Bel istirahat belum lama berdering. Semua orang berhamburan keluar kelas, sementara aku akhirnya menemukan ketenangan untuk 15 menit ke depan. Dengan Instagram di tangan dan sandwich untuk bahan kunyahan, gak ada yang bisa menandingi kedamaian ini. Renyah suara gelak tawa dan canda yang bersahutan di luar sana kuanggap sebagai background noise semata.
Di tengah keasyikan tenggelam dalam duniaku sendiri, tiba-tiba pintu kelas terbuka, diikuti langkah kaki yang berderap tergesa. Aroma parfum khas paduan citrus yang kuat dan sedikit jejak floral itu langsung memburu menyergap hidungku saat si empunya mendaratkan bokongnya di kursi sebelahku.
"Jangan sekarang, Irga. Gue lagi sibuk," gumamku sambil tetap mengunyah. Aku gak berniat untuk mengalihkan pandangan dari feed Instagram di layar ponselku.
"Rude!" Kesiapnya dengan gaya flamboyan yang khas. "Lu punya waktu buat scrolling IG, tapi gak punya waktu buat gue?"
Aku pun terpaksa mematikan ponselku dan meletakkannya di meja. Aku tahu, kalau bocah ini gak diladeni, bisa panjang ceritanya. "Tuh, udah. Sekarang lu mau apa ke sini?"
"Ih, kok lu langsung menuduh gitu sih? Emang gak boleh ya kalo gue berniat baik untuk traktir sahabat gue yang baik dan ganteng ini?"
Aku menyilangkan tangan dan memicingkan tatapan gak percaya ke arah bocah bawel ini.
"Oke, oke, fine! Ya, gue emang desperate banget butuh bantuan lu," bisiknya frustrasi dengan wajah memelas. "Buat bimbel Matematika!"
"Lah, bukannya lu sekarang ikut les privat?" Aku mengernyitkan dahi penasaran.
"Naah... itu dia masalahnya, Dit. Gue beneran butuh banget bantuan lu buat ikutan les privat itu bareng gue!" Irga mendengus gelisah sambil mengacak-acak rambutnya, seolah-olah lagi menghadapi bencana besar. "Masalahnya bukan di pelajarannya, Dit. Tapi gurunya itu, lho. Beneran kayak patung Dewa Yunani yang bernapas! Tinggi, gagah, dan suaranya yang berat itu... Uughhh... setiap kali dia ngomong, kayaknya gunung es di kutub utara sana meleleh dibuatnya!"
Mendengar ocehan Irga yang mendiskripsikan si guru dengan semangat 45 itu, sontak ketawaku meluncur bebas. "Ha...ha...ha... Paham gue sekarang. Jadi ceritanya lu naksir berat nih, sama doi? Naksir apa horny?"
"Dua-duanya, Dit. He's too damn hot!" Pekiknya tertahan dengan muka memerah kayak udang rebus. "Terus, ngapain lu ngajakin gue gabung? Biar horny bareng, gitu?" Ledekku sambil menahan tawa.
[***]
Setelah berhasil menebas kepadatan lalu lintas, akhirnya kami tiba di depan rumah yang kami tuju. Saat keluar dari mobil, kami langsung disambut hamparan taman hijau yang tertata rapi. Keren juga rumahnya, pikirku. Teduh dan nyaman, kontras dengan panas dan sumpeknya polusi ibu kota.
Aku berjalan mengikuti Irga yang udah gak sabar ngeloyor menyerbu teras rumah guru idolanya. Irga mengetuk pintu beberapa kali, dan di setiap ketukannya, jantungku berdebar dipenuhi rasa penasaran dengan sosok si guru 'ganteng' ini. Dan ketika pintunya terbuka lebar, begitu juga dengan mataku yang terbelalak. Aku mendadak terpaku, gak percaya dengan apa yang kulihat.
Dia yang tegap menjulang di balik pintu terlihat sangat familier dengan kaus hijaunya yang bersimbah keringat dan celana training abu-abu. Fuck!
[***]
Penasaran dengan cerita lengkapnya? Silakan beli dan nikmati di KaryaKarsa atau Lynk.id. Semua link ada di kolom komentar ya (karena link di badan cerita tidak bisa di-klik). Selamat menikmati dan selamat berfantasi! 😈
KAMU SEDANG MEMBACA
Adit Series
عاطفيةDiawali oleh kekaguman fisik semata, Adit menemukan dirinya terperangkap dalam labirin emosi dan dilema asmara yang rumit dengan Vito, calon suami kakaknya. Dalam cerita gay romance yang memikat ini, perang batin Adit terus bergelora, dihadapkan den...