Aresio Sergey

519 46 0
                                    


"Tuan Muda ... Jangan berlari ... Tuan Muda!" teriak para pelayan mengejar bocah sepuluh tahun yang berlari dengan riang di koridor istana Utara.

Dengan mainan kecil di genggaman tangan, anak itu berlari tanpa memperhatikan sekeliling. Sesekali, ia mengayun-ayunkan mainan kayu tersebut, menunjukkan kegembiraannya.

Langkah kakinya menggema di koridor kastil, begitu pula suara panggilan para pelayan yang memperingatkan bocah laki-laki itu tentang bahaya di depan. "Tuan muda Ares!"

Namun, Aresio Sergey kecil tidak mengindahkan peringatan mereka dan tanpa sengaja menabrak seseorang. Ia mendongak dan melihat sosok yang sangat dikenalnya, ayahnya. Duke Alaric Sergey.

Wajah sang ayah kaku dan serius seperti biasa, mata tajamnya menatap Ares dengan intens. Ares merasa seakan-akan seluruh darah di tubuhnya membeku.

"Aresio," suara Duke Alaric dingin dan penuh wibawa, "berapa kali aku harus memberitahumu untuk tidak berlari di dalam kastil? Apa yang kau pikirkan?"

Ares menunduk, meremas mainannya dengan tangan yang gemetar. "Maafkan saya, Ayah," katanya dengan suara kecil.

Duke Alaric menghela napas panjang, menatap anaknya dengan ekspresi yang sukar dibaca. "Kau harus belajar disiplin, Aresio. Kau adalah pewaris keluarga Sergey. Perilaku seperti ini tidak bisa diterima."

Ares menelan ludah, air matanya menggenang. Ia merindukan sentuhan lembut ibunya, yang sudah tiada. Sang ibu selalu tahu cara menenangkan hatinya, tapi sekarang hanya ada ayahnya yang dingin dan penuh tuntutan.

Duke Alaric melirik mainan di tangan Ares. "Mainan ini. Apa yang begitu penting sampai kau melupakan semua aturan?"

Ares memandang mainan itu, sebuah hadiah dari ibunya sebelum meninggal. "Ini ... ini dari Ibu."

Sejenak, sesuatu yang lembut tampak melintas di mata Duke Alaric, namun segera hilang. "Mainan tidak akan membuatmu menjadi pemimpin yang baik, Aresio. Ingatlah itu."

Ares mengangguk, meski hatinya terasa berat. Ia tahu, menjadi anak dari Duke Alaric Sergey, penguasa Kekaisaran bagian Utara berarti menanggung beban yang besar. Tetapi pada saat ini, di koridor kastil yang dingin itu, ia merasa sangat kecil dan sendirian.

Duke Alaric berlalu tanpa sepatah kata. Ia tidak menyangka membesarkan seorang anak lebih sulit daripada mengatur sebuah duchy.

Ares menangis tanpa suara, dikelilingi para pelayan pengasuhnya. Ia bertanya dalam hati, apakah ayahnya memandangnya sebagai sebuah kegagalan?

Ares menyeka air mata dengan tangan kecilnya. Ibunya yang penuh kasih sayang dan selalu memberikan perhatian, meninggal ketika Ares masih sangat muda. Sejak saat itu, hubungannya dengan sang ayah berubah secara drastis. Kehilangan sosok ibu meninggalkan kekosongan dalam di hatinya.

Tuntutan dari ayahnya semakin membuatnya merasa terasing dan tidak dimengerti. Namun, di dalam hatinya, Ares bertekad untuk suatu hari nanti menjadi pemimpin yang baik dan membuat ayahnya bangga.

Pada suatu hari di bulan Desember, angin dingin menerpa istana Utara, membawa serta aroma salju yang segar. Ares, yang kini berusia sebelas tahun, baru saja menyelesaikan sesi pelatihan pedangnya.

Keringat mengalir di pelipisnya, tetapi wajahnya memancarkan kebanggaan. Para Swordmaster dan pendidik memujinya dengan tulus karena telah berhasil menyelesaikan pelajaran yang rumit di usia yang begitu muda. Mereka memberinya tepukan di punggung dan kata-kata pujian yang tulus.

Ada satu orang yang sangat diharapkannya untuk mendengar berita ini, yaitu ayahnya, Duke Alaric Sergey.

Dengan langkah yang penuh harap, Ares berjalan menuju ruang kerja ayahnya. Suasana di dalam kastil terasa sunyi, hanya suara langkah kakinya yang terdengar bergema di koridor panjang.

The Duke's Adopted Daughter (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang