Melodie : 19

7.8K 898 451
                                    

Selamat membaca danSemoga suka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat membaca
dan
Semoga suka
.
.
.
.
.

Aloisia menangisi kematian Ettore. Semua ini terjadi karena ia lemah dan juga bodoh. Kalau saja Dia kuat dan pintar Ini semua tidak akan terjadi. Akademi pasti akan segera mendengar kabar kematian Ettore. Yang lemah dan bodoh ini Tidak sepantasnya menjadi seorang detektif. Orang yang paling bicaranya selama ini— pelaku dari segala kejahatan yang bertahun-tahun terjadi— orang yang menyebabkan pahlawannya meninggalkannya. Selama ini orang itu ada di sekitarnya. Terlihat sekali jika pria itu ternyata sangat terobsesi pada dirinya. Aloisia tidak bisa mengingat dengan jelas bagaimana mereka bisa bertemu.  Karena hilangnya ingatannya ini pasti ada hubungannya dengan pria itu.

Setelah meledakkan tubuh Ettore. Pria itu akan segera meledakkan puluhan orang tak bersalah. Waktu untuk menyelamatkannya selama 3 hari. Bukan begitu dia harus datang ke lokasi. Aloisia mengusap kedua matanya yang basah. Ia tidak akan membiarkan darah orang-orang itu tumpah.

Aloisia pun mengambil ponselnya. Melacak nomor ponsel Ettore. Titik terakhir pria itu berada masih di dalam pinggir Milan. Ia harus bergegas ke sana malam ini. Lebih baik dia mati. Dari pada gagal melindungi orang-orang yang tidak bersalah itu.

Aloisia keluar dari apartemennya. Sangat sepi tidak ada satupun orang yang berlalu lalang seperti biasanya. Begitu dia keluar dari gedung apartemen pun juga sama. Sangat sepi tidak ada siapapun. Aloisia mengeluarkan ponselnya.

"Apa?! Tidak ada jaringan?!"

Kota menjadi sangat sepi. Seperti kita mati.

Tidak ada cara lain dia harus segera bergegas. Aloisia berlari sekencang-kencangnya. Sangat keterlaluan jika pria itu sampai menyandera seluruh warga kota. Menjadikan nyawa mereka sebagai mainan.

"Hei! Apa ada orang di sini?!" Teriaknya menggema di langit-langit.

Tidak ada jawaban. Aloisia melihat sebuah telephon. Ia pun bergegas untuk memasukan uang koinnya. Menekan tombol nomor. Tidak ada suara yang menjadi tanda menghubungi. "Hallo?! Prosessore?!"

"Argh! Sial!" Aloisia membanting teleponnya dengan kasar.

Tidak ada orang. Tidak ada kendaraan. Satu-satunya jalan iya hanya bisa berlari. Pria itu pasti bukan orang sembarangan. Karena dia bisa melakukan apapun di kota ini. Menganggapnya seperti sebuah game di dalam ponsel. Jika itu adalah yang dia mau. Maka ia akan mengikutinya. Menunjukkan padanya bahwa dia bisa menuju ke sana dalam waktu sebelum tiga hari.

"Akan ku buat kau membayar semuanya!"

Aloisia berlari sekuat tenaga. Ini bukanlah masalah. Ia sudah sering berlatih berlari bersama teman-temannya yang lain. Namun hatinya masih berharap pada sebuah kendaraan yang lewat. Pinggiran kata Milan tidak begitu jauh. Seharusnya dia berhasil. Pada akhirnya dia tidak bisa mengungkapkan segalanya. Pria itulah yang membongkar Siapa dirinya nanti.

Melo-die [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang