Belial dan Ken masih berdiri di tempatnya, bahkan saat King telah menghilang dari pandangan. Sebelum akhirnya Belial menoleh ke arah Ken.
"Jadi, apa yang kau lakukan di sini? Kau senang ya melihatku dihukum seperti ini," ucap Belial dengan sarkasme yang tajam.
Ken, sedikit tergugup oleh sindiran Belial. "Kenapa kau berkata seperti itu? Aku hanya ingin menemuimu. Lagipula sudah lama kita tidak mengobrol."
Belial menghela napas dan menatap Ken dengan tajam. "Ya sudah, ikut aku... Aku ingin sekaligus bersantai"
ucapnya sebelum melesat terbang, meninggalkan Ken yang terkejut di belakangnya.
"Belial! Tunggu!" Ken bergegas mengejar.
***
Disebuah tepi tebing yang tinggi. Belial tampak sudah berbaring dengan santai di atas batu besar yang sudah seperti kasurnya. Dengan kedua tangannya digunakan sebagai bantalan dan kaki yang di tekuk sebelah dan dia pun menghadap ke langit. Sementara Ken terlihat baru sampai setelah mengikuti Belial di belakangnya.
"Kau cepat sekali... Aku hampir kehilangan jejakmu dan hampir tersesat tadi" ucap Ken sambil terengah-engah dan dia pun duduk di batu dekat tempat Belial berbaring.
"Kau saja yang terlalu lambat," balas Belial acuh tak acuh.
"Kelihatannya kau berlatih dengan baik di sini," Ken mencoba memulai percakapan lagi.
"Entahlah..." Belial hanya memandangi permata yang dipegangnya.
"Permata apa itu? Apa itu benda untuk latihanmu tadi? Latihan seperti apa yang kau jalani?" tanya Ken penasaran.
Belial mendesah panjang. "Aku disuruh merebutnya dari King. Tapi sialnya, pak tua itu malah sengaja membiarkan permata ini direbut. Apa dia pikir aku tidak bisa melakukannya sendiri?! Menyebalkan!"
Ken tertawa kecil, mencoba menghibur. "Aku yakin kau bisa melakukannya. Tapi mungkin Ultraman King punya alasan sendiri."
Belial mendengus. "Bukan berarti dia bisa menyia-nyiakan usahaku. Aku benar-benar kesal."
"Sudahlah..." Ucap Ken singkat.
Belial hanya mendengus, dan kemudian terlihat dia memasukkan permata itu ke dalam color timernya untuk di simpan di sana.
"Belial, aku punya kabar gembira," ucap Ken dengan antusias, mencoba mengalihkan perhatian.
"Kabar gembira?" Belial sedikit bingung tapi entah kenapa dia juga terlihat mulai mengantisipasi sesuatu.
"Pelantikanku sebagai komandan akan segera dilakukan!" Ken tampak sangat senang.
Belial hanya menghela napas berat. "Ah, pelantikan ya...". ada kekecewaan samar yang terdengar di suaranya.
"Tapi bukan itu saja," tambah Ken dengan nada malu-malu. "Aku juga akan segera menikah dengan Marie."
Belial merasa dadanya semakin sesak. "Menikah dengan... Marie?" gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.
"Benar juga... aku lupa kalau Ken memang seharusnya menikah dengan Marie. Harusnya aku memang sudah tahu itu sedari awal. Jangankan sekedar menikah, aku bahkan sudah tahu mereka akan punya anak. Siapa namanya... Taro, ya? Entahlah... Aku hanya ingat dia menjadi salah satu ultra yang sempat mencoba menghentikanku saat aku baru saja keluar dari penjara kubus itu," Belial tenggelam dalam pikirannya sendiri, mengingat kejadian di timeline-nya yang seharusnya. Perasaannya kacau, merasa belum bisa menerima kenyataan ini. Ken yang sudah begitu terhormat di negeri cahaya, benar-benar menjadi komandan dan bahkan akan menikahi Marie. Semua yang Belial inginkan malah didapatkan oleh Ken.
Belial mengepalkan tangan, saat amarah dan kecemburuan menguasai hatinya. "Kau memang beruntung, Ken. Selalu mendapatkan apa yang kau inginkan. Kehormatan, jabatan, Marie... Hidupmu pasti bahagia sekali," sindir Belial.
Ken tertawa tanpa menyadari sindiran Belial. "Aku hanya melakukan yang terbaik. Tapi benar, aku sangat beruntung."
Belial menatap langit dengan pandangan kosong, menahan perasaan yang berkecamuk. "Ya, kau beruntung, tidak seperti diriku" bisiknya pelan.
Ken menatap Belial dengan rasa ingin tahu. "Kau bilang apa tadi, Belial?"
Belial menggeleng. "Tidak ada, hanya omong kosong."
Ken merasakan ada sesuatu yang tidak beres. "Belial, kita adalah teman. Jika ada masalah, kau bisa menceritakannya padaku."
Belial tertawa pahit, membalikkan badan membelakangi Ken. "Apa yang kau bicarakan? Aku tidak mengerti."
"Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku selalu ada untukmu," kata Ken dengan lembut, mencoba meraih pundak Belial.
Belial tersentak dan refleks menepis tangan Ken dengan kasar. "Sudahlah, Ken! Pulanglah ke Negeri Cahaya. Semua orang pasti menunggumu." Ucap Belial kasar saat kata-kata Ken sebelumnya membuatnya merasa lebih kosong.
Ken terlihat bingung dan kecewa "Sejujurnya... Aku berharap agar kau bisa datang di hari pelantikanku nanti, Belial. Dan mungkin juga dihari pernikahanku dengan Marie. Marie pasti juga senang dengan kehadiranmu. Lagipula... Kita bertiga adalah teman" Ken mengatakan harapannya pada Belial dengan suara pelan.
"Datang?" Belial kembali mendengus dengan kesal. "Apa kau bercanda. Kau tidak lihat aku masih menjalani masa hukumanku. Kau pikir aku bisa bebas berkeliaran begitu. Kau benar-benar mengejek keterkurunganku, ya?! Tidak! Aku tidak bisa datang. Aku juga tidak mau" Belial sempat menoleh ke belakang ke arah Ken sebelum dia kembali ke posisi berbaringnya yang membelakangi Ken.
"Aku... aku tidak bermaksud begitu... aku minta maaf!" Ken membungkukkan badannya me arah Belial untuk meminta maaf.
"..." Belial hanya diam dan tidak menjawab.
"Mungkin kau masih lelah sehingga membuatmu mudah marah. Kalau begitu... Aku akan pulang. Jadi kau bisa beristirahat maksimal" Ken menatap punggung Belial yang masih membelakanginya, berharap mendapatkan respon. Tapi Belial hanya diam.
"Baiklah! Semoga kau dapat segera menyelesaikan latihanmu, Belial! Aku akan kemari lagi nanti" Ken segera berdiri dan berjalan menjauh. Sementara Belial masih bertahan pada posisinya yang membelakangi Ken.
"Semoga... Pelantikan dan pernikahanmu berjalan lancar. Dan semoga kau dan Marie bisa hidup bahagia" ucap Belial dengan suara pelan tapi masih bisa didengar oleh Ken.
Ken pun tampak senang mendengar ucapan Belial. "Terima kasih, Belial! Sampai jumpa nanti". Ken segera terbang menjauh, pulang ke negeri cahaya.
Belial bangun dari tidurnya, duduk dan menatap Ken yang terbang menjauh. "Dasar bocah itu, selalu membuatku kesal. Apalagi sifat polosnya yang seolah-olah tidak melakukan kesalahan apapun. Padahal dia yang membuatku berakhir di sini, meski secara tidak langsung," Belial mendengus dengan kesal. "Asal kau tahu ya, Ken! Kau itu hanya membuatku sadar betapa kosongnya hidupku!" Belial berkata dengan keras saat Ken benar-benar sudah menghilang dari pandangannya. Mungkin mencoba melepaskan amarahnya. "Kau... hanya mengingatkan aku bahwa aku sendirian dan... kesepian," gumamnya pada diri sendiri saat perasaan kesepian semakin menguasainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ultraman Belial : second life
Fanfictionmati di tangan anaknya sendiri tak pernah terpikirkan oleh Belial. Anak yang seharusnya dapat dia manfaatkan untuk bisa mendapatkan "little star" malah mencoba membunuhnya. Ultraman Geed mengeluarkan kousen sambil mengucapkan selamat tinggal pada ay...