Gawat, Gian! Milky buru-buru menghapus air matanya dan membuka pintu gudang yang dikuncinya tadi.
"Tidak apa-apa, Gian. Kenapa?," tanya Milky berusaha normal.
"Aku punya firasat kamu sedang menangis."
"Apa? Aku tidak menangis!"
"Kenapa matamu merah?"
"Kena debu."
Mantan CEO seperti Gian mana mungkin tertipu begitu, Gian merasa geli ingin tertawa. Namun, ia memutuskan untuk pura-pura tidak tahu saja seperti yang Milky mau. Kayaknya dia malu, pikir Gian.
"Oke kalau gitu," ucap Gian berjalan kembali ke kamar. Disusul dengan Milky yang sibuk membawa sapu.
Gian mengernyit ketika melihat Milky menyapu. Milky terlihat kaku.
"Bagaimana kamu menyapunya?," tanya Gian.
"Hah?"
Gian langsung berinisiatif berdiri di belakang Milky dan mengarahkan tangan Milky dengan tangannya.
"Begini caranya menyapu, sayang. Kamu belum pernah?," tanya Gian.
"Belum."
Gian tidak heran karena Milky adalah tuan putri sejak lahir. Setidaknya hari ini Gian mengajarkan sesuatu yang berguna. Muka Milky memerah malu karena belum pernah menyapu.
"Kamu tahu, Mil? Kita bisa melalui ini. Kamu wanita yang kuat, aku tahu kamu bisa," bisik Gian.
"Hmm... maksudmu soal menyapu ini kan?"
Gian tersenyum. Sebenarnya maksudnya adalah penyakit Gian, tapi ia biarkan Milky berpikir seperti itu. Gian tetap menuntun Milky membersihkan hingga helaian rambut terakhir di lantai.
"Akhirnya selesai! Aku bisa!," teriak Milky senang. Memang hanya menyapu, tapi ini pertama kalinya ia mencoba.
"Aku bangga padamu," bisik Gian sambil mencium pipi Milky.
"Kamu yang mengajariku, terima kasih," balas Milky.
Milky dan Gian saling memandang. Posisi mereka masih dalam keadaan Milky membelakangi Gian dan Gian memeluknya erat. Bibir mereka semakin mendekat dan semakin menempel.
"Hmm...mmm..mmm," desah Milky.
Terdengar suara mengecap antar mereka berdua. Gian memainkan lidahnya dalam-dalam selama lima menit.
Milky melepaskan ciuman itu dan memandang sayu pada Gian.
"Gian."
"Hmm?"
"Mari kita pergi jalan-jalan bersama sebelum jadwal kemoterapimu minggu depan," ucap Milky.
"Kamu mau kemana?"
"Kemana saja bersamamu, ke tempat sepi berdua saja," bisik Milky sambil merangkul leher Gian yang terlihat sedang berpikir.
"Mau camping?, tanya Gian.
Mata Milky langsung berbinar dan mengangguk. Milky takut tidak punya kesempatan lagi bersama Gian.
...
Minggu itu Milky dan Gian berkemah bersama di hutan. Milky cukup salut pada kemampuan Gian menelusuri hutan. Walau Milky tahu ada kalanya Gian merasa kepalanya sakit, tapi Gian tidak sekalipun mengeluh.
Kini mereka berdua berada dalam tenda di tengah hutan. Saling memandang satu sama lain.
"Apa masakanku berhasil?," tanya Milky.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Nyata Milky
ChickLitApa jadinya seorang ratu tanpa raja? Tanpa raja, ratu bukanlah siapa-siapa. Rumah adalah orang, bukan tempat. Cinta segitiga antara Milky, Gian dan Junar.