Bab 1

277 43 2
                                    

"Eh, gue mau jualan takjil deh bulan ramadhan ini, lumayan buat bayar kost nanti."

Jennie dan Irene saling pandang, lalu kompak menatap Rosie yang mengutarakan isi hatinya itu.

"Emangnya uang lo kurang berapa? Gue tambahin aja ya? Nanti gampang lah bayarnya, gak usah jualan jualan, capek tau," timpal Jennie yang sedang berbaring telentang di sofa panjang. Mereka sekarang berada di ruang tamu rumah Irene. Tadinya Irene dan Rosie mengerjakan tugas sedangkan Jennie yang berbeda jurusan dari keduanya hanya ikut saja.

Rosie menghela nafas nya, menatap kedua sahabatnya itu maklum. Keadaannya jauh berbeda dari kedua orang ini. Jelas keduanya tidak pernah merasakan titik dimana mereka harus berusaha untuk diri sendiri.

Irene adalah putri dari seorang perwira tinggi sementara ibunya seorang dokter. Jelaslah keluarganya begitu berada dan terhormat.

Dan Jennie, kedua orang tuanya adalah pengusaha terpandang di negeri ini. Jennie sendiri pun adalah seorang selebgram dengan lima ratus ribu pengikut.

Semetara dirinya, hanyalah mahasiswi beasiswa yang berasal dari kota kecil. Kedua orang tuanya hanya pedagang sayur di pasar.

Sampai saat ini Rosie kadang masih tidak percaya jika kedua orang ini adalah sahabatnya. Awalnya dia hanya berteman dengan Irene karena mereka satu prodi, lalu Irene mengenalkan Jennie yang mana keduanya sudah berteman sejak sekolah menengah. Mulai saat itu mereka bertiga berteman baik seiring berjalannya waktu pun hubungan pertemanan mereka semakin kuat.

"Guys, makasih banget udah perhatian sama gue. Tapi tekad gue udah bulat mau jualan takjil, tapi belum tau apa yang mau dijual. Rencananya sih yang budget nya kecil aja terus gak ribet," kata Rosie.

"Kalo gitu jualan es aja. Es sirop, es jeli, es cincau, gitu gitu lah. Kayaknya budgetnya kecil deh," saran Irene.

Rosie pun mulai mencatat bahan bahan untuk membuat aneka es seperti yang disebutkan Irene dan menghitung berapa modal yang harus ia siapkan. Irene juga ikut membantu mencarikan harga bahan bahan di market place.

Sementara Jennie? Gadis itu kini berubah posisi menjadi tiarap dengan pandangan fokus pada layar ponsel, entah apa yang ia perhatikan disana.

"Eh, eh, anjir. Crush gue bikin story!" Jennie yang diam tiba tiba heboh sendiri. Irene dan Rosie saling pandang, lalu ide jahil terlintas di kepala Irene.

"Baca bismillah dulu Jen, siapa tau dia post foto pacarnya," kata Irene sambil terkekeh. Jennie dengan kesal mendorong tubuh Irene hingga gadis cantik itu terhuyung.

"Diem ya lo! Jangan bikin gue overthinking deh. Gue disuruh baca basmalah, ngaco." Jennie bergumam kesal. Ia menegakkan tubuhnya, menghembuskan napas keras, ia harus menyiapkan mentalnya untuk sekedar melihat story crush nya. Ia membuka story itu sambil memejamkan matanya, Rosie dan Irene kompak menertawakan Jennie.

Merasa sudah membuka story crush nya, Jennie malah menjauhkan ponselnya dan memberikannya pada Rosie "Duh, Ocie, tolong dong aduh aduh spoiler dia story apaan anjir, gue gamau liat!!" Jennie berteriak histeris.

Rosie dan Irene pun membaca isi story itu, sekuat mungkin menahan tawa mereka. "aduh, parah sih Jen." Rosie membuka suaranya menakuti Jennie.

Jennie seketika merengek, "ihhh~ apa? Takut banget tolong." Jennie bergerak gelisah menutup wajahnya dengan bantal sofa.

Rosie tertawa puas karena berhasil mengerjai Jennie. "Engga, gue bercanda doang. Aman kok, dia cuman ngeluh sesuatu. Liat deh," katanya meyakinkan Jennie.

"Dia ngeluh kenapa pacarnya gak bales chat, Jen." Irene menyahut. Jennie mendengus, mana mungkin crush nya mengeluh hal seperti itu di instastory. Berbekal kepercayaan nya pada Rosie, Jennie memberanikan diri melihat sendiri apa isi story crush nya.

Sweet Like Fruit Ice [JenLisa Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang