Durhaka

88 0 0
                                    

"Dasar anak bodoh!," teriak ayahnya. Sementara ibunya hanya menangis mendengar cerita Milky.

"Mama nggak menyangka Junar tega menyakitimu," ucap ibunya melihat tanda kebiruan di lengan dan leher Milky.

"Sebagai sesama pria. Percayalah, itu hal terakhir yang ingin dia lakukan. Sebelum menghakimi, seharusnya kamu intropeksi, Mil. Kenapa Junar bisa sampai seperti itu," ucap ayahnya.

"Papa benar, Mil. Coba pikirkan baik-baik. Kamu sudah lama mengenal Junar, sementara dengan Gian baru sebentar. Tentu saja masih terasa indah, tapi lama-lama apa kamu yakin kamu cocok dengannya? Apalagi perbedaan umur kalian 17 tahun. Ya, ampun! Bukalah matamu, Mil! Dia bisa menjadi ayahmu. Kamu lebih cocok dengan Junar! Persiapan nikah kalian juga sudah mulai rampung. Apa kata orang-orang nanti?," nasihat ibunya panjang lebar.

"Maaf, ma, pa. Aku tahu aku salah telah membatalkan pernikahan ini, pasti banyak yang akan terluka. Tapi aku mencintai Gian, aku tidak bisa membohongi perasaanku sendiri," ucap Milky merasa bersalah sekaligus kecewa karena orang tuanya tidak mendukungnya.

"Milky, jangan naif! Pria itu pasti sudah mencuci otakmu dengan rayuan-rayuannya. Kamu masih muda dan lugu, sedangkan dia cukup umur dan mungkin sudah pengalaman dalam hal ini. Dia hanya membodohimu. Sadarlah!," ucap ayahnya.

"Dia tidak seperti yang papa bilang! Papa sok tahu!," bela Milky.

Muka ayahnya memerah karena marah, bahkan sekarang anak perempuan kesayangannya berani melawan.

"Kamu! Siapa yang mengajarimu kurang ajar? Pria itu hah?," tanya ayahnya sambil menunjuk-nunjuk wajah Milky.

"Sepertinya pria itu membawa pengaruh buruk untukmu," tambah ibunya.

"Pria itu namanya Gian! Aku hanya tidak suka mama papa berpikiran jelek tentangnya. Kalian bahkan tidak tahu cerita Gian. Dia...," ucap Milky menceritakan masa lalu Gian, berharap kedua orang tuanya mengerti.

"Jadi, dia menjual cerita sedihnya untuk simpatimu. Sudah kutebak," ucap ayahnya.

"Papa!," ucap Milky kecewa. Sia-sia dia menjelaskan daritadi. Milky pun memandang ibunya yang juga sama, hanya menunduk geleng-geleng.

"Tetap saja, Mil. Bukan kewajibanmu untuk membahagiakan Gian sekarang," ucap ibunya.

"Itukah yang kalian tangkap dari ceritaku tadi?," tanya Milky.

"Cukup!," teriak ayahnya berjalan mendekati Milky.

"Pa...," panggil Stella takut kalau suaminya khilaf dan bertindak agresif pada putri mereka.

"Kalau sampai kamu memilih pria itu, maka jangan anggap kami orang tuamu lagi, mengerti?!," ucap ayahnya menggelegar di depan wajah Milky.

Milky melotot tidak percaya atas kalimat ayahnya. Saat itu ponsel ibunya berbunyi. Ibunya sempat mengecek.

"Ini mamanya Junar telefon, gimana? Pasti dia sudah dengar kabar ini," tanya ibunya panik.

"Angkat saja! Katakan pernikahan tetap berjalan seperti biasa. Sini biar aku yang bicara," ucap ayahnya.

Milky terkejut, pernikahan tetap berjalan? Ia hendak protes, tapi melihat ayah ibunya sudah menerima panggilan telefon itu rasanya percuma. Dengan langkah gontai, Milky permisi dan menuju ke kamarnya.

Di kamarnya, Milky menangis tersedu-sedu. Kenapa jadi begini? Ia bisa memahami reaksi Junar yang marah dan kecewa, tapi kenapa kedua orang tuanya juga tidak mendukungnya? Milky jadi merasa asing dengan ayah dan ibunya sendiri.

Milky mengeceek ponselnya, ada pesan dari Gian.

Gian
Tiketmu sudah kupesan, Mil. Besok pagi aku akan menjemputmu. Istirahatlah malam ini.

Milky tersenyum membaca pesan dari Gian. Hatinya terasa hangat. Ia sudah memutuskan ikut dengan Gian, apalagi setelah kejadian hari ini dengan Junar dan kedua orang tuanya.

"Nothing's left for me here," lirih Milky. Ia segera duduk di meja dan menulis surat untuk kedua orang tuanya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kisah Nyata MilkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang