08. Once Again

87 14 13
                                    

Dia berdiri di bawah pepohonan, menyandarkan punggungnya di salah satu pohon tersebut. Pikirannya kacau bukan main, matanya menatap kosong lantai, tangannya bergetar menahan emosi.

Jidan tidak tahu mengapa ia bisa semarah ini kepada Jaevan.., banyak orang bilang Jidan tidak bisa marah sangking seringnya Jidan menahan emosi.

Setiap orang memiliki emosi, bukan? Jidan bukan robot.., hatinya hancur.. mungkin orang-orang beranggapan Jidan lebay saat ini. Tapi.. semua orang bisa melihat, bukan merasakan.

Jidan sering berharap agar ia dapat bertukar tubuh dengan Haikal, tapi.. memangnya bisa? Jidan selalu menganggap kehidupan Haikal sangat baik-baik saja, Jidan tidak tahu apapun tentang keluarga Haikal.

Tapi.. disatu sisi Haikal juga merasakan hal yang sama, ia ingin berada diposisi Jidan. Namun tujuan Haikal berbeda, ketika Jidan ingin berada di posisi Haikal untuk merasakan ketenangan, Haikal malah ingin diposisi Jidan untuk menanggung semua rasa sakit yang dialami Jidan.

Hanya tujuan mereka saja yang berbeda..

Tidak jarang Haikal berpikir seberapa sakit hidup yang dialami Jidan, satu hal yang Haikal ingin tahu.

🏠🏠🏠

Keesokan harinya, Jidan bangun sangat pagi hari ini. Ia dengan cepat langsung berangkat ke sekolah

Sesampainya di sekolah, Jidan terkejut melihat Haikal sudah ada di gerbang sekolah, entah apa tujuan Haikal berada disitu. Mengapa tidak masuk? Atau jangan-jangan......

"Jidan! Abang udah tungguin kamu daritadi, abang pengen minta tolong sama kamu..."

Tubuh Jidan seakan-akan langsung merinding, Haikal tidak pernah minta tolong jika bukan hal yang penting.., Jidan mengambil nafasnya dalam-dalam mempersiapkan mentalnya untuk mendengar apa permintaan tolong Haikal.

"Apa?" Tanya Jidan penasaran.

"Ibu..."

Baru mendengar kata ibu saja jantung Jidan langsung berdegup dengan sangat cepat, ia takut dengan apa yang akan dikatakan Haikal selanjutnya. Jidan tau persis jika seperti ini tentunya bukanlah kabar baik..

"Ibu sakit Ji.., kamu bisa tolongin abang ga? Abang ga punya uang buat biayain ibu ke rumah sakit.."

Jidan terdiam sejenak, Jidan tidak se-sedih itu mendengar kabar ini, karena Jidan sudah ditinggal ibunya sejak usianya masih kecil, mengingat wajah ibunya saja Jidan sudah lupa.

Tapi Jidan turut prihatin, karena mau bagaimanapun juga ibunya tetaplah yang melahirkannya, tak peduli seberapa kejam ibu.

Disisi lain.. Jidan juga tidak punya uang, bapak hanya berkerja sebagai buruh dan pekerjaan bapak tidak tetap. Bahkan pernah Jidan dan bapak kelaparan karena tidak ada uang pada hari itu.

"Jidan bantu sebisa Jidan ya? Jidan punya sedikit tabungan, tidak banyak. Tapi semoga meski seberapa kecilnya, itu bisa membantu.." Jidan menghela nafasnya, mengalihkan arah pandangan matanya ke arah lain seolah-olah sedang berfikir.

"Tidak apa-apa Jidan, terimakasih sudah mau membantu. Kalau gak ada kamu, abang mau minta tolong sama siapa? Maafin abang udah ngerepotin Jidan terus.." Air mata mulai membasahi pipinya, matanya merah karena menangis, tangannya terus mengusap air mata yang jatuh di pipinya.

Jidan langsung memeluk Haikal dengan erat, menepuk-nepuk punggung sang kakak. Jidan tahu betul Haikal benar-benar dalam kondisi terpuruk saat ini, Jidan berharap bisa membantu kakaknya, walau tidak banyak.

Sementara itu tangisan Haikal makin pecah saat dipeluk oleh sang adik, meski Haikal sering bertindak kasar pada adiknya tapi adiknya itu tak pernah menyimpan dendam. Haikal sangat menyayangi adiknya, kadang ia juga bingung kenapa dulu bisa sekasar itu dengan Jidan.

"Jidan, maaf.."

Jidan memberi anggukan kecil, masih terus mengusap-usap punggung sang kakak, tidak peduli banyak orang yang melihat mereka karena mereka masih berada di gerbang sekolah.

Satu hal yang Jidan mau saat ini... Jidan ingin kakaknya dapat tersenyum lagi, seperti biasanya, menjahilinya lagi, membuatnya tertawa dengan tingkah konyolnya..

Namun, sepertinya keinginan Jidan tidak akan terkabul saat ini.

"Jidan selalu memaafkan abang, kalau abang sedih abang selalu datang ke Jidan ya? Jidan tidak masalah kalau menjadi arah rumah abang disaat abang merasa sedih, jadi jangan sungkan untuk datang ke Jidan ya? Jidan sayang abang.."

Perlahan-lahan tangis Haikal mulai reda, air mata di pipinya sudah kering. Namun air matanya masih belum kering di baju Jidan.

Perlahan Haikal mulai melepaskan pelukan yang bisa dibilang cukup lama itu.

"Abang bersyukur punya adik seperti Jidan, jangan pernah berubah ya?"

Jidan lantas tersenyum lalu mengangguk lagi, meski sering tidak akur, kedua kakak beradik itu seperti lem yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya akan tetap bersatu..

🏠🏠🏠

"Jidan pengen jadi kayak Abang kalau udah gede! Biar bisa jadi boss. Abang mah enak nyuruh-nyuruh Jidan terus!"

"Wlee! Iya dong enak! Abang kalau udah gede tetap mau jadi boss dan Jidan jadi pembantu hahahaha!"

"Ihh! Liat aja ya nanti kalau udah gede pasti abang yang minta-minta ke Jidan! Kalau abang minta uang ke Jidan gabakal Jidan kasih! Wlee!"

Haikal berlari dengan semangatnya, disusul oleh Jidan yang berusaha untuk menangkapnya. Kedua bocah berusia 5 tahun itu sangat imut..

🏠🏠🏠

Jidan memutuskan untuk berkunjung ke rumah ibu. Namun Haikal tidak memperbolehkannya entah mengapa.

"Kenapa gaboleh? Jidan pengen lihat ibu. Jidan pengen lihat seberapa parah sakit ibu, ayolahhh." Jidan memegang tangan sang kakak, menarik-nariknya seolah-olah seperti anak kecil yang tantrum ketika tidak dibelikan permen oleh ayahnya.

"Kamu gatau sifat asli ibu, Jidan.."

Apa maksudnya? Jidan tidak paham apapun yang dikatakan Haikal.. padahal yang dikatakan Haikal benar, ibunya itu sangat bajingan. Haikal tidak ingin Jidan menemui ibunya karena takut Jidan kaget dengan sifat ibunya yang seperti itu..

"Ayolah.. sekali sajaaa!" Jidan terus merengek-rengek, bibirnya cemberut.

"TIDAK! APA KAMU TAHU SIKAP IBU?!" Jidan kaget bukan main mendengar kakaknya membentaknya lagi setelah beberapa hari belum mendengar kakaknya itu membentaknya. Mulut Jidan langsung bungkam tidak mau membuat kakaknya lebih marah lagi..

"Maaf.., Jidan tidak bermaksud.. maafkan Jidan.."

Bab kali ini hanya 900 kata karena author dadakan banget bikinnya, maaf yaaa☹️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bab kali ini hanya 900 kata karena author dadakan banget bikinnya, maaf yaaa☹️

Terus vote ya, author usahakan mulai sekarang rajin update. Beneran deh kali ini tidak bohong😁

Tapi rajin update bukan berarti update setiap hari ya, cari ide itu sulit. Jadi sabar aja. Dan jangan membandingkan author dengan author-author yang lain! Kalau kalian bilang "Halah author yg lain jg sama tapi sering update tuh" iya guys itu merekaaa bukan akuuu, ide setiap orang itu beda-beda yaaa ada yang mikir langsung dapat ide, tapi ada yang mikir lamaaaa baru dapat ide.

Terus aku itu tipe orang yang update sesuai mood. Jadi kalau aku lagi ga mood ga update. Tapi author usahakan sekarang ga mood an lagi😁

Bye, jaga kesehatan ya. Soalnya banyak yang sakit akhir-akhir ini 🤍

Arah RumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang