Everyone, help!

824 36 0
                                    

Emang kalian pernah dengerin gue?” tanya Arsen balik, pertanyaannya membuat teman-temannya merasa bersalah.

Selama ini Arsen memang dikenal banyak bicara dan terlalu memaksa untuk menjadi penengah yang bijaksana. Teman-temannya selalu menganggap Arsen adalah oramg yang takut menghadapi resiko, itu sebabnya Arsen sering disebut pemgecut.

Maka dari itu tak jarang ucapan Arsen tidak mereka gubris dan justru sering dicibir karena terlalu pengecut dan tidak ingin dunianya bermasalah.

Pintu kelas mendadak terbuka dan seseorang masuk yang mana adalah Yuda yang ditugaskan untuk mengambil kamera tersembunyi yang ia selipkan.

Arsen segera memasukkan semua bukti ke dalam tas lalu menutupnya rapat. Arsen mengecek semua bukti, lalu menutup resleting tas dengan hati-hati, dirinya menghela napas karena sejauh ini tindakannya memuahkan hasil.

Merekam bukti-bukti kasus Mahes sangat melelahkan karena Arsen harus melakukannya selama berbulan-bulan dan harus banyak bersandiwara dengan pelaku.

“Polisinya udah ngabarin gue kalo mereka udah di depan jalan, kalian berdua bawa tas isi barang bukti ini ke ujung jalan. Nanti ada mobil yang parkir di sana,  bukan mobil polisi, mereka gue suruh nyamar tanpa ada atribut kepolisian.”

Arsen lalu menyerahkan tasnya kepada Danu dan Fadhil yang sudah ditugaskan sesuai rencana. Arsen mengingatkan untuk berhati-hati karena bisa saja mereka terlihat oleh anak buah Mahes atau Mahes sendiri.

Jika mereka berdua terpergok bilang saja mereka ingin mencari makan di luar lalu menanyakan yang memergoki mereka mau menitip sesuatu atau tidak. Mungkin terdengar sederhana, tapi ini membuat hal menjadi masuk akal tanpa ada rasa curiga.

Gaya bicara dan karakter Arsen seperti berubah dan membuat teman-temannya takjub.

Arsen yang biasanya tidak suka ikut campur dalam urusan apapun, Arsen yang lebih mementingkan mi tek-tek Pak Abdul dibandingkan solidaritas bersama temannya, Arsen yang selalu menepi dan berada di pojokan seperti pengecut ketika teman-temannya sedang berkelahi.

Sekarang Arsen seperti menunjukkan sisi kharisma yang dimilikinya dan jarang diketahui orang lain termasuk teman-temannya. Tidak disangka Arsen bermain sangat rapi untuk berusaha menyelesaikan sebuah kasus yang terbilang sulit dan penuh risiko.

Arsen pandai menyusun strategi dan bermain sandiwara, seperti orang yang pura-pura polos namun aslinya mengetahui banyak hal.

Sambil menunggu polisi datang, waktu luang itu digunakan Baskara, Juan, Ezra, dan Gavian untuk bersilahturahmi dan meminta maaf dengan tulus kepada anak futsal SMA Cakrawala.

Gavian dan teman-temannya meminta maaf dengan penuh kesadaran karena telah banyak menuduh dan menghakimi anak Cakrawala.

Mereka tidak tahu bahwa dalang dari semua ini adalah seseorang yang paling dekat dengan Gevano. Seperti yang dikatakan anak Cakrawala yang menjadi lawan Gavian.

Anak itu mengatakan jika bisa saja Gevano yang memiliki musuh, karena sebaik apapun orang pasti akan ada orang yang tidak suka dan benci, contohnya Mahes yang sakit jiwa itu.

Anak SMA Angkasa Pradipta resmi mengibarkan bendera persahabatan dengan Anak SMA Cakrawala yang menerima bendera persahabatan dengan rendah hati.

Anak SMA Cakrawala juga meminta maaf karena telah membuat Ezra masuk rumah sakit gara-gara pertandingan waktu itu, mereka akan memperbaiki cara bermain agar keselamatan menjadi yang paling penting.

Arsen yang melihat itu tersenyum bangga, karena salah satu misinya berhasil, misi untuk membuat jalinan persahabatan antara tim futsal Angkasa Pradipta dan tim futsal Cakrawala.

Ponsel Arsen berdering, yang tertera di layar adalah nama Danu. Apakah polisi sudah di luar? Kenapa terlalu cepat dari perkiraan? Kenapa tidak ada suara ribut-ribut di luar? Semuanya tampak tenang dan kelas sebelah seperti tidak ada kehidupan.

Setelah menyambungkan pada Danu, suara Danu yang terengah-engah membuat Arsen sedikit panik dan menanyakan apa yang terjadi. Danu mengatakan ada kecelakaan di depan jalan, polisi masih sibuk menertibkan lalu lintas, tapi bukti sudah aman di tangan polisi.

Polisi sedang menghubungi polisi lain untuk mengurus lalu lintas akibat kecelakaan yang menyebabkan macet berkepanjangan. Jadi mungkin polisi akan datang sedikit terlambat.

Tapi, Sen. Gue liat Mahes sama anak buahnya gotong Gevano keluar dari ruangan, kita harus gimana?” ujar Danu dari seberang telepon.

“Sial! Pake ada kecelakaan segala, lo bujuk polisinya suruh cepat ke sini! Ada nyawa Gevano taruhannya! Pokoknya gue nggak mau tahu lo harus paksa polisinya nangkep Mahes sekarang!” berang Arsen dengan nada tinggi, kenapa semesta seakan menyulitkannya?

“Kita harus keluar sekarang, gue udah nggak mau sandiwara lagi sama Mahes, kita cegat Mahes ngelakuin hal bodoh!” Arsen kemudian mengajak semua orang untuk keluar dan berlari ke arah bendungan.

“Hal bodoh apa yang bakal dilakuin Mahes?” tanya Gavian.

“Mahes berencana nyeburin kembaran lo ke bendungan, Gav! Dia udah rencanain dari lama!”

“Bresngsek! Orang gila!” sungut Gavian yang nerlari lebih dulu menerjang gelapnya malam tanpa cahaya bulan sekalipun. Diikuti teman-temannya yang berlari tunggang-langgang sambil berdoa jika Mahes belum melakukan rencananya.

“Mahes! Berhenti, brengsek!” teriak Gavian ketika mendapati Mahes dan dua anak buahnya yang merangkul lengan kanan kiri Gevano.

Gavian melihat Gevano tidak berdaya dalam rangkulan anak buah Mahes, kembarannya itu tidak bergerak sama sekali. Banyak luka memar di wajah yang bisa dilihat meskipun cahaya minim. Karena ponsel Gavian dan teman-temannya ditinggal di mobil, mereka tidak bisa menyalakan lampu ponsel.

Pancaran cahaya dari lamu senter milik Mahes membuat Gavian melihat rupa kembarannya yang memprihatinkan.

“Kenapa lo lepasin mereka, Sen?!” bentak Mahes.

“Gue udah nggak mau sandiwara lagi, lepasin Gevano, lo udah gue laporin polisi!” sergap Arsen yang membuat perasaan Mahes mencelos sembari memastikan, “Gue nggak takut! Laporin aja, bokap gue bisa nyuap mereka lagi.”

“Bokap nyokap gue punya kuasa lebih besar dari bokap lo yang cuma direktur di salah satu perusahaan milik bokap gue! Lo salah nyari lawan, tolol!” Arsen mendecih, Mahes seakan lupa dengan semua yang terjadi sekarang.

“Lo khianatin gue?” tanya Mahes karena tidak terima kenapa Arsen yang selama ini membantunya demi melancarkan aksinya ternyata seorang penghianat.

“Apa bedanya sama lo yang khianatin gue di rencana terakhir? Terus yang lo lakuin sekarang, apa ini bukan bentuk penghianatan lo ke Gevano?” tanya Arsen yang membuat Mahes murka.

“Brengsek lo, Sen! Dasar muka dua!” teriak Mahes yang langsung disahuti Arsen, “Lo yang muka dua, bego! Di depan Gevano lo jadi temen deketnya yang selalu ngertiin dia, di belakang lo justru berniat untuk hilangin nyawanya? Waras, lo? Lo lebih pantes masuk rumah sakit jiwa dibandingkan penjara!”

“Lepasin Gevano!” berang Gavian yang sudah emosi dan hendak berlari ke arah Mahes yang berdiri di sekitar bebatuan besar di tepi bendungan.

“Selangkah lagi lo maju, anak buah gue bakal buang kembaran lo ke bendungan,” ancam Mahes yang membuat Gavian bingung harus bagaimana.

Semua teman-temannya juga tidak berani mengambil langkah terburu-buru karena keselamatan Gevano berada ditangan Mahes.

Gavian menjadi kesal sendiri, diam bukan solusi, dan bergerak juga bukan penyelesaian masalah, nyawa Gevano hanya satu dan jika Gavian bertindak tergesa-gesa, mungkin saja dirinya akan kehilangan kembarannya seperti apa yang ada di mimpinya.

Mimpi? Ah! Bahkan Gavian baru ingat tentang mimpi waktu itu, meskipun kejadiannya berbeda, tapi mimpi itu seakan mengantarkannya kepada kejadian malam ini. Gavian mengacak rambutnya frustasi, dia juga menangis, ketakutan terus menjalar di tubuhnya.

“Orang kayak Gevano nggak pantas hidup! Gevano selalu ngerebut apa yang gue mau dan bikin orang-orang lupa sama gue!”

~ bersambung ~

BORN AS TWINS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang