2. Ada Untungnya

103 15 8
                                    

“Bajingan kecil, dia kira dia siapa berani ngumpatin gue begitu? Masih bocah tapi mulut-nya tajem banget, kayak nggak pernah makan bangku sekolahan aja,”celoteh Navier yang masih merasa kesal.

Mengingat remaja sekolahan yang telah ia tabrak beberapa saat lalu.

Kini, ia sudah tiba dikampus-nya, tanpa memperdulikan kelas-nya hari ini, Navier memilih membolos dirooftop fakultas bisnis.

“Dibantu nggak mau, orang minta maaf nggak mau juga, mau-nya apa? Pengen banget gue pites,”kesal-nya lagi.

Lalu merubah posisi berbaring-nya dibangku persegi panjang rooftop menjadi terduduk tegap.

Tangan-nya bergerak merongoh saku celana bahan yang ia kenakan.

Navier mengeluar-kan sekotak rokok favorite-nya.

Hingga sebatang rokok berhasil tersemat dibilah bibir tipis-nya.

Menghebus asap itu dari bibir-nya, hingga mengempul didepan wajah tampan-nya.

“Tapi sial-nya muka-nya cakep cok,”kata-nya lagi.

Kala mengingat kembali wajah remaja yang ia tabrak itu.

“Muka siapa? Baru kali ini gue denger seorang Navier Aldekara muji orang,”celetuk sebuah suara berat.

Tanpa menoleh-pun Navier tahu, jika itu adalah teman-nya, Zenaka Farhan nama-nya.

Salah satu teman dekat-nya selain Tero.

“Bolos lo?”

Navier berbalik tanya, tanpa membalas pertanyaan Zenaka.

“Nggak, kelas gue baru kelar,”

Dibalas oh panjang oleh Navier.

“Jadi muka siapa yang lo bilang cakep? Terus ini, kenapa lo nggak kekelas, bukan-nya lo ada kelas pagi hari ini?”

Pertanyaan bertubi-tubi yang Zenaka layang-kan mendapatkan tatapan malas dari Navier, yang mood-nya sedang campur aduk itu.

“Muka bocah SMA, telat gue, bangun kesiangan,”sahut-nya malas-malassan.

Zenaka menggernyit-kan alis-nya heran.

“Siapa? Tumbenan lo, biasa-nya tepat waktu kalau ada kelas pagi,”

“Kepo lo Zen kek dora,”

“Bangsat Nav, gue serius,”umpat Zenaka merasa kesal dengan teman-nya ini.

“Adalah pokok-nya, gue kesiangan karena nge-game bareng sama si Tero semalam, udah stop nanya-nanya, gue lagi males ngomong,”

Menghisap lagi rokok-nya, Navier kembali diam menatap lurus kedepan.

“Aneh lo, jangan-jangan lo suka bocah SMA yang lo bilang cakep itu, anjir seorang Navier Aldekara selera-nya berondong, mampus! Kelas lo hari ini dosen killer?

Mendengar celoteh Zenaka, membuat telinga Navier terasa panas seketika.

“Sialan lo Zen! Mana ada gue suka sama bocah SMA kurang ajar yang baru gue temuin! Kocak banget hidup gue, ya terus kenapa? Mau dia dosen killer, apa kek, terserah, nggak takut gue,”sungut Navier menggebu-gebu.

Zenaka terkekeh tanpa dosa disamping-nya.

“Ternyata baru ketemu, berarti kalau lo sama tuh bocah ketemu lagi nama-nya takdir Nav, iya dah, cucu yang punya apa yang ditakutin?”

Baru saja Navier hendak menerbitkan senyuman menawan-nya, ia urung-kan kembali kala mendengar ucapan Zenaka.

“Takdir mata lo buta! Kalau-pun iya, takdir gue pasti bukan dia, amit-amit gue, nggak mau cepat tua kalau punya pasangan kayak dia,”

𝑫𝑬𝑺𝑻𝑰𝑵𝒀 [LOCAL VERS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang