Satu tahun kemudian.
"I'm so sorry to inform that you have brain tumor, Mr. Zachary," ucap dokter.
"What? Are you sure?," tanya Milky kaget. Sedangkan Gian hanya diam.
"If you're looking on MRI result here....," sang dokter menjelaskan lebih mendetail pada Milky dan Gian.
Mereka berdua keluar dari rumah sakit dalam keheningan. Milky masih syok mendengar penjelasan dokter. Menurut dokter, kanker otak yang diderita Gian sudah di stadium 3. Bisa dicoba kemoterapi, namun kemungkinan kanker kembali akan ada. Milky juga kaget mendengar efek samping dari kemoterapi, salah satunya hilang ingatan.
"Pantas kamu suka mengeluh sakit kepala dan mulai pelupa akhir-akhir ini. Aku sudah bilang untuk cek ke rumah sakit. Kenapa tidak mau dengar? Sudah pingsan seperti ini baru mau. Lihat hasilnya!," omel Milky saat mereka sudah sampai di rumah.
Gian menghela nafas mendengar omelan istrinya, tapi memang salahnya juga. Ia sendiri mulai merasakan keanehan pada tubuhnya beberapa bulan ini. Kepala dan tulang punggungnya sering merasa sakit saat bekerja. Gian pikir hanya tifus dan cukup istirahat saja. Namun, puncaknya hari ini ketika ia sedang menyiapkan sarapan. Kepalanya terasa sangat sakit dan ia pun jatuh pingsan.
"Maafkan aku. Aku akan menjalani kemoterapi," ucap Gian.
"Aku keberatan! Kamu... kamu tidak akan sanggup!," ucap Milky. Gian hanya diam dan memandangnya heran.
Sejujurnya Milky hanya tidak ingin melihat Gian melemah, Milky sudah pernah melihat fisik orang-orang yang melalui kemoterapi. Terlihat lemah dan menyedihkan. Milky tidak ingin Gian menjadi seperti itu. Di mata Milky, Gian adalah sosok pria yang kuat dan gagah. Milky tidak ingin merubah image Gian di matanya, walau ia merasa egois. Apalagi membayangkan kemungkinan terburuk jika Gian lupa akan dirinya.
"Tidak, tidak!," teriak Milky.
"Milky, tenanglah," ucap Gian menarik Milky ke pelukannya. Gian merasakan tubuh Milky bergetar dan menangis.
"Apa yang kamu pikirkan? Katakan padaku," tanya Gian.
"Efek samping kemoterapinya... bagaimana kalau kamu... tidak ingat padaku?," balas Milky.
Jadi begitu, pikir Gian. Gian pun memandang ke arah mata Milky.
"Mil, aku bukan Tuhan. Aku tidak bisa janji jika aku tidak akan hilang ingatan setelah kemoterapi, tapi..."
Milky menunggu apa yang akan diucapkan oleh Gian.
"Kalau aku tidak bisa mengenalimu nanti, aku mengerti jika kamu pergi. Jangan merasa bersalah," tanya Gian.
Kalimat Gian seakan menampar Milky. Milky bisa menyadari kegelisahan Gian walau pria itu terlihat biasa saja. Gian pasti takut Milky meninggalkannya!
Oh, Gian, pikir Milky.
Milky tahu, hanya karena Gian melupakannya nanti bukan berarti hubungan mereka putus begitu saja. Milky akan membantu Gian mengingat kenangan-kenangan mereka berdua.
Gian yang melihat Milky diam saja, kemudian lanjut berkata.
"Tapi kalau kamu tidak setuju aku menjalani kemoterapi tidak apa-apa, Mil. Hidupku sudah kuserahkan untukmu. Aku akan menuruti segala keinginanmu."
Bisa-bisanya Gian mengatakan hal yang romantis di saat-saat seperti ini, pikir Milky.
"Hei, apa kamu sedang merayuku?," tanya Milky.
"Tidak."
"Coba katakan sekali lagi."
"Yang mana?"
"Yang terakhir."
"Aku akan menuruti segala keinginanmu?"
"Kalimat sebelumnya."
"Hidupku sudah kuserahkan untukmu?"
"Iya, itu juga. Coba katakan sekali lagi semuanya."
"Hidupku sudah kuserahkan untukmu. Aku akan menuruti segala keinginanmu."
Milky tersenyum dan pipinya merona. Padahal Gian tidak bermaksud merayu. Gian reflek mencium Milky.
Mereka berciuman lembut dan hangat, hingga Gian mendengar isakan Milky dan menghentikan ciuman mereka. Gian melihat Milky menangis dan menghiburnya.
"Tidak apa-apa, Mil. Aku akan baik-baik saja," ucap Gian memeluk Milky.
"You better be! Aku tidak bisa hidup tanpamu, Gian!," ucap Milky sambil menangis dan memeluk erat Gian.
"Iya," ucap Gian mengangguk dan membelai-belai punggung Milky.
...
Beberapa hari setelah berbagai pertimbangan. Milky dan Gian pun memutuskan mendaftarkan Gian untuk program kemoterapi.
"Do you have insurance?," tanya petugas rumah sakit.
"Yes," jawab Milky.
"Do you want to be organ donor?"
Apa-apaan petugas ini? Belum apa-apa sudah disuruh donor organ. Tidak sopan sekali! Pikir Milky.
"No," jawab Milky.
"Yes," jawab Gian di sebelahnya.
Milky menoleh dan melotot pada Gian.
"Gian, kamu sudah gila? Untuk apa jadi pasien donor organ?"
"Tidak apa-apa, Mil. Itu memang keinginanku. It's okay, I want to be organ donor," ucap Gian pada Milky dan petugasnya.
"Good choice, sir! Many people will get helped with this donor program..," ucap petugas itu sumringah.
Milky mendengus tak suka. Setelah proses pendaftaran selesai, Milky ngambek. Ia mendiamkan Gian.
"Mil?," panggil Gian. Milky tidak menyahut.
"Maafkan aku. Aku hanya ingin menolong orang seandainya..."
"Berhenti bicara begitu! Kamu tidak akan mati!," ucap Milky tidak sanggup membayangkan jika Gian pergi.
Suasana hati Milky sedang kacau. Semakin Gian bicara semakin Milky bete. Lebih baik aku diam saja, pikir Gian.
Namun kemarahan Milky menguap begitu saja ketika melihat Gian mencukur rambutnya di rumah untuk persiapan kemoterapi.
"Biar kubantu," ucap Milky.
"Thanks," balas Gian.
Sepanjang mencukur, Milky berusaha menahan air matanya melihat rambut Gian jatuh ke lantai. Kenapa Giannya yang tampan harus mengalami ini? Pikir Milky.
"Mil, kamu baik-baik saja?," tanya Gian yang peka.
"Ya, kurasa tidak perlu dicukur habis. Begini saja, kamu terlihat lebih tampan," ucap Milky tersenyum sambil melihat tampilan Gian di cermin.
"Not bad," balas Gian ikut tersenyum melihat dirinya di cermin.
"Aku ambil sapu dulu untuk membereskan ini. Kamu minum obat dan istirahat saja."
"Oke."
Milky buru-buru keluar kamar untuk mengambil sapu, namun sebenarnya Milky sedang mencari tempat untuk menangis. Ia tidak ingin menangis di depan Gian karena Gian pasti ikut sedih.
Kini Milky sedang menangis sendirian di gudang, hingga terdengar suara pintu gudang diketuk.
"Mil, kamu tidak apa-apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Nyata Milky
ChickLitApa jadinya seorang ratu tanpa raja? Tanpa raja, ratu bukanlah siapa-siapa. Rumah adalah orang, bukan tempat. Cinta segitiga antara Milky, Gian dan Junar.