7. Menutup Rahasia

72 5 0
                                    

Malu sudah muka Carissa saat ini. Astaga ... jantungnya lagi-lagi berdegup sangat kencang. 

"Kau duluan saja," ucapnya membuat Carissa melirik, sekilas. 

Ia menghembuskan napas terlebih dahulu, mendadak tenggorokannya kering saja. 

"Maaf." Akhirnya hanya itu yang keluar dari bibir Carissa. 

Carissa memalingkan muka. Mengingat akan sikapnya yang sedikit keterlaluan membuat ia benar-benar malu. Apalagi sekarang di hadapkan dengan sosok yang asli, jauh dari kepura-puraan membuat ia semakin canggung saja. 

Selain merasa bersalah, ia juga merasa insecure pada pria di depannya ini. Zavier pria yang sangat tampan, tubuhnya ideal untuk kalangan laki-laki yang memiliki porsi amat menawan. Alisnya tebal, matanya lentik, hidung mancung, bibir tipis, ah, jangan lupakan pada lengannya yang kekar, sungguh! Terlihat seksi secara bersamaan. 

Sekarang Carissa benar-benar menyesal telah berhadapan dengan pria itu. Harusnya ia pergi saja saat itu daripada tahu yang sebenarnya, yang mana ia sadar kalau ia adalah perempuan yang tidak ada apa-apanya.

Perempuan gendut, cupu dan jelek sepertinya seharusnya tidak bertemu dengan pria ith. Justru seharusnya ia bersembunyi agar tak lupa bagaimana caranya sadar diri! 

Namun bepikir seperti itu pun sudah tidak ada gunanya. Tidak apa, setelah ini ia akan menjauh dari hadapannya. Ya, ia akan pergi dan tidak akan menemuinya kembali. Menjaga rahasianya kemudian pergi sejauh mungkin. 

"Maaf telah berperasangka buruk terhadapmu tadi. Ku kira kamu ...." Carissa kembali bersuara, namun kemudian menggantung ucapannya. 

"Tidak apa, semua orang mengira aku seperti itu," balas Zavier. Pria itu menyandarkan punggungnya ke kursi, tangannya masih setia bersedekap dada, namun berbeda pada matanya. Pria itu menatap lekat Carissa dari depan sini. 

"Bagaimana tadi?" Mengingat akan kejadian pagi tadi tak memungkinkan Zavier diam. 

Carissa memberanikan diri dalam menatap Zavier, perempuan itu tampak berkaca-kaca. 

"Kau benar-benar diusir oleh keluargamu sendiri?" tanya Zavier tak percaya. "hah, keluarga macam apa mereka?" ucapnya sendiri. 

"Tidak, bukan seperti itu ...." Carissa langsung menyahut. Perempuan itu menggeleng. 

"Sudah jelas kau tak lagi dianggap anak sama mereka, tapi kau masih membelanya?" tanya Zavier masih tidak percaya. Sedang Carissa mengepalkan sebelah tangannya. Teringat kembali atas kejadian bertemu Bianca. Ya, ia marah tersebab itu, bukan pada Ayahnya. 

"Aku difitnah, dan hal itu membuat Ayah marah. Tentu saja dia marah, siapa pula Ayah yang tak marah ketika melihat putrinya bermalam dengan pria asing? Yang mana dianggap preman?" tanya Carissa sedikit panjang lebar. Baru kali ini ia sedikit bicara dengan kalimat panjang, biasanya ia hanya mengatakan seadanya. 

"Tetap saja. Sebesar apapun kesalahan anaknya, mereka pasti akan memaafkannya. Tapi apa? Kau bahkan dicap sudah mati, apa itu wajar?" Carissa benar-benar menunduk, perempuan itu tak membuka suara. 

"Nyatanya Ayahmu sudah melepas tanggung jawabnya!" 

Ucapan Zavier membuat Carissa mendongak. Matanya berkaca-kaca. Bagaimana menjelaskan bahwa Fathur memang sudah lepas dari tanggung jawab kepada dirinya. Pria itu bukanlah Ayah kandungnya, melainkan dirinya yang diadopsi oleh mereka. 

"Dan tunanganmu?" Zavier kembali membuka suara, membuat Carissa lagi-lagi dibuat bungkam. 

"Kau tidak ingin membalas padanya? Setelah apa yang dia lakukan, kau tidak ingin membalas dendam?"

ZAVIERIS ( On going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang