6

944 81 9
                                    

Matanya yang lelah, kepalanya yang sudah pusing, jiwanya yang terombang ambing setelah melewati serangkaian Osce, ditambah fakta yang mengejutkan ketika baru saja ia tiba di Hambalang. Tiba tiba, setelah Rajif mengantarnya kembali pulang ke Hambalang dari kampusnya, Mayor Teddy sudah menyambutnya di depan pintu dan memintanya langsung masuk ke dalam ruang kerja Bapak yang sangat luas itu.

Ati membelalakkan kedua matanya melihat Kakek, Nenek, Papa, dan yang pasti Ibunya tengah menatapnya tajam melihat ke arahnya.

Kenapa Mas Rajif bohong ya bilang Ibu sudah balik?

Ati menghela napasnya, ada apa kali ini hingga kedua orang tuanya lengkap berada disini termasuk Neneknya?

Ati duduk berhadapan dengan kedua orang tuanya, disebelahnya ada Nenek, Ati juga duduk berdekatan dengan Kakek. Rasanya pasti ada hal yang tidak diinginkannya mengingat ia merasakan ada hawa mencekam dalam ruang kerja Kakeknya yang begitu klasik dan mengusung konsep desain elit jaman dulu.

"Gimana Oscenya?" Bukan Bapak yang bertanya, melainkan Ibunya.

Ati menggigit bibir bawahnya. "Lumayan bisa."

"Kenapa lumayan? Kemana semalam? Ibu sudah menelfon untuk pulang kan? Jangan jadi liar, Atizanesya." Tanya Ibunya dengan serangkaian ucapan yang menyakitinya.

Namun, Ati melihat Papanya langsung menghalangi Ibunya melontarkan kalimat pedas kepada anak perempuan satu satunya.

"Jawab pertanyaan Ibu." Tihtah Ibunya dengan raut wajah dinginnya.

"Sudah Inaya, jangan menekan cucu saya. Kamu selalu kelewatan dalam mendidik anak kamu. Kasihan." Bapak selalu menjadi garda terdepan cucu-cucunya. Saat itu juga, Inaya (Ibu Ati) bungkam.

Dulu, Ati selalu merasa dibuang oleh kedua orang tuanya karena menitipkannya bersama kedua Kakak kembarnya dengan Kakek sejak umur 4 tahun. Dulu, Ati selalu merasa ia tidak ada yang bisa melindunginya karena kedua orang tuanya yang lebih mementingkan pekerjaan dibanding dirinya. Dulu, Ati merasa hidupnya akan semakin berat karena dititipkan kepada Kakek. Dulu, ia takut dengan Bapak. Mendengar segala masa lalu dan kehidupan keras Bapak membuatnya semakin takut satu atap dengan Bapak.

Tapi ternyata, semua dugaan itu hanya ketakutannya saja. Faktanya, semenjak ia tinggal bersama Bapak dari usia 4 tahun, Bapak selalu memberikan banyak perhatian, selalu mewujudkan keinganan dan kebutuhannya, dukungan, kasih sayang, dan selalu menjadi garda terdepannya setiap ada manusia yang ingin menyakitinya.

Selain Vanessa dan kedua Kakak kembarnya, hanya Bapak yang akan selalu melindunginya dari panahan orang tuanya.

"Mbak Ati sudah makan?" Tanya Bapak kali ini.

Ati mengangguk. "Sudah, tadi diajak Mas Rajif makan dulu karena aku udah lemes banget keluar ruangan Osce."

"Sudah, lupakan semua ujian dan kerjaan yang kamu lakukan hari. Sudah hebat, mbak. Semoga hasilnya memuaskan ya." Lanjut Bapak, ia menepuk paha Ati untuk menguatkan cucunya.

"Iya Kakek, semoga." Ucap Ati ragu-ragu, ia menyadari tatapan intimidasi Ibunya yang tepat duduk didepannya.

"Kakek mau ngomong boleh?" Tanya Bapak.

"Boleh, Kakek mau ngomong apa?" Tanya Ati.

Bapak seperti berpikir sejenak, ia juga menghela napasnya untuk mempersiapkan diri menyampaikan beberapa hal yang mungkin akan menyakiti cucunya.

Midnight RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang