Hero

35 2 0
                                    

Setelah memberi selamat kepada keduanya Hyunjin segera pergi dari aula, atau bahkan hotel tempat pernikahan Minho dan Jisung berlangsung. Rasa sakit hati yang mendera hatinya sudah tidak terbendung lagi. Air mata yang telah susah payah dia tahan, akhirnya luruh juga. Dia berjalan dengan cepat, ingin cepat pergi dari tempat itu. Tapi tubuhnya hampir saja terhempas jika tidak ada tangan yang menariknya.

"Hwang Hyunjin?" Hyunjin menatap orang yang masih memeluknya dengan mata buram penuh air mata. Tampaknya dia masih belum menangkap siapa orang ini.

"Kamu lupa? Christopher Bang. Kakak kelas waktu SMA."

Lelaki itu masih menunggu respon yang akan diberikan oleh Hyunjin, sedangkan yang ditunggu masih terdiam. Otaknya benar-benar tidak berjalan. Rasa sakit hatinya masih mendominasi membuatnya tidak dapat berpikir.

"Bangchan? Kapten sepak bola, ingat?"
Hyunjin mengangguk, terus tanpa sadar dia mengeratkan pelukannya dan menangis di dada lelaki bernama Bangchan itu. Bangchan membalas pelukannya dan menepuknya pelan, mencoba menenangkan yang sedang menangis.

***
Disinilah keduanya sekarang. Duduk di kursi taman sayap kiri hotel yang tengah sepi. Hening melingkupi keduanya. Bangchan membiarkan Hyunjin melegakan perasaannya setelah menangis. Sedangkan Hyunjin merasa sangat malu sekarang, dia menangis seperti bocah di pelukan kakak kelasnya yang bahkan dia lupakan namanya tadi. Dia bingung harus bagaimana.

"Sorry, udah buat baju kakak kotor dan jadi manusia ngga jelas yang tiba-tiba nangis." Ucap Hyunjin pada akhirnya.

"It's okay. Sekarang udah tenang?" Hyunjin mengangguk pelan. Bangchan tersenyum, mengusap kepala Hyunjin lembut. "Everything will be fine. You deserve someone better than them." Tangannya tidak berhenti mengelus kepala yang muda.

"Kakak mau ke?"

"Iya pernikahan Han Jisung," Ya keduanya bertemu di dekat lift di lantai tempat aula pernikahan Jisung membuat Bangchan mengerti arah pertanyaan Hyunjin, yang sedang menahan air matanya lagi untuk tidak menangis. Dia tidak tahu permasalahan utamanya. Tapi ketika menangis tadi Hyunjin terus menyebut mereka berdua jahat, jadi sudah bisa dipastikan Hyunjin merasa tersakiti oleh keduanya.

"Mau pulang? Khusus hari ini aku jadi sopir kamu."

"Ngga usah kak, aku makin ngga enak sama kakak." Wajah Hyunjin memelas.

"Aku maksa. Sebagai ganti rugi bajuku kotor karena ingus kamu," Ucap Chan serius. Hyunjin akhirnya menuruti kata Chan.

***
Suasana rumah makan agak ramai, karena ini malam minggu. Beruntungnya Hyunjin dan Chan masih dapat tempat duduk. Iya mereka berdua mampir ke tempat makan untuk mengisi perut. Karena Chan mendengar suara perut Hyunjin yang berbunyi sekaligus dia juga belum makan sejak sarapannya tadi pagi. Maka dia menawarkan untuk mampir makan dulu. Dan Hyunjin mengiyakan dengan syarat dia yang mentraktir. Akhirnya keduanya tengah duduk berhadapan di kursi restoran jepang ini.

Dua porsi kari sudah dihidangkan di depan keduanya. Sambil menikmati makanan, keduanya membicarakan masa lalu saat SMA.

"Ihh aku inget banget waktu pertama kali aku join tim sepak bola. Kakak marah-marah terus ke aku." Hyunjin menodongkan sendoknya kearah Chan.

"Kamu jelek mainnya waktu itu," Jawab Chan tetap menyuapkan nasi.

"Katanya ngga papa join, nanti belajar bareng. Jadi wajar dong aku ngga bisa, niatnya kan mau belajar." Ucapnya tidak terima.

"Tapi kamu bener-bener ngga bisa main, bahkan dasarnya kamu sama sekali ngga bisa. Aku sampe pusing ngajarin kamu. Untung kamu lucu kalau engga udah aku jewer waktu itu,"

Hyunjin mengerucutkan bibirnya. Dia ngga separah itu kok.

"Tapi begitu kamu dapat pelatihan, keliatan banget kamu berbakat. Hebat juga sering menang lomba." Puji Chan.

"Itu karena tim kita solid kak," Elak Hyunjin.

"Tapi kamu yang selalu bawa kemenangan buat sekolah kita. Andai kamu ngga cidera waktu itu, kamu pasti dah jadi kapten gantiin aku yang harus fokus ujian akhir." Aku Chan yang baru diketahui Hyunjin.

Obrolan keduanya terus berlanjut, mengenang masa-masa sekolah dulu. Setidaknya itu membuat Hyunjin sedikit melupakan rasa sakit yang telah disimpan beberapa bulan ini. Walau tidak sepenuhnya sirna, Hyunjin mensyukurinya.

"Makasih ya kak udah nganterin aku pulang." Ucap Hyunjin begitu mereka sampai di depan rumah yang lebih muda.

"Makasih juga traktirannya. Kapan-kapan kita main lagi, aku yang traktir. Ntar aku kabarin ya?"

Hyunjin mengangguk mengizinkan Chan melakukan apa yang dia ucapkan.

"Yaudah aku balik ya" Chan memasuki mobil dan melambai sebelum mobilnya melaju pelan. Dia melihat kearah spion Hyunjin sedang membalas lambaiannya. Hingga dia berbelok keluar dari gang perumahan, Hyunjin sudah tidak terlihat lagi.

Untitled LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang