CHAPTER 01

321 22 2
                                    

Cw : Mengandung Banyak Majas
Terutama (Metafora & Personifikasi)

️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ Malam ini langit tampak begitu kelabu, kepulan awan-awan pekat tengah bergelantungan lekat memenuhi kanvas langit, sedang sang rembulan bahkan terlihat begitu ketakutan kini, hingga ia pilih tuk bersembuny...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ Malam ini langit tampak begitu kelabu, kepulan awan-awan pekat tengah bergelantungan lekat memenuhi kanvas langit, sedang sang rembulan bahkan terlihat begitu ketakutan kini, hingga ia pilih tuk bersembunyi di balik awan bersama ribuan anak-anak bintang yang turut serta merasakan guncangan hebat, saat menyaksikan betapa kejamnya cara semesta ini bekerja.

Sang bumi tengah gelisah, namun air matanya tak berani ia linangkan, bahkan walaupun daksanya juga kesakitan setengah mati ia kan menahannya, hanya demi tak dicemooh semesta.

“Mama, El gak suka di sini. El takut sama anjing-anjing yang jaga di luar mah. Kapan kita pulang? El kangen Uti” Tutur sangwira pada satu-satunya pelitanya di semesta ini.

Laki-laki manis yang hampir berkepala empat yang tengah dilontari pertanyaan itu spontan tersenyum hangat meskipun dengan cara sedikit paksa, ia pun menatap sangwira dengan tatapan lembutnya yang begitu teduh, seraya mengusap lembut rambut hitam legamnya.

“Kita kan baru sampe kemarin El. Jangan rewel dulu ya, mama harus kerja” Ucapnya, coba beri pengertian pada sangwira yang selalu menjadi kekuatannya untuk tetap bertahan hidup di dunia yang kejam ini.

Sangwira hendak kembali layangkan protes namun pintu kamar yang mereka tempati sudah lebih dulu di ketuk, yang lantas tak lama berselang sosok wanita dewasa dengan wajah yang terlihat lebam itu, sebab make-up yang diaplikasikan di wajahnya tampak sangat tebal namun sangat senada dengan pakaian merah terangnya yang kurang bahan, wanita itu pun langsung masuk tanpa ucap permisi terlebih dahulu.

“Kalo sudah, langsung keluar. Anak kamu bakal tetep aman kok di sini”. Usai laki-laki manis itu menganggukkan kepalanya dengan patuh wanita dewasa itu pun segera keluar dari ruangan itu, hingga hadirkan ribuan kesimpulan buruk di benak sangwira.

“Mama …” Dengan susah payah laki-laki cantik itu menahan air matanya agar tak berlinang saat ia kembali menatap netra sangwira.

Sangwira telah dapatkan usia delapan belas tahunnya Minggu lalu, bohong jika ia tidak paham situasi saat ini, hingga sangwira itu pun pilih langsung rengkuh erat tubuh ringkih pelitanya.

“Mama jangan …” Hanya kalimat itu yang sanggup sangwira tuturkan, ia memeluk erat tubuh sang pelita dengan ketakutan besar, lisannya tak mampu gumamkan rengekan, wajahnya terkubur utuh di perut pelitanya yang duduk di ranjang tepat disebelahnya, dan meskipun netra sangwira sudah terpejam begitu erat namun air matanya masih sanggup mengalir deras tanpa hambatan.

“El … jangan gini ya nak. Mama harus kerja”

Jangan pergi. Jangan kerja. Jangan lakukan ini. Jangan, intinya jangan.

TUBEROSA | HEEREUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang