[3] 4 PILAR

104 13 2
                                    

Happy reading

“Bagaimana sosok ayah menurut kalian?. Gagah? Pemberani? Pelindung? Penuh tanggung jawab?. Yang gue tau sosok ayah itu seperti monster!” - Harugan Atha Sanubara.


Mata malasnya menatap tajam ke arah seseorang yang selama ini ia sebut sebagai “papah” tapi sepertinya mulai beberapa hari yang lalu, detik ini, dan seterusnya, sebutan itu tidak akan berlaku lagi!. Rasa bencinya terhadap pria paruh baya itu, begitu besar. Selama bertahun-tahun ia memendam perasaan benci dan bersembunyi di balik kata baik-baik saja. Seakan tidak mengetahui apapun, tentang perbuatan keji sosok yang ia juluki sebagai “monster” tepat setelah nyawa ibunya habis di tangan pria itu.

“Bagaimana sekolah barumu?” tanya Harka— ayah Haru, sembari sedikit menyeruput secangkir kopi hitam ditangannya. Lalu menatap ke arah sang anak.

Satu hal yang terlintas di benaknya, darimana orang ini mengetahui bahwa ia pindah sekolah?. Apakah bawahan orang ini, yang memberitahunya? Ah— sudah ia duga sebelumnya.

“Saya tidak ingin berbasa-basi, jadi apa maksud anda memanggil saya kemari?” sarkas si pemuda Sanubara, tidak ingin berlama-lama.

Harka, yang mendengar ucapan sarkas Haru, menarik nafas sejenak. Menegakkan sedikit tubuhnya, lalu menatap tepat ke arah netra malas milik sang anak.

“Jaga ucapanmu!. Saya papah kamu, seharusnya kamu bersikap sopan Haru!”

Haru memalingkan wajahnya, sembari tersenyum miring. Apa katanya? bersikap sopan? Cih! Sampai kapanpun ia tidak akan mau!, kecuali orang dihadapannya saat ini bisa mengembalikan nyawa sang ibu!.

“Saya rasa tidak pantas bersikap sopan pada orang seperti anda!” ucap Haru tajam. Membuat air wajah sang ayah berubah.

“Kalau tidak ada kepentingan lagi, lebih baik saya pergi. Permisi!” tekannya. Ia beranjak dari sofa ruangan milik seseorang yang paling ia benci.

Sebelum kenop pintu ruangan, yang tidak bisa dibilang kecil itu ia raih. Suara ayahnya menghentikan langkahnya.

“Harugan!. Ingat, kamu anak papah! Anak seorang Harka Sanubara!. Sebesar apapun usahamu untuk menjatuhkan papah, itu tidak akan pernah berhasil!” tukas Harka, menatap tajam punggung sang anak.

Kedua telapak tangan pemuda Sanubara itu, mengepal kuat. Hingga memperlihatkan buku-buku jarinya. Apakah maksud “monster” itu memanggilnya datang jauh-jauh hanya untuk mengatakan hal, yang menurutnya sama sekali tidak penting?!. “Monster” itu mengancamnya?.

Tanpa menoleh pemuda kelahiran April itu menjawab—

“Dua hal yang harus anda ingat!. Bahwa saya bukan lagi anak kecil!, yang tidak bisa berbuat apa-apa!. Dan mulai detik ini sampai seterusnya, saya bukan anak anda lagi!” final Haru, penuh penekanan di setiap katanya. Sebelum akhirnya pemuda itu beranjak keluar dari ruangan besar milik Ayahnya.

4 PILARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang