Rumah Arsen memang sering digunakan untuk acara berkumpul kelima anak ini, atau biasa disebut basecamp. Cerita yang dibawakan Gavian mengenai kejadian yang menimpa kembarannya menjadi topik panas di antara mereka.
Baskara yang mudah tersulut emosi sejak tadi sudah berapi-api. Kepalanya mulai mengeluarkan asap.
“Beraninya keroyokan! Kalo emang mau adu jotos, kita tawuran sekalian!” berang Baskara sembari memukul meja di depannya.
“Ini semua salah kalian, yang mulai duluan siapa, coba?” sela Arsen yang mendapat pelototan dari teman-temannya.
“Arsen nggak pernah setia kawan, elu harusnya ada di pihak kita, Sen!” cibir Juan.
“Masa gue harus tetap ada di pihak kalian meskipun itu salah? Sebagai teman yang baik, gue nyoba buat jadi penengah, bukan malah ngomporin,” terang Arsen, tangannya bersidekap di dada seolah memberikan isyarat penolakan.
“Bacot lu! Kalo bukan karena rumah lu yang sering dijadiin basecamp, udah gue kick lu!” berang Baskara lalu ikut melipat tangan di depan dada.
“Kalo bukan karena futsal, gue juga ogah temenan ama elu!” sambar Arsen.
“Lah? Kalian berdua kenapa jadi berantem beneran? Santai, woy!” sela Gavian mencoba melerai karena merasa keadaannya sudah tidak kondusif.
“Kagak, gue bercanda doang, elah! Lagian Arsen mancing-mancing,” sahut Baskara yang merubah nada bicaranya menjadi normal.
“Tau lu, Gav! Kayak nggak tahu Baskara aja, omongan dia kan emang begitu, makanya mulutnya cocok dicomot pake sambel,” timpal Arsen sambil melempar senyum mengejek ke Baskara.
Gavian lega, dia tidak tahu jika di situasi seperti ini teman-temannya masih saja ada yang bercanda dengan kalimat sarkas, waktunya tidak tepat.
Rasanya ingin melempar Arsen dan Baskara ke laut supaya mereka bisa diam akibat terlalu banyak meminum air laut yang asin.
“Rencana lo apa, Bas?” tanya Juan.
“Ajakin tawuran, lah!” sungut Baskara, satu kakinya terangkat lalu bertumpu di kakinya yang lain, sudah merasa menjadi jagoan.
“Gila kali lo!” sambar Arsen.
“Lebih gila mereka, diem-diem ngeroyok satu orang, mana salah orang lagi!” sindir Baskara, namun perkataannya ini justru disetujui banyak pihak.
“Gue setuju! Kita samperin ke kandangnya!” imbuh Juan dengan semangat sambil menghentakkan kakinya.
Benar, kan? Dugaan Gavian benar adanya, pasti Baskara akan langsung turun tangan dan berencana untuk kembali menyerang mereka. Gavian sih setuju saja, toh dirinya juga kesal karena mereka sudah membuat kembarannya babak belur.
Yang jadi masalah bagaimana cara memberitahu pihak lawan bahwa anak SMA Angkasa Pradipta menantang anak SMA Cakrawala untuk tawuran? Tidak ada yang punya relasi dengan anak sekolah sebelah. Bagaimana cara memberitahu musuh?
“Gav, coba lo tanyain ciri-ciri dua orang yang nyerang Gevano, biar kita bikin perhitungan sama mereka berdua! Lo juga pasti kesel karena kembaran lo yang nggak tahu apa-apa jadi korban, kan?” tanya Baskara.
“Iya, lah! Ditambah si Gevano bilang kalo ketemu mereka lagi kayaknya dia bakal mati, gue yakin dua orang itu brutal banget mukul kembaran gue!” pekik Gevano dengan nada ketus. Ingatannya masih terlintas bagaimana penampakan Gevano ketika dirinya baru pulang dari sekolah tadi sore.
Malam ini, masih tentang persoalan Gevano yang menjadi korban salah sasaran dan Baskara yang merencanakan tawuran di sekolah sebelah. Mereka menghabiskan waktu dengan bercanda dan membahas teori konspirasi kartun seperti biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
BORN AS TWINS (END)
Teen FictionDIPUBLIKASIKAN TANGGAL 9 JUNI 2024 Genre : Teen Fiction, Friendship, Twinbond Gevano dan Gavian terlahir sebagai anak kembar tentunya bukan tanpa alasan. Tuhan tidak mungkin salah memberikan keduanya takdir untuk terlahir sebagai anak kembar. Gevan...