merangkul balik dirinya dan menepuk-nepuk pundak Haikal pelan namun berulang kali.
"Tidak apa-apa, Jidan juga minta maaf karena bersikap berlebihan pada abang. Jidan cuma pengen Abang menghargai sepatu Jidan yang baru, itu bukan hanya sekedar sepatu.. bapak belikan itu untuk Jidan harus menabung dulu selama dua bulan.. jadi abang jangan injak-injak sepatu Jidan seenaknya, ya?" Jidan menatap ke arah mata Haikal lalu meraih tangan Haikal dan menggenggamnya seolah bahwa Jidan ingin tau bahwa apa yang dikatakannya itu serius.
Haikal pun mengangguk lalu memeluk adiknya erat, Haikal sangat merasa bersalah.. dan ya perasaan benci Haikal terhadap Jidan memang sudah tidak ada lagi, Haikal sadar apa yang dilakukannya itu salah, apalagi selama ini sifat Jidan terhadap Haikal sangatlah baik, Haikal tak sanggup lagi untuk membenci adik kandungnya sendiri.
Saat Haikal memeluk Jidan ia menyadari bahwa dibaju Jidan terdapat cairan berwarna merah, Haikal sontak langsung khawatir dan melepaskan pelukannya lalu menatap Jidan dengan tatapan dalam dan penuh arti.
"Jidan bajumu....... Apa itu darah?"
Jidan menggeleng cepat sebagai jawaban meski sebenarnya itu memang darah Jidan, Jidan sempat mimisan tadi saat istirahat pertama, namun Jidan memutuskan untuk berbohong agar tidak membuat Haikal khawatir.
"Tidak. Hanya saus tomat, tadi terkena dibajuku lalu aku berusaha menghilangkan nodanya namun tidak bisa, haha aku sangat ceroboh, maaf abang.." Jidan tertawa pelan agar suasananya tidak terkesan akward.
Tentu saja Haikal tak percaya dengan perkataan Jidan, namun Haikal tau bahwa adiknya itu sangat keras kepala untuk memberi tahu kejadian yang sebenernya jadi Haikal memutuskan untuk mengangguk saja daripada memperpanjang pembicaraan yang pada ujung-ujungnya Jidan tetap tak mau mengaku.
"Ohya kamu tadi ngerjain apa? Itu tugas?" Haikal bertanya, namun belum sempat Jidan menjawab Haikal langsung menarik buku Jidan dan melihat apa yang Jidan kerjakan.. meski Haikal lebih tua namun Haikal bahkan tak mengerti apa yang Jidan kerjakan, bisa naik kelas saja Haikal sudah sangat senang setengah mati karena Haikal tak pernah belajar, jadi terkadang Haikal pernah berpikir bahwa dirinya sangat pintar.
"Bukan, itu untuk aku makan." Kata Jidan dengan sarkastik. Lalu menarik bukunya kembali dan mulai mengerjakan tugasnya lagi, tanpa Jidan sadari darah mengalir dari mulutnya.
Haikal yang sedari tadi memperhatikan Jidan langsung menotice bahwa di mulut Jidan ada darah yang mengalir, Haikal langsung mengusap darah yang mengalir di mulut Jidan lalu menatap Jidan dengan tatapan khawatir. Perasaannya benar... Jidan sedang tak baik-baik saja....
"Jidan, kamu mau ke UKS? Abang temenin ya? Daripada nanti kamu kenapa-kenapa.. ayo ke UKS sekarang." Haikal langsung menarik Jidan keluar dari bangkunya, namun Jidan tetap kekeh tidak mau, ia menarik tangannya kembali sembari menggelengkan kepalanya.
"Jidan gapapa! Abang gausah khawatir, lagian tugas Jidan belum selesai.. nanti peringkat Jidan turun kalau mereka semua ngerjain tapi Jidan enggak." Jidan memang sangat keras kepala, Jidan meneruskan tugasnya tanpa memedulikan kondisi kesehatannya, Jidan memang selalu seperti itu yang seringkali membuat orang disekitarnya kesal.
~🏠🏠🏠~
Saat pulang sekolah, Haikal dengan cepat langsung berlari ke arah Jidan dan menggenggam tangannya erat. Sedangkan wajah Jidan tambah pucat dibandingkan dengan istirahat kedua tadi, bibirnya sangat pucat lalu kantong matanya berwarna hitam.., arah matanya tertuju pada Haikal lalu tersenyum tipis.
"Ada apa bang? Mau pulang sekolah bareng hari ini?" Ajak Jidan dengan senyuman tipis khasnya.
Haikal dengan cepat mengangguk, meski sebenarnya arah rumah mereka berbeda.. namun sekali-kali tidak apa-apa kan?
"Iya, ayo-"
Sebelum Haikal dapat meneruskan kalimatnya matanya terbelalak kaget melihat tubuh Jidan ambruk di lantai tak sadarkan diri.
"Jidan?!!"
Haii udah lama ya ga ketemu? Kangen gak sama Jidan atau sama Haikal? Author sebenernya ragu-ragu mau update cerita ini.. takut terkait kondisi nct saat ini, tapi author percaya bahwa kalian adalah nctzen yang bijak. Kalian bisa berandai bahwa visualnya visual lain kalau kalian merasa tidak nyaman.
Tapi author tidak akan mengubah visual mereka okee? Intinya jangan ada yang saling membenci satu sama lain jadilah readers yang bijak.
Ohya kedua ide author mentok banget diharapkan kalian tidak malu untuk vote bab ini atau komen pada bab ini untuk menambah semangat author😔
Tolong kerjasamanya, ya?🙏🏻
Love u guys.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Arah Rumah
FanfictionHaikal dan Jidan adalah saudara kandung yang terpisah. Saat mereka bertemu, salah satu dari mereka membenci. Namun siapa sangka?..... Mereka berdua merebutkan gadis yang sama, mereka berlomba-lomba untuk memenangkan hatinya. Kehidupan Jidan dan Haik...