P R O L O G

235 12 0
                                    

—•°•—

KEVIN

“PERGI KAMU!! ARGGGGHHH"

Suara teriakan wanita paruh baya itu, begitu menggelegar. Nafasnya memburu tidak beraturan sembari mencengkram rambutnya, yang sudah tidak karuan. Matanya menatap dengan benci ke arah seorang pemuda ber-hoodie hitam yang menatap senduh ke arahnya.

“Ma—”

“TIDAK!. SAYA BUKAN MAMA KAMU!. KAMU BUKAN ANAK SAYA!. PERGI! PERGI KAMU!. PEMBUNUH!!”

Linangan air mata yang sedari tadi dirinya tahan kini luruh, dirinya tidak sekuat itu jika harus melihat wanita yang ia sebut sebagai “mama” terus berteriak menyuruh dirinya pergi. Sudah bertahun-tahun ibunya terus seperti ini.

Hatinya sakit!.

Bukan!. Bukan karena ibunya tidak menganggap dirinya sebagai anak!, Ataupun di cap sebagai pembunuh. Hatinya sakit karena melihat wanita yang paling dirinya cintai terus di kurung seperti ini dibalik jeruji besi, dengan tangan dan kaki yang terborgol oleh rantai besi.

“maafin Kevin ma” bisiknya bergetar lirih.

Pemuda itu a.k.a Kevin tersenyum getir melihat ke arah ibunya. Menghembuskan nafas kasar, dengan berat hati akhirnya dirinya berdiri. Mengusap kasar air mata yang mengalir di pipinya. Dirinya berbalik ke arah seorang perawat berumur sekitar 30 tahun, yang selama ini menjaga dan merawat ibunya. Melemparkan senyum tipis, yang di balas senyum tipis pula oleh si perawat.

Sebenarnya bukan hanya satu perawat yang menjaga dan merawat ibu Kevin, tapi ada lima orang, mengingat ibunya adalah pasien RSJ yang sangat agresif dan bisa membahayakan pasien lain ataupun dirinya sendiri. Sehingga harus di kurung di ruangan khusus, dan di borgol menggunakan rantai besi.

“Tolong jaga mama saya sus. Seperti biasa tolong beritahu ke mama kalau saya selalu sayang sama dia”

Kata-kata itu adalah ungkapan yang selalu Kevin sampaikan sebelum dirinya pergi, melalui si perawat tanpa bisa menyampaikan secara langsung pada ibunya.

“Pasti”

“Terimakasih sus. Saya permisi dulu”

Si perawat hanya menjawab dengan anggukan, serta senyuman yang masih setia bertengger di bibirnya. Dirinya begitu iba dengan keadaan ibu dan anak tersebut. Selama bertahun-tahun dirinya merawat ibu Kevin, namun sama sekali tidak ada perubahan. Wanita tersebut terus histeris ketika melihat wajah anaknya sendiri.

—•°•—

ASA▼

“Pah jangan seperti ini Asa juga anak ki—”

“—KAMU TIDAK TAU BETAPA MALUNYA SAYA PUNYA ANAK PENYAKIT JIWA SEPERTI DIA ZENA!”

Dengan air mata yang terus mengalir di kedua belah pipinya, Zena a.k.a ibu dari Asatya meraih tangan suaminya.

“Tapi pah—”

“—CUKUP!. JANGAN MEMBANTAH KEINGINAN SAYA. TUGAS KAMU HANYA DIAM!. KALAU SAMPAI KELUARGA BESAR TAU MAKA JANGAN SALAHKAN SAYA JIKA TERJADI SESUATU PADA ANAK PENYAKITAN ITU!” Setelah membentak ibunya, ayah dari Asatya tersebut meninggalkan sang ibu yang menangis tersedu-sedu di sofa ruang tamu.

4 PILARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang