Hari yang berat

174 23 2
                                        

Warning!

Mengandung adegan kekerasan. 

Mohon bijak dalam membaca suatu karya, dan jangan langsung menyimpulkan sesuatu!

Selamat membaca...

***

Langit gelap yang luas, ditemani gemintang dan rembulan. Cahaya remang yang terlihat menawan, diikuti desau angin malam. Formasi gemintang yang menakjubkan, begitu banyak jumlahnya mungkin hingga ribuan. Kelap-kelip cahayanya, membuat malam tak akan terasa membosankan.

Ice baru saja pulang dari Les bahasa Inggris nya, hari yang baginya cukup melahkan. Motornya terparkir rapi di garasi, lengkap dengan helm yang tak pernah ia pindahkan. Langkah Ice perlahan menuju pintu utama, dengan tangan menenteng sebuah plastik berisi cemilan dan bungkusan nasi.

Wajahnya sekusut baju yang belum disetrika. Tatapan matanya terlihat lelah dengan binar yang meredup. Langkahnya seperti seseorang yang baru kehilangan kerjaan. Tubuhnya remuk karena belajar seharian tanpa mengisi stamina tambahan.

Ice berdiri dihadapan pintu rumahnya dengan secercah harapan yang mungkin akan pupus detik itu juga. Kenop pintu rumahnya perlahan ia putar, dalam hati ia bersyukur. Beruntung sang ibu tak menguncinya karena pulang terlambat. Ya, sebenarnya ia terlambat satu jam lebih dari jam biasanya. Hal itu dikarenakan keterlambatan sang guru yang kebetulan punya urusan mendadak, selain itu di jalan tadi ia juga kehabisan bensin.

"Dari mana kamu?" Tanya seseorang yang amat dikenali nya, nada suaranya dingin. Suaranya terdengar dekat walau menyatu dalam kegelapan. Ice menghela nafas pelan, ia menutup pintu lantas berjalan menyalakan saklar lampu.

Ruangan yang awalnya gelap gulita kini seterang pagi hari. Lampu ruangan tersebut menyala terang, menyinari sosok sang ibu yang duduk di sofa dengan bersedekap dada.  Tatapan matanya tajam menusuk, berusaha mengulik informasi sekali pandang.

Ice berbalik kembali untuk meletakkan sepatunya di rak, kemudian berjalan menuju kamarnya yang berada di sebelah kiri. "Darimana kamu, hah?!" Tanya Rina dengan nada sedikit geram. Ice berhenti "Les" jawabnya singkat tanpa perlu menatap wajah sang ibu.

Ice kembali melanjutkan langkahnya, malas menanggapi Rina setelah melewati hari sialnya. Disisi Rina berbeda, ia yang melihat sang anak mengacuhkannya mendengus kesal. Tanpa berniat memanggil, ia bergegas mendekat lantas menahan lengan Ice dengan kasar.

"KAMU MULAI BERANI, YA! " Bentak Rina seraya menghempaskan tubuh Ice kasar. Remaja itu meringis pelan, tubuhnya yang sudah kelelahan selama seharian beraktivitas tanpa istirahat ditambah dengan hantaman barusan membuatnya tak bisa berkutik.

Rina sudah naik pitam melihat kelakuan sang anak yang punya attitude yang buruk. Dengan kasar ia menarik tubuh Ice agar bisa duduk, walaupun nampak nya sosok itu enggan.

"MANA SOPAN SANTUN MU, HAH?! SUDAH PULANG LARUT, TAK PUNYA ATTITUDE LAGI!"



'Plak!'



Telapak tangan itu berhasil mendarat di pipi kanannya, meninggalkan sensasi panas yang menyakitkan. Wajahnya tertoleh saking kerasnya sang ibu memukul. Bulir-bulir bening tampak menghiasi ujung pelupuk matanya. Sedangkan Rina masih dipenuhi emosi yang membelenggu. Deru nafasnya tak beraturan, menandakan emosi yang amat besar di dadanya.

Diary IceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang