Kejadian kemarin membuat Gevano marah pada kembarannya. Dirinya hanya takut kembarannya semakin bengal dan akan lebih sulit dinasehati. Jika sudah menjadi anak yang nakal, pasti kehidupannya akan selalu dekat dengan perilaku menyimpang.
Tiba-tiba pesan masuk baru saja diterima oleh Gevano yang membuat dirinya bangkit dari kasur, karena ini hari libur jadi Gevano bisa sedikit rebahan setelah makan siang.
‘Gevano, temui Papa dan Mama di Sayang Keluarga Resto. Minta resepsionis dianter ke private space bilik tiga belas. Jangan ajak Gavian, jangan sampai Gavian tahu kamu pergi ketemu Papa dan Mama.’
Tentu saja Gevano merasa aneh, tidak biasanya orang tuanya memintanya untuk bertemu secara diam-diam tanpa memberitahu kembarannya.
Apakah orang tuanya hanya mampir sebentar lalu harus kembali lagi ke luar kota? Jika begitu, pantas saja Gavian tidak boleh tahu, dia akan kesal karena orang tuanya hanya singgah sebentar di sini.
Gevano segera bersiap, dirinya melewati Gavian yang sedang menonton televisi tanpa menoleh. Gevano sedikit lega karena mungkin Gavian akan mengira Gevano masih marah perihal kemarin, padahal Gevano hanya takut Gavian meminta ikut pergi.
Gavian yang merasa kembarannya masih diam dan pergi tanpa pamit membuat dirinya sadar kembarannya itu memang marah padanya.
Sampailah Gevano di Sayang Keluarga Resto, ia pergi ke meja resepsionis dan meminta diantarkan ke private space bilik tiga belas. Gevano jadi penasaran kenapa orang tuanya harus menemuinya secara diam-diam begini.
Bilik tiga belas terbuka, menampakkan sosok kedua orang tuanya yang duduk berdampingan lalu tersenyum setelah melihat anak sulung mereka masuk. Pelayan resto segera menutup bilik untuk memberi satu keluarga ini privasi seperti kategori tempat yang mereka pesan.
Resto ini memang sering menjadi tempat Gevano, Gavian, dan kedua orang tuanya menghabiskan waktu dengan makan dan minum serta menikmati pemandangan kolam ikan dan taman bunga yang ada di jendela.
Biasanya mereka makan di tempat terbuka, lain halnya sekarang orang tuanya memesan tempat yang lebih privasi.
“Kita makan dulu ya,” ajak Januar yang diangguki Gevano, sebenarnya dirinya ini sudah makan siang.
Namun, siapa yang akan menolak makan lagi ditambah makan bersama orang tua. Mereka bertiga banyak bercanda dan membicarakan tingkah konyol Gavian ketika masih kecil. Tentu saja, siapa yang tidak datang, pasti akan menjadi sasaran untuk menjadi topik pembicaraan.
“Dua hari lalu, Gavi habis sakit,” beritahu Gevano setelah menyudahi aktivitasnya.
“Kenapa nggak kabarin Papa atau Mama?” tanya Januar.
“Cuma demam sama masuk angin aja, Pa.”
“Anaknya masih susah minum obat?” tanya Erina.
“Makan juga tadinya nggak mau, tapi akhirnya mau dan minta disuapin Mbak An,” jawab Gevano.
“Dibilangin jangan nyusahin Mbak An,” ujar Erina.
“Terus, sekolah kalian gimana? Gavian nggak berantem lagi, kan?” tanya Januar yang membuat Gevano sedikit gugup.
“Aman, Pa. Semua terkendali.”
“Bagus kalau begitu, kalian berdua harus fokus sekolah biar masa depannya cerah,” sahut Januar.
Mereka akhirnya menyelesaikan makanan, sambil menunggu makanan yang masuk di tenggorokan turun ke lambung.Akhirnya Gevano bertanya apa dan tujuan orang tunya menyuruhnya datang tapi tanpa Gavian. Seketika raut wajah orang tuanya berubah, menjadi sedikit terkejut dan bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
BORN AS TWINS (END)
JugendliteraturDIPUBLIKASIKAN TANGGAL 9 JUNI 2024 Genre : Teen Fiction, Friendship, Twinbond Gevano dan Gavian terlahir sebagai anak kembar tentunya bukan tanpa alasan. Tuhan tidak mungkin salah memberikan keduanya takdir untuk terlahir sebagai anak kembar. Gevan...