[4] 4 PILAR

63 10 0
                                    

Happy reading

“Gimana sih rasanya punya orang tua?” - Jenggala Tanubrata.


Lagi-lagi pemuda berwajah datar dengan marga Gumantara itu memandang pantulan dirinya, yang terlihat menyedihkan di cermin kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lagi-lagi pemuda berwajah datar dengan marga Gumantara itu memandang pantulan dirinya, yang terlihat menyedihkan di cermin kamarnya. Cukup lama ia berdiam di posisi itu, hingga pandangannya tertuju ke arah pantulan meja belajarnya yang terdapat berbagai macam jenis buku dan obat-obatan di atasnya.

Tangan kanannya segera meraih beberapa obat di sana, mengeluarkan isinya dan meminumnya secara bersamaan, di bantu dengan seteguk air putih agar obat itu cepat masuk ke lambungnya.

Matanya tertutup. Merasakan berbagai macam jenis kapsul, yang dominan berwarna putih bulat, masuk melalui kerongkongannya.

Saat ini pikiran pemuda kelahiran Agustus itu tertuju pada, percakapan dokter pribadinya dan kedua orangtuanya saat konsultasi beberapa jam yang lalu.

Flashback.

“Keadaan Astaya belum juga membaik pak, Bu. Dan saya rasa— malah semakin memburuk” ucap dokter yang menangani Asa.

“Apa anak saya masih bisa sembuh dok?” tanya Zena was-was.

“Semoga Bu. Saya akan berusaha berikan yang terbaik untuk anak ibu dan bapak, saya minta doanya saja yah Bu, pak”

Zena tampak mengangguk pasrah mendengar ucapan dokter pribadi sang anak, sedangkan Waksa— ayah Asa, hanya diam tanpa sedikitpun reaksi yang ia berikan.

“Kalau begitu kami permisi dulu dok” pamit Zena, dan diangguki oleh dokter wanita itu.

Setelah mereka keluar dari ruangan sang dokter, tiba-tiba Waksa mencengkeram kedua pundak Asa, yang sedari tadi juga diam di sebelahnya. Matanya memandang tegas ke arah netra gelap sang anak.

Asatya, kalau sampai kamu tidak bisa sembuh. Kamu akan saya kirim ke RSJ. Kamu sudah banyak merepotkan selama ini. Kamu tau, kalau kamu aib keluarga?, saya malu karena punya anak penyakit mental seperti kamu” Tekan Waksa, dan segera berlalu dari hadapan sang putra. Tanpa merasa bersalah sedikitpun dengan ucapannya, yang bisa saja melukai hati Asa.

Setelah mendapat ucapan itu, Asa melihat ke arah sang ibu yang hanya diam melihat ke arahnya. Berharap ibunya memberikan kata-kata penyemangat padanya. Tapi harapan itu hancur, ketika ia melihat Zena juga ikut berlalu meninggalkannya mengikuti langkah sang ayah.

Flashback end.

“Ayah benar gue emang aib keluarga”  Gumam Asa tersenyum miris ke arah pantulan dirinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

4 PILARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang