"Kak Diana, kok gak bilang mau kesini?" Dengan suara serak khas bangun tidur, Lisa bertanya pada sosok di depannya. Ia membuka pintu lebih lebar mempersilahkan Diana masuk.
"Padahal aku udah chat kamu, loh. Kamu aja kali yang gak buka HP," ujar Diana. Ia lalu menyerahkan dua kantong plastik besar yang dibawanya pada Lisa.
"Apa nih, kak?" Lisa mengucek matanya agar bisa melihat lebih jelas isinya—ternyata bahan makanan instan dan aneka minuman.
"Oh... Makasih, kak. Berapa semuanya?"
"Ini... Dari ayah kamu," jawab Diana.
"Dia kemarin sempat minta aku buat nemenin belanja sembako buat karyawannya, kan bentar lagi lebaran. Nah, sekalian beliin kamu juga," jelasnya.
"Kenapa minta temenin kak Diana? Istri nya itu mana?" Tanya Lisa spontan.
Diana lantas mendelik tajam. "Lisa..."
"Nanya doang, aelah," kata Lisa berdecak sebal.
"Mbak Tina kan baru aja lahiran, makanya bang Marlo minta ditemenin sama aku. Kamu udah jenguk belum?" Kening Lisa mengernyit bingung.
"Aku aja baru tau sekarang. Males ah. Lagian mereka juga gak ngarep aku jenguk, buktinya aku gak dikabarin. Ya walaupun gak penting juga bagi aku, sih. Jadi yaudah, pura pura gak tau aja." Lisa mengedikkan bahu tak acuh.
Diana menghela napas lelah, menatap Lisa nanar. "Setidaknya… kamu inisiatif. Bukan gak ngabarin, mungkin belum. Ayahmu juga sibuk. Jadi, kamu yang harus—"
"Gak mau,” potong Lisa lugas.
Diana pun tersulut emosi. "Lisa! Jangan kayak anak kecil, deh! Masa harus disuruh dulu?"
Lisa lantas meringis kesal. "Kalo aku bilang enggak, ya enggak! Apa sih? Baru bangun tidur udah dibikin badmood, ck!” Lisa menggerutu kesal. Ia pergi ke kamar mandi dan menutup pintunya kencang.
Diana reflek memegangi dadanya terkejut, lalu mengusap wajahnya kasar. Ia terduduk di sudut ranjang sembari menatap cemas pintu kamar mandi yang tertutup rapat.
Lisa menghela nafas kasar, mengusap wajahnya dengan handuk lalu mematut dirinya di cermin.
"Baru bangun tidur udah dibikin kesel, ah, tai." Lisa menggerutu sambil sibuk mengoleskan sunscreen di wajahnya. Ia berencana untuk pergi keluar setelah ini. Dirinya tidak ingin berada di situasi canggung dengan Diana karena kejadian tadi.
Diana langsung bangkit kala pintu kamar mandi terbuka, menampakkan Lisa dengan wajah yang lebih segar namun masih dengan raut wajahnya yang kesal.
"Lisa, soal yang tadi, aku—"
"Iya, dimaafin." Lisa menyela dengan cuek. Ia mengambil topi dan menyemprotkan parfum ke seluruh tubuhnya.
"Kamu mau kemana?" Diana langsung memegangi lengan Lisa sesaat keponakannya itu beranjak pergi.
"Mau keluar, nyari angin. Sendirian." Lisa menatap Diana tajam lalu menghentak pelan genggaman tangan yang menahan nya. Lisa melengos begitu saja melewati Diana.
Tangan yang hendak membuka pintu itu terhenti sejenak, Lisa menoleh sekilas pada Diana.
"Jangan lupa kunci pintu kalau mau pulang, taro kunci nya di bawah keset. Jangan sampai ada yang liat." Pesannya sebelum benar benar pergi, meninggalkan Diana sendiri di kamarnya.
Lisa berjalan tanpa tujuan pasti, sampai langkahnya terhenti di depan sebuah gang yang merupakan jalan pintas menuju Pasar Ramadhan yang biasa ia kunjungi. Tanpa pikir panjang, Lisa pun berbelok kesana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Like Fruit Ice [JenLisa Fanfiction]
FanficCerita ini mengandung unsur LGBT, GXG/WLW!! mohon bijak dalam memilih bacaan. Kisah ini dimulai dari sesuatu yang manis dan menyegarkan, Es buah! Our love story sweet and softly. Like fruit ice and smoothie. Maybe sometimes it's bitter But we c...