Bab 2

28 20 4
                                    

SMA Satu Nusa akan mengadakan sparing basket melawan tim basket dari SMA Harapan Bangsa. Arunika dan Rania, yang keduanya menyukai olahraga basket, memutuskan untuk menonton pertandingan tersebut. Mereka berdua merasa antusias dan tidak sabar untuk mendukung tim basket sekolah mereka.

Dari tribun penonton, Arunika dapat melihat dengan jelas bagaimana pemain dari kedua tim melakukan pemanasan. Sesekali, Arunika ikut berteriak bersama siswa dari kedua sekolah yang menyemangati tim sekolahnya masing-masing.

Sorak sorai itu semakin menggila ketika kedua tim memasuki lapangan. Rania yang duduk di sebelahnya juga terlihat sangat antusias, bahkan berteriak begitu kencang.

"Arsa keren banget ya, Aru. Cowok sekeren dia cuman cocok sama cewek secantik gue. Benar, 'kan?" Rania bergumam pada Arunika. Netranya sama sekali tidak berpaling dari seorang lelaki yang sedang menggiring bola di tengah lapangan. Arunika hanya menanggapi dengan tertawa ringan.

Kini bola yang tadinya dikuasai Arsa direbut oleh seorang pemain lawan. Dengan lincahnya, lelaki itu melemparkan bola ke dalam ring dari luar garis tiga poin. Three point! Skor bertambah untuk tim lawan. Semua siswa SMA Harapan Bangsa yang ikut menyaksikan mulai berisik meneriaki nama pemain bertubuh jangkung itu. Sorak sorai dan dukungan yang begitu lantang terdengar dari tribun mereka

Arunika ikut tersenyum melihat antusiasme mereka, seolah ia ikut merasa bahagia. Ia kembali menoleh ke arah lapangan, tanpa sengaja tatapannya bertemu dengan Langit, lelaki yang berhasil menyumbang tiga poin untuk timnya. Langit tersenyum, netranya masih terpaku pada Arunika.

Arunika merasa sedikit terganggu dengan tatapan yang terus menerus dari lelaki itu. Ia sudah beberapa kali menangkap basah lelaki itu menatap dirinya. Langit melakukan itu setiap kali dirinya mencetak poin, seakan dia hanya bermain untuk memperlihatkan kebolehannya kepada Arunika.

"Cowok itu kenapa sih, aneh," gumam Arunika dalam hati.

Meskipun merasa sedikit terganggu, Arunika memutuskan untuk kembali fokus menyaksikan aksi para pemain

***

Pertandingan berakhir, kali ini SMA Harapan Bangsa harus mengakui kehebatan tim basket SMA Satu Nusa. Meskipun awalnya sempat tertinggal angka cukup jauh, tetapi pada akhirnya SMA Satu Nusa berhasil menyusul tim lawan dan memenangkan pertandingan dengan skor yang sangat ketat.

Para siswa mulai membubarkan diri, beberapa dari mereka masih ada yang nongkrong di sekitar area sekolah. Seusai pertandingan, Arunika dan Rania beranjak lalu berjalan menuju halte bus. Kali ini mereka tidak akan menaiki bus untuk pulang, melainkan kakak Rania yang akan menjemput mereka.

Selagi menunggu kedatangan kakak Rania, mereka berbincang-bincang mengenai pertandingan tadi. Obrolan mereka didominasi oleh Rania yang tak habis-habisnya menceritakan ketampanan dan kepiawaian Arsa. Lelaki tampan yang menjadi incaran hampir semua siswi sekolah mereka itu sudah mencuri hati Rania sejak pertama bertemu di masa orientasi.

Arunika tersenyum mendengarkan cerita-cerita Rania, sambil sesekali mengangguk-angguk menanggapi cerita-cerita yang mengalir begitu lancar dari mulut sahabatnya.

Arunika merasa iri karena Rania memiliki seseorang yang ia sukai. Sedangkan Arunika sendiri belum pernah merasakan cinta ataupun bertemu seseorang yang mampu membuat hatinya berdebar. Ia juga tidak terlalu mempedulikan hal itu.

Menurutnya, cinta adalah perasaan yang indah dan kuat, seperti bunga yang mekar dengan warna-warna yang mempesona. Namun, seperti halnya bunga yang akhirnya akan layu dan berguguran, cinta pun bisa pudar seiring berjalannya waktu. Arunika tidak mau dicintai hanya untuk ditinggalkan.

Di tengah perbincangan mereka, seseorang berteriak begitu kencang. "Hey, yang pakai cardigan kuning, Langit suka sama lo!"

Arunika dan Rania sontak menoleh ke arah sumber suara. Di sebuah warung kopi di seberang jalan, terdapat sekumpulan lelaki yang tertawa puas dan mendorong salah seorang temannya, yaitu Langit. Sementara Langit yang masih mengenakan jersey basketnya hanya bisa tertawa karena kelakuan temannya. Ia sekilas melirik Arunika. Ugh! Arunika muak dengan tatapan itu.

Rania menarik lengan Arunika dan bertanya, "Aru, apa mungkin yang mereka bilang itu lo? Lihat, lo pakai cardigan kuning, 'kan?"

Arunika hanya mengendikkan bahunya, tidak yakin apa yang harus ia katakan. Rasanya ia ingin sekali cepat-cepat pulang, karena kini sekelompok lelaki itu mulai berisik dan mengatakan bahwa lelaki bernama Sagara itu menyukainya.

"Biar gue yang nanya," ucap Rania. Ia hendak beranjak dan menghampiri sekelompok lelaki itu, tetapi Arunika menahannya.

"Ga usah, Ran. Mungkin mereka cuman iseng, ga usah diperpanjang."

Rania mengangguk dan kembali fokus pada ponselnya. Sementara itu, Arunika terdiam dan membenamkan diri dalam pikirannya sendiri.

Banyak pertanyaan yang muncul di kepalanya. Kenapa lelaki yang bernama Langit itu selalu menatapnya dengan tatapan aneh? Apa benar dia menyukainya seperti yang dikatakan temannya? Aruni juga merasa seperti pernah melihatnya sebelumnya, tapi ia tidak bisa mengingat kapan dan di mana.

Pikirannya terus menerawang, mencoba mengingat kembali kejadian-kejadian yang melibatkan Langit. Namun, semuanya masih samar dan tidak jelas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ARUNIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang