Matahari masih malu-malu untuk menampakkan diri, tapi jeonghan sudah buru-buru membereskan sayuran-sayuran nya kedalam keranjang.
Ini sudah jam setengah enam pagi, jeonghan bisa terlambat ke pasar. Biasanya dia bangun jam empat subuh lalu sampai di pasar jam setengah enam.
Tapi karena semalam Seungcheol terus-terusan muntah dan mengeluh pusing, membuat jeonghan terjaga sampai jam dua.
Sekarang pria itu masih nyenyak dalam mimpi, dia kelelahan karena sudah lima kali mengeluarkan semua isi perutnya. Biarlah, jeonghan meninggalkan nya sendiri di rumah.
Pemuda itu sudah menyiapkan sarapan, dan pasti Seungcheol tau dia di pasar dan akan menyusul nya sendiri.
Jeonghan menggendong keranjangnya, lalu berjalan keluar rumah. Baru beberapa detik membuka pintu dia langsung di suguhkan udara dingin yang menusuk hingga ke tulang.
Karena saat memasuki musim gugur, udara dingin terasa lebih menyengat kulit. Ditambah jeonghan baru saja mandi, walaupun dia mandi air hangat tapi jika terkena udara dingin bisa dua kali lipat lebih dingin.
Dia menutup pintu dan memasuki kamar, jeonghan mengobrak-abrik isi lemarinya untuk mencari kain tebal yang dia punya.
Ketika sedang mencari, matanya melihat mantel bulu yang terselip di pojok.
Dia mengambil nya dengan hati-hati, menatap mantel itu dengan intens, mencoba mengingat-ingat sesuatu.
Jeonghan tersenyum lebar saat mengingat inilah hadiah dari kakeknya dulu.
Ia mengusapnya pelan, lalu memakai nya. Hangat, itulah yang jeonghan rasakan saat memakai mantel bulu yang tebal itu.
Dia mengingat-ingat lagi, siapa yang membawa mantel ini kesini? Dulu kan dia kabur tanpa membawa apapun.
Ah, sudah. Entah siapapun yang membawanya. Dia tidak peduli. Sekarang dia harus pergi ke pasar.
Mungkin dia tidak akan berjualan sampai sore jika udara nya yang masih sama. Karena tidak akan banyak pembeli yang datang karena cuaca.
Setelah di rasa semua sudah, dia bergegas keluar. Meninggalkan Seungcheol yang tengah meringkuk kedinginan.
***
Tujuh pagi, Seungcheol mengerjapkan matanya. Dia menggelengkan kepala untuk mengembalikan penglihatannya yang kabur.
Ia meraba tempat di sampingnya. "Jeonghan?" Seungcheol bangun. Dia melihat sekelilingnya yang sepi, hanya ada dirinya.
Seungcheol langsung berlari ke arah dapur, disana hanya ada beberapa tempat makan yang di tutupi agar tidak di tempeli lalat.
Dia pun berpindah menuju kedepan, tidak ada sayuran sama sekali. Bahkan keranjang yang biasanya di gunakan untuk membawa sayur ke pasar juga tidak ada.
Seungcheol menghela nafas, dia ditinggal.
Tanpa mandi atau sekedar mengganti baju, dia langsung pergi keluar untuk menyusul jeonghan di pasar.
Tak peduli udara dingin yang menyelimutinya, ia hanya memakai baju tipis yang membuat dadanya sedikit terlihat, rambutnya masih acak-acakan dan kotoran mata yang masih menumpuk. Di tangannya memegang kotak makan yang terbuat dari kayu, dia sengaja membawa nya.
Sekitar dua puluh lima menit, dia sampai di pasar, Seungcheol segera mencari jeonghan.
Tapi sampai di depan kios jeonghan berjualan, yang dia lihat adalah lima orang berbadan besar yang berpakaian nya bahkan lebih buruk dari Seungcheol sedang berdiri di depan jeonghan yang diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Legend Of The Blue Sea || Jeongcheol
FanfictionChoi Seungcheol, seorang duyung yang mendapat takdir yang berbeda, membuat dirinya di sulitkan dengan dua pilihan. Tapi bagaimana jadinya jika Yoon Jeonghan, sang takdir yang memutuskan pilihan itu? BXB JEONGCHEOL ✓✓