Nara Senja 1

77 17 96
                                    

Semesta, 14 April 2018

"Harusnya aku tau, segala tentang kita ngga akan pernah menjadi nyata." Gadis itu bermonolog dengan dirinya sendiri.

Kebersamaanya dengan Raga selalu kembali berputar dikepala saat senja tiba. Entah apa maksud semesta.

ʕ⁠'⁠•⁠ᴥ⁠•⁠'⁠ʔ

Nara duduk dengan kopi hitam pekat di tanganya, menikmati aroma kafein yang menenangkan isi kepala, sembari menunggu sang surya kembali pulang keperaduanya.

"Hah~" Desah Nara.

"Berisik deru ombak selalu lebih menenangkan daripada manusia." Ucapnya.

Nara meletakan gelas kopinya lalu mengeluarkan buku dan pulpen, tidak lupa headset dari dalam tas lalu menyambungkanya pada ponsel miliknya. Lagu Still With You milik penyanyi asal Korea Selatan ia pilih untuk menyamarkan suara keegoisan manusia.

Nara Senja - seikhlas awan melepas hujan✧

"Luka membahasakan dirinya dengan keheningan kata; serupa kidung purba yang mengalir di tubir sepi semesta.

Maka, dalam bening embun yang menetes di lembar daun-daun talas, di sanalah aku menitip luka agar lesap di kedalaman sunyi tanpa bekas."

Nara menutup buku miliknya, lalu kembali menikmati keindahan semesta. Menghirup dalam udara sore hari dan menghembuskanya secara perlahan.

"Betapa Tuhan menciptakan Dunia dengan sebaik-baiknya." Batin gadis itu.

ʕ⁠'⁠•⁠ᴥ⁠•⁠'⁠ʔ

"Nara." Suara laki-laki menyapa dari arah belakang tubuhnya.

"Raga." Gumam Nara.

Cepat-cepat Gadis itu menghapus air mata yang entah sejak kapan turun membasahi pipinya.

Nara berdiri lalu berbalik ke arah Raga, dirinya sedikit kesal karena laki-laki yang ia tunggu baru datang sekarang.

"Kamu darimana saja, Raga?" Tanya Nara dengan bibir mengerucut.

Sambil terkekeh Raga menjawab, "Aku ada urusan sebentar tadi."

"Urusan apa sampai kamu telat ke sini?" Nara menatap dalam mata laki-laki itu, sedetik kemudian ia alihkan pandanganya pada lautan yang terlihat tenang.

"Ah, lupakan." Ucapnya lagi

Lelaki itu hanya tersenyum menanggapi, sembari mengacak pelan rambut sang gadis.

Raga melihat kearah meja Nara, pandanganya menatap segelas cairan berwarna hitam di sana.

"Kamu buang kopi itu, aku pesankan es coklat." Tandas Raga, kemudian berlalu tanpa persetujuan Nara.

"Selalu aja seenaknya sendiri." Gerutu gadis tersebut.

Nara berlari menyusul raga, ia tahu jika Raga pasti akan membeli hot Chocolate untuknya. Saat ini Nara sedang tidak ingin mengkonsumsi minuman yang mengandung Serotonin itu. Dengan terengah-engah Nara berusaha mengimbangi langkah Raga.

"Raga, tunggu." Ia berlari mengejar Raga.

"Hah ... kenapa jalanya cepat banget, sih? hah ... astaga, aku seperti habis lari maraton." Ucap Nara sambil mengatur nafas.

"Kenapa menyusul sih, cil? Tunggu saja di sana." Jawab Raga dengan lembut.

Kemudian menggandeng tangan mungil Nara dan berjalan ke arah stand minuman yang akan mereka tuju.

Raga memang selalu seperti itu. Kepribadianya yang lembut dan hangat menjadikan siapapun yang dekat denganya akan merasa nyaman-- tak terkecuali Nara Senja.

"Raga, aku sedang tidak ingin minum itu." Ucap Nara, tanganya menarik-narik pelan baju yang Raga kenakan.

Raga hanya memandang Nara, lelaki itu tetap memesan minuman kesukaan Nara.

"Minggu ini sudah berapa kali minum kopi, Nara?" Tanya Raga, suaranya terdengar lirih--berbisik, sengaja menekan kata pada namanya.

"Eng-engga, banyak kok." Nara terbata menjawab pertanyaan Raga.

"Berapa? Lima? Enam?" Raga gemas dengan jawaban Nara.

"Harusnya kamu itu cuma boleh minum kopi sebulan sekali. Kalau perlu ngga usah minum kopi lagi." Ujar Raga mengingatkan.

Nara hanya diam, sebab tau dirinya memang salah. Lagipun percuma saja jika dirinya menjawab, Nara tidak akan menang jika berdebat dengan Raga.

Setelah mendapatkan minuman coklat, mereka berjalan mencari tempat duduk baru, sebab tempat sebelumnya sudah ditempati oleh orang lain.

Setelah keduanya cukup lama berputar Mecari tempat duduk, akhirnya Raga menemukan tempat di ujung pantai dekat dengan pohon Bakau besar.

"Kita duduk di sini saja, Ra." Ucap Raga.
Tanganya menarik pelan tangan Nara.

"How's your day, Ra?" Tanya Raga.

"Sudah lama ya, sejak pertemuan terakhir kita." Lanjutnya.

"Kita hanya satu minggu, tidak bertemu Raga." Ucap Nara dengan nada bergurau.

"Aku baik-baik saja, bagaimana dengan kamu?" Lanjut Nara

"Satu Minggu bagiku itu lama, Nara." Ucap Raga, "aku baik-baik saja, tapi rasanya sedikit sepi." Lanjutnya.

"Hanya sedikit?" Nara bertanya dengan wajah yang datar.

Lelaki itu sedikit panik dengan pertanyaan spontan yang Nara ajukan. Lelaki itu tidak menyadari senyum jail Nara tersembunyi di sana.

"Eh ... anu, maksudku bukan gitu ...." Raga menjawab dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Kenapa sepi? Temanmukan banyak." Tanya Nara lagi.

"Temanku banyak, tapi tidak ada kamu di sana." Raga menjawab dan mengusap pelan rambut hitam nan panjang milik Nara.

"Sejak kapan kau pandai berbicara omong kosong seperti itu, Ga?" Jawab Nara, tanganya reflek menepuk lengan laki-laki itu.

Raga hanya tertawa mendengar jawaban Nara.

Matahari mulai tenggelam, cahayanya menghilang bersamaan dengan munculnya kabut malam. Keduanya larut dalam percakapan hangat.

Senda gurau selalu berputar mengelilingi kebersamaan mereka. Satu yang tidak pernah Raga tau, setiap hari, Nara selalu menitip doa kepada semesta. Semoga Tuhan, memberi kebahagiaan kepada dirinya dan Raga, selamanya.

Bersambung...

Halo, aku ucapkan terimakasih buat kalian yang sudah meluangkan waktu buat baca tulisan picisanku. By the way ini tulisan pertama aku. Mohon dukungan dan cintanya teman-teman. Kamsahamnida. 🤗

Nb: menerima kritik dan sarat lewat DM

Nara Senja (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang