Pemuda Asing

49 0 0
                                    

Sayangnya, semakin hari tubuh Gian semakin melemah. Dalam sebulan kondisi Gian menurun drastis. Sekarang Gian bernafas dengan ventilator setelah sebelumnya sempat gagal jantung dua kali.

Milky terus mendampingi dan mengurusi Gian, bahkan Milky sampai tidak sempat mengurusi dirinya sendiri. Setiap hari bolak-balik rumah sakit. Sekar dan Zion adalah saksinya.

"Milky, jalan-jalan, yuk!," ajak Sekar, karena Milky sudah beberapa hari ini tidak keluar kamar menemani Gian. Milky terlihat semakin kurus dan pucat.

"Nggak, Sekar. Aku harus temani Gian."

"Kamu sudah menemaninya dari kemarin, Mil. Sekali-sekali jalan tidak ada salahnya, biar jadi lebih semangat."

"Yeah, Mil. You should go. I can take care of Gian for a few hours," tambah Zion.

"Tapi..." Milky masih ragu, namun tangannya disentuh oleh Gian. Milky pun menoleh.

"Gian, kamu sudah bangun? Kamu butuh apa?," tanya Milky, namun Gian hanya mengangguk memberi tanda Milky untuk pergi.

Dengan berat hati, Milky terpaksa menuruti keinginan Gian. Ia pun bersiap-siap ganti baju dan dandan. Sebelum pergi, Milky pamit pada Gian.

"Janji jangan pergi saat aku tidak ada," ucap Milky sedikit bergetar pada Gian yang sekarat. Gian pun mengangguk.

Milky terpaksa pergi sebelum Gian melihatnya menangis lagi. Tadinya Milky masih berpikir positif kalau Gian akan bertahan lama, namun melihat kondisinya sekarang Milky agak pesimis.

...

Di taman kota.

"Kayaknya kita sudah harus kembali," ucap Milky.

"Hah? Kita kan baru sebentar?," tanya Sekar kaget.

"Tapi aku khawatir pada Gian. Gimana kalau dia kesakitan, haus atau butuh ke toilet?"

"Kan ada Zion. Kamu harus santai sedikit, Mil. Aku yakin Gian juga inginkan hal yang sama."

Milky teringat bayangan Gian tadi yang menyuruhnya pergi. Melihat Milky hanya diam, Sekar pun bersuara lagi.

"Ya sudah. Setelah beli minuman boba kita pulang, deh. Kamu tunggu disini, ya."

Milky hanya mengangguk. Saat sendirian, Milky baru memperhatikan sekelilingnya. Keadaan taman kota cukup ramai dengan keceriaan orang-orang. Cuaca cerah, sinar matahari bersinar terang. Namun, hal itu tidak mengembalikan mood Milky. Ia merasa hampa.

Tanpa sadar, Milky berjalan ke sudut sepi. Ia melihat sosok pria dengan kacamata hitam dan tongkat sedang duduk sendirian di kursi. Milky seperti mengenalinya. Ah, pemuda yang waktu itu di rumah sakit? Milky mendekati dan menyapanya.

"Hei, kenapa kamu sendirian disini?," tanpa sadar Milky bertanya seperti itu karena khawatir. Pemuda itu sedikit kaget.

"Arisa?," tanya pemuda itu.

"Bukan," jawab Milky. Siapa Arisa? Milky bertanya dalam hati.

"Oh, maaf. Kupikir orang yang kukenal. Kamu orang Indonesia juga?"

"Iya, kamu sedang apa disini sendirian?"

".... menjauhi keramaian, di tengah taman terlalu berisik."

"Sendirian? Tapi keadaanmu..." Milky berhenti bicara, takut menyinggung pemuda itu.

"Kelihatan jelas ya?"

Milky langsung merasa tidak enak.

"Eh, bu..bukan begitu. Aku... pernah melihatmu di rumah sakit waktu itu. Jadi..."

"Ooh..," entah kenapa pemuda itu merasa lega ketika wanita di depannya ini sudah tahu keadaannya.

Mereka berdua sama-sama hening.

"Kamu sendiri kenapa kemari?," tanya pemuda itu membuka percakapan lagi.

Milky jadi teringat Gian dan bersedih.

"Kamu masih disini?," tanya pemuda itu karena tidak ada jawaban.

"Eh, i..iya. Maaf, aku cuma teringat sesuatu."

"Kamu terdengar sedih?," ucap pemuda itu mendengar suara wanita yang bergetar menahan tangis.

"Aku... memikirkan suamiku, ia terkena kanker otak stadium akhir. Aku... cuma nggak bisa membayangkan hidup tanpanya," ucap Milky sambil menahan tangis sebisa mungkin.

"Maaf, aku ikut prihatin."

"Nggak apa. Maaf membuatmu mendengar cerita sedih."

"Nggak apa-apa. Jujur saja, aku juga lagi sedih. Tapi mendengar ceritamu, kayaknya kesedihanku nggak ada apa-apanya."

"Benarkah?," tanya Milky. Pemuda itu mengangguk.

"Mataku nggak bisa melihat lagi, dunia seakan kiamat. Aku terus bertanya-tanya pada Tuhan 'kenapa harus aku?' Tapi sekarang aku sadar, aku masih punya tangan dan kaki yang lengkap, anggota tubuhku yang lain pun masih sehat. Aku punya keluarga yang mendukungku. Aku tidak boleh egois dan menyerah begitu saja."

Milky yang mendengar pemuda itu bercerita jadi ikut senang dan tersenyum. Pemuda ini sudah berbeda dari yang ia lihat waktu itu ketika pemuda itu penuh rasa keputusasaan. Sekarang semangat pemuda ini seperti menular ke Milky. Milky pun reflek memeluknya.

"Terima kasih," ucap Milky memeluknya. Pemuda itu hanya terdiam kaget tiba-tiba dipeluk. Ia bisa merasakan hangat tubuh wanita itu.

"Ceritamu bikin aku sadar kalau dalam kegelapan selalu ada cahaya," tambah Milky.

"Ehm..." pemuda itu salah tingkah karena Milky masih memeluknya. Milky yang sadar pun langsung melepas pelukan.

"Maaf, reflek. Aku harus pulang. Kamu bagaimana?," tanya Milky khawatir melihatnya sendirian.

"Aku tunggu adikku disini. Dia sedang beli minuman boba."

Minuman boba? Milky jadi teringat Sekar. Astaga! Dia pasti sedang mencariku, pikir Milky.

"Aku harus pergi. Janji kamu akan baik-baik saja?"

"Ya, kamu juga?"

"Iya, bye!," ucap Milky sebelum pergi sambil berlari kecil melewati seorang wanita yang membawa dua gelas minuman.

"Tunggu! Siapa namamu?," teriak pemuda itu lupa bertanya tadi, tapi sepertinya wanita itu keburu pergi.

"Kak, siapa dia?," tanya wanita yang membawa minuman.

"Nggak tahu, aku baru ketemu dengannya tadi. Dia orang Indonesia juga."

"Oh ya?"

Pemuda itu tidak membalas apapun, ia hanya teringat kata-kata wanita tadi.

"Dalam kegelapan selalu ada cahaya."

Entah kenapa hal itu sangat menyentuh hatinya. Semoga suatu hari bertemu lagi, pikir pemuda itu.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kisah Nyata MilkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang