Aku terkejut ketika mengetahui bahwa aku diterima di perusahaan jasa ekspor impor. Padahal diriku belum lulus dari Universitas. Baru saja mengerjakan skripsi yang belum juga selesai. Tapi tuntutan ekonomi membuatku harus melamar pekerjaan, demi bisa membiayai kuliah dan hidupku. Papa seorang pensiunan TN-AD, kasihan kalau harus dibebani biaya kuliah. Sementara Mama adalah Ibu rumah tangga yang kesehatannya menurun.
Hari pertama di kantor, aku mencoba berbaur dengan teman-teman sekantor. Diriku yang paling muda di kantor cabang ini. Mbak Erni, bagian keuangan kantor yang kebetulan duduk di sebelah cubicle-ku menyapaku tanpa memandangku. Dirinya duduk dengan anggun dan badan tegak sambil tetap menatap layar komputer.
"Sari," panggilnya. Aku menoleh kearahnya dan tersenyum.
"Iya mbak?" tanyaku.
"Kamu kan baru pertama kali kerja. Fokus dengan pekerjaanmu saja, nggak usah ikut gap-gap segala ya, nggak baik." katanya. Aku mengangguk pelan. Entah apa yang dia maksud, karena aku tidak melihat ada sebuah gap di kantor ini.Kemudian Sony,seorang operasional pelabuhan datang dengan motornya. Ia langsung menghampiriku. Bau keringatnya bercampur dengan parfum murah. Ia mengambil sebuah kursi dan duduk disampingku.
"Sari, tolong buatin invoice, packing list, sekalian ini draft PIB (Pemberitahuan Impor Barang) di cek. Cepetan ya!" perintahnya. Aku terpana. Bukannya aku melamar sebagai Customer Service perusahaan, tapi kenapa pekerjaan administrasi begini dilimpahkan kepadaku. Tapi aku tidak bisa protes. Dikantor ini hanya ada segelintir orang: Branch Manager, 2 sales, 2 operasional, 1 keuangan, 1 customer service dan 1 admin. Tidak jarang mereka melakukan pekerjaan multi tasking. Makanya aku tidak boleh protes kalau tidak ingin di cap sebagai anak manja. Tetapi membuat dan menyiapkan dokumen-dokumen impor ini benar-benar hal baru bagiku, buat anak kuliah yang awalnya mager dan suka menunda pekerjaan. Aku hanya terpaku menatap layar komputer. Duuh, bagaimana ini, memang tadi pagi sudah ditraining, tapi pegawai baru seperti dirinya seharusnya mendapat training 1 minggu, bukannya langsung terjun bebas di pekerjaan!
Aku melirik Sony dari sudut mataku. Setengah kesal tetapi menggerutu tidak akan bisa selesai.
"Sariiiii, udah selesai beluuum...cepetan kapalnya mau closing.." seru Sony.
"iya..iya sabar kenapa sih," jawabku kesal. Aku menarik napas panjang. Masalahnya, dia tidak begitu mahir dwngan excel. Perusahaan ini tampaknya senang memberikan kesempatan bagi fresh graduate (meskipun dirinya belum lulus kuliah), karena punya keinginan kuat untuk belajar dn bisa diarahkan. Akhirnya setelah 1 jam mengetik, mencetak dokumen, memeriksanya sekali lagi, ia menyerahkan dokumen itu kepada Sony."Makasih adekku," jawabnya sambil tertawa.
"aku bukan adekmu ..!" jawabku ketus.Aku menghempaskan tubuh di sandaran kursi. Meminum teh tang sudaah disuguhkan mas Tomo, operasional sekaligus merangkap cleaning service. Rasanya sangat manis, tidak cocok dilidahku yang pecinta kopi pahit. Tapi dilarang protes, karena ditengah kesibukan, mas Tomo masih sempat menyiapkan teh untuk seisi kantor.
Beberapa bulan telah aku lalui di perusahaan ini. Kantor ini pusatnya di Jakarta, memiliki cabang di Bandung dan Surabaya. Pak Arman pemiliknya, menjadi ketua agency beberapa forwarding dari seluruh dunia. Aku sebagai karyawan baru, semangat masih menggebu-gebu. Berusaha untuk mendapatkan buyer sendiru dengan mencari-cari informasi di internet. Kemudian masuklah email dari Pak Arman :
"Dear Sari,
saya menghargai semangatmu untuk mencari sendiri customer baru demi kepentingan perusahaan ini. Tetapi bagaikan bayi yang baru saja lahir di dunia ini, perlu belajar tengkurap, duduk, merangkak, berjalan, kemudian berlari. Sama seperti bayi, kamu tidak bisa serta merta langsung berlari, kamu akan jatuh. Nikmati proses belajarmu dan tetaplah semangat!best regards,
Arman"Aku terhenyak. Berusaha meresapi semua perkataannya. Baiklah, mungkin ada benarnya. Menyiapkan dokumen ekspor impor saja masih sering salah. Pernah suatu hari aku langsung mengambil langkah tanpa persetujuan pak Har, branch manager-ku. Ketika ada seorang customer meminta di-booking-kan 2 container, tanpa persetujuan aku langsung mengirim shipping instruction ke sebuah perusahaan shipping. Padahal perbedaan harga dengan container yang biasa dipakai perusahaanku sebesar USD 50. Yah, USD 50 x 2 adalah sebesar USD 100. Pak Rida, marketing di Jakarta langsung menelponku.
"Okelah ..anggap ini biaya belajarmu USD 100 yang dibiayai perusahaan. Lain kali saya nggak mau ini kejadian lagi. Namanya keledai kalau kamu melakukan kesalahan yang sama!" suara Pak Rida menggelegar di ujung telpon.
YOU ARE READING
be tough
Romansaberkisah tentang seorang corporate secretary di perusahaan asing yang bertahan dengan drama kehidupan, pertemanan dan percintaan.