Episode 3: Kapan Kita Bahagia?

28 5 8
                                    

Ketika kamu berhenti melangkah, tolong tetap ingat kalau Tuhan tidak akan pernah meninggalkan hamba-Nya - Ezra Putra Kemenangan.

***

EZRA hanya melamun memerhatikan beberapa pengunjung yang memboyong keluarga mereka. Matanya jatuh pada satu keluarga yang tengah tertawa, hari ini sepertinya putri mereka ulang tahun. Ezra ingat betul ia yang membelikan kue ulang tahunnya sore tadi. Ia ikut senang melihat dan turut bahagia untuk keluarga harmonis itu.

Tuhan, Ezra juga ingin seperti gadis itu. Ingin merasakan kebahagiaan walaupun hanya sesaat. Rasanya ia sangat iri, kapan semua itu akan Ezra rasakan juga? Sayangnya, itu tidak akan pernah terjadi.

Karena tidak ingin larut dalam kesedihannya. Ezra memutuskan untuk kembali bekerja. Ia tahu batasannya di sini, ia hanya bekerja dan harus patuh pada aturan di kafe ini. Ezra tidak ingin merepotkan Gusti maupun Irgi lagi.

Pintu terbuka lebar, menunjukkan Pasha yang mendorong kursi rodanya dengan panik. Di belakangnya ada seorang wanita yang tampak kesal menatap ke arah Ezra dengan marah. Jelas, laki-laki itu tahu siapa wanita yang datang menghampirinya. Ia sudah menduga ini akan terjadi.

"Mana uang kontrakan?! Ini udah tanggal berapa, Ezra?!" Ibu kontrakan menagih uang sewa. "Jangan bilang uangnya belum ada, ya? Ayo mana?!"

Ezra menelan saliva, kenapa harus di situasi seperti ini sih? Ia malu, semua orang menatap ke arahnya.

"Maaf, Bu. Boleh kasih saya waktu lagi? Uangnya kemarin udah ada, tapi kepake karena urgent." Uangnya ia pakai untuk membeli obat Pasha. Walaupun Ezra memohon, sepertinya wanita itu tidak mau tahu.

"Saya nggak mau denger alasan kamu lagi! Ayo cepat bayar!"

Ezra menyuruh wanita itu untuk keluar dan mengikutinya. Sedangkan Pasha tetap di dalam karena tidak bisa melakukan apa pun.

"Bu, tolong saya. Saya janji bakal segera bayar. Tapi tolong kasih saya waktu lagi. Saya mohon." Seberapa banyak ia memohon pun, rasanya itu tidak akan berpengaruh.

"SAYA SUDAH KASIH KAMU WAKTU DUA BULAN INI! JANGAN BUAT SAYA MARAH YA!" teriak wanita itu menimbulkan keributan. "KEMASI BARANG-BARANG KALIAN DAN PERGI DARI KONTRAKAN SAYA MALAM INI JUGA! SAYA NGGAK MAU TAU!"

"Bu! Bu! Tolong saya, Bu!"

"Lepasin tangan saya! Kalau nggak punya duit jangan ngontrak! Tinggal dikolong jembatan sana!"

"JAGA BICARA ANDA!" Suara berat itu membuat Ezra membalikan tubuhnya.

Wanita itu menatap ke arah seorang pria yang berada di belakang Ezra, kemudian menghampirinya. "Jangan ikut campur dengan urusan saya!"

"Saya berhak andil. Tolong jaga kata-kata kotor Anda itu. Apakah Anda dulu bersekolah?"

Wanita itu tampak kesal, ia mengepalkan tangannya. "Siapa Anda, hah? Berani-beraninya membentak saya!"

Pria itu mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya, kemudian memperlihatkan kartu nama miliknya. Tunggu! Bukankah pria ini yang tadi bersama keluarganya merayakan ulang tahun putrinya?

"Perkenalkan, saya Jaksa Agung Pramudya Lesmana." Ezra membulatkan matanya. Bukankah pria ini ....

Wajah wanita itu pucat pasi, bukan hanya ia melainkan Ezra yang mendengarnya ikut terkejut. "Anda bisa dituntut karena pelanggaran Hak Asasi Manusia. Berdasarkan UU No.39 tahun 1999. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya."

"Sampai sini Ibu paham? Berapa tunggakan yang harus saya bayar?" Ezra kembali dikejutkan oleh ucapan pria yang sedang berdiri di sebelahnya ini.

"2-2,5 Jt," ucapnya gugup.

Untuk Abang: Surat Terakhir Dari Tuhan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang