Sudah seminggu sejak kepergian Gian. Milky merasa sangat kesepian di rumah hingga ia membutuhkan bantuan obat untuk tidur.
Milky melirik guci hitam berisi abu Gian yang terpampang di lemari. Milky dan Gian sudah pernah membicarakan tentang kematian saat Gian masih hidup. Saat itu Gian hanya ingin agar Milky bersiap untuk kemungkinan terburuk.
Tidak disangka, hari terburuk itu datang juga. Takdir tidak peduli dengan harapan dan pikiran positif Milky. Nasib sudah ditentukan.
Sekar mendekati Milky yang terlihat melamun dan sedih.
"Kamu tidak apa-apa?," tanya Sekar lembut sambil mengusap pundak Milky.
"Gian sudah pergi, kuharap ini hanya mimpi," ucap Milky menangis.
"Oh, Mil," balas Sekar langsung memeluk Milky. Sekar membiarkan Milky menangis di pelukannya sebentar.
"Kamu harus kuat seperti yang Gian bilang, dia percaya padamu," ucap Sekar.
Milky pun teringat ucapan Gian padanya, 'kamu pasti bisa.'
"Iya, Sekar. Aku harus kuat, aku harus melanjutkan hidup. Nggak boleh gini terus," ucap Milky sambil menghapus air matanya.
Milky merasa ia tidak boleh terpuruk lagi seperti saat kehilangan anak. Saat itu ada Gian yang menopangnya. Sekarang? Milky harus bangkit sendiri.
"Lalu rencanamu sekarang apa?," tanya Sekar.
"Aku...," Milky memandang sekelilingnya, rumah Gian dan segala kenangannya.
"Aku akan jual rumah ini. Uangnya akan kupakai untukku mulai hidup baru di tempat lain. Mungkin... sebagiannya akan kusisihkan untukmu, Sekar."
"Hah, tidak usah. Aku tidak berhak," balas Sekar merasa tidak enak, dia kan hanya asisten rumah tangga disana.
"Kamu berhak, kok. Kamu kan sudah lama setia bekerja dengan keluarga Gian. Gian juga sudah berpesan padaku untuk membaginya."
"Gian bilang begitu?," tanya Sekar. Bosnya baik sekali, pikir Sekar terharu.
"Iya, banyak yang harus kubereskan sekarang," ucap Milky.
"Aku bersedia membantu apapun. Katakan saja."
"Terima kasih, Sekar."
...
Sebulan kemudian.
Rumahnya sudah laku. Milky memang sengaja menjual cepat dengan segala perabotannya. Tinggal sendirian tanpa Gian di rumah sebesar bisa membuatnya gila. Milky baru mengerti kenapa Gian dulu pindah ke Indonesia setelah Aliondra dan ibunya meninggal.
Milky memandangi kamarnya sekali lagi, tempat ia banyak menghabiskan waktu bercinta bersama Gian. Lemari Gian sudah kosong, seluruh pakaiannya sudah didonasikan. Walau rasanya berat, selama beberapa malam Milky harus tidur dengan memeluk bantal yang dipakaikan baju Gian.
Sebuah kotak peninggalan ayah Gian berisi foto dan album juga ditinggal. Masalahnya, bawaan Milky sudah banyak sekali. Ia membawa tiga koper berisi pakaian, surat penting dan barang-barang berharga lainnya. Milky akan pergi meninggalkan tempat ini untuk selamanya.
"Selamat tinggal," gumam Milky sedih pada tempat penuh kenangan itu.
Milky menuju ke mobil sambil membawa guci berisi abu Gian. Ditempatkannya di kursi penumpang direkat dengan sabuk pengaman.
"Kita akan jalan-jalan bersama untuk terakhir kalinya, sayang," ucap Milky sambil mencium guci abu Gian.
"Milky," panggil Sekar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Nyata Milky
ChickLitApa jadinya seorang ratu tanpa raja? Tanpa raja, ratu bukanlah siapa-siapa. Rumah adalah orang, bukan tempat. Cinta segitiga antara Milky, Gian dan Junar.