1. Pahlawan kesiangan

437 36 1
                                    

Seorang gadis dengan pakaian lusuh itu berlari dengan cepat. Kakinya yang tidak mulus itu berdarah akibat tidak mengenakan alas kaki. Ia berbelok ke arah bangunan tua yang terlihat sudah ditinggalkan pemiliknya sejak lama. Dapat dilihat dari pintu tidak dapat lagi menutup dengan sempurna, rumput-rumput panjang di sekitar rumah, dan lumut-lumut yang tumbuh di dinding.

Kriett..

Ketika pintu usang itu dibuka timbullah suara yang terdengar menakutkan. Namun bagi Evelyn yang sudah menghadapi berbagai hal, itu tidak ada apa-apanya.

Tangannya merogoh sebungkus roti yang disembunyikan di balik bajunya. Kalian paham kan darimana gadis ini mendapatkan roti itu. Ya benar, mencuri.

Mau bagaimana lagi, tak ada yang mau mempekerjakannya apalagi dengan penampilannya yang seperti gelandangan dan pendidikannya yang bahkan tidak tamat sekolah dasar.

Tangan itu sedikit bergetar ketika menyuapkan roti ke arah mulutnya. Sudah beberapa hari Eve tidak makan, mungkin 4 hari? ia tidak ingat.

Gadis itu mencoba menelan roti itu walaupun tenggorokannya terasa kering. Tak apa, yang penting perutnya sudah terisi.

Lantai yang kotor dengan debu itu semakin kotor akibat darah yang merembes dari kaki si gadis. Eve tidak terlalu memikirkan, toh, dia sudah sering mengalaminya. Tapi, ia rasa lukanya kali ini parah. Apakah ia akan mati karena kehabisan darah?

Tangan rapuh itu berpegangan pada tiang rumah. Ketika sudah berdiri, Eve segera berjalan walaupun tertatih-tatih. Ia berniat mencari air untuk diminum.

Berjalan ke arah jalan raya, Evelyn ingin mengambil air dari keran yang berada di sekitar jalan, seperti biasa. Meskipun air keran tidak sehat, toh yang penting dia minum, lagipula sedari awal tubuhnya juga sudah tidak sehat.

Trotoar begitu ramai dengan pejalan kaki. Beberapa orang melirik ke arahnya dengan jijik, namun dihiraukannya. Matanya terfokus kepada seorang remaja yang berdiri di tengah-tengah jalan. Kakinya yang terluka itu tanpa sadar berlari ke arah remaja itu.

'Gila, apa dia berniat bunuh diri?!' batinnya berteriak dengan kesal.

Ia segera menyeret tangan remaja itu membawanya ke tepi jalan.

"Kamu gila ya berdiri di tengah jalan begitu? Kalau mau bunuh diri di tempat yang sepi. Di tempat ramai gini? Mau bunuh diri atau pengen jadi artis dadakan hah?!" Tanpa sadar suaranya meninggi.

Dia yang berusaha untuk tetap hidup meskipun kehidupannya kacau pun tak ada niatan untuk bunuh diri, tapi remaja ini?!

Remaja perempuan itu hanya diam dan menundukkan kepalanya. Badannya bergetar, mungkin karena menangis. Eve menetralkan nafasnya yang memburu, dia kelepasan berteriak pada anak orang, Tapi mau bagaimana lagi, sudah terlanjur.

Ia berjalan menjauh meninggalkan beberapa orang yang menghampiri remaja itu. Kembali ke tujuan awal, Eve akan minum air dari keran yang berada 5 meter dari tempatnya.

Eve berjalan dengan tertatih-tatih, tak seperti beberapa saat lalu yang berlari tanpa mengenakan alas kaki di jalan raya yang pastinya panas.

Hatinya bersorak gembira ketika telah sampai di depan tempat mencuci tangan ini. Tangannya dengan cepat memutar keran dan membiarkan air itu mengenai tangannya yang satunya lagi.

Evelyn mencuci tangannya selama beberapa saat. Setelah dirasa tangannya cukup bersih tanpa tanah maupun debu, ia menengadahkan tangannya seperti berdoa di bawah air yang mengalir.

"MINGGIR! MINGGIR!"

"HEY KAU, CEPATLAH MINGGIR!!"

'Berisik sekali..'

Memilih menghiraukan teriakan di sekitarnya, ia mendekatkan tangannya yang terisi air di depan mulut. Mungkin mereka meneriaki orang lain. Begitulah pikir Evelyn.

Belum sempat air itu diminum, air itu tumpah. Badan kurus Evelyn tertabrak mobil yang sedari tadi bergerak tak terkendali. Tubuhnya terseret beberapa meter.

Uhukk.. darah mengotori kap mobil ketika gadis itu terbatuk. Matanya memburam akibat menahan air mata. Badannya yang kurus itu terhimpit oleh kap mobil dan pohon besar. Mungkin saja organ dalamnya tergencet. Sungguh, rasanya begitu menyakitkan.

Telinganya berdengung, samar-samar ia mendengar suara panik orang dan bunyi sirine.

Luka-luka yang tercipta selama dirinya hidup di dunia ini entah kenapa tiba-tiba terasa kembali bersama dengan perasaan yang selama ini dipendamnya, menciptakan rasa sakit yang tak terkira.

Aah, seandainya ia tidak tiba-tiba menjadi pahlawan kesiangan, mungkin dia tak mengalami seperti ini kan? Pikir Eve menyesal.

Kilas balik kehidupannya dulu terputar di pikirannya. Masa-masa buruknya di panti asuhan. Napasnya kian memberat. Dia tak kuat lagi.

Matanya terpejam dan deru napas itu menghilang.

Gadis itu telah mati.

🔸🔸🔸

"Ughh, silauu," perempuan itu menutupi wajahnya dari cahaya yang menyilaukan.

'Hah? Cahaya?'

Ia terduduk dengan cepat, matanya menelisik tempat yang terasa asing baginya. Sejauh mata memandang, ia hanya melihat butiran pasir yang beterbangan. Dia berada di gurun pasir?

Sebuah tangan menepuk pundaknya membuatnya menoleh. Dilihatnya seorang yang bergender sama sepertinya.

"Evelyn, karena kamu telah bersusah-susah payah di kehidupan pertamamu, Tuhan memberikan hadiah untukmu," ucap perempuan dengan pakaian putih itu, kontras dengan baju Evelyn yang berwarna hitam.

Akibat ia terlalu banyak melakukan dosa, mungkin?

"Hadiahnya kamu dapat hidup kembali, di kehidupan yang kau inginkan, di tubuh remaja yang tubuhnya kosong tanpa jiwa."

Evelyn berpikir, kehidupan apa yang diinginkan. Begitu teringat matanya langsung berbinar. Apalagi kalau bukan hidup kaya tanpa perlu memikirkan besok makan apa.

Ia bersiul, bayang-bayang tubuhnya yang tidur di kasur empuk dan makan banyak setiap hari terlihat begitu menggiurkan.

"Namun, sesuai permintaan dari jiwa yang tubuhnya akan kamu gunakan, kamu harus merubah pandangan orang lain terhadap tubuh itu dan--"

Evelyn segera menyela, "ck, skip, ngga nerima permintaan." Matanya memutar malas, ia sedang tidak minat baik kepada siapapun. Terima kasih.

Kalau saja dia tidak menyelamatkan remaja itu, dan minum air keran di sisi jalan yang lain, mungkin saja ia sekarang masih hidup. Begitulah pikirnya.

Perempuan di hadapannya menghela napas, matanya terpejam beberapa saat.

"Emm, ada tubuh yang kosong dan pemiliknya tidak meninggalkan pesan apapun. Dia terlahir dalam keluarga yang kaya, namun hidupnya cukup berantakan. Bagaimana?"

Berantakan? Masalah keluarga, teman, percintaan, atau apa? Evelyn memikirkan itu. Apakah lebih berat dari kehidupannya?

Evelyn menganggukkan kepalanya menyetujui. Itu masalah gampang, tinggal jalankan saja.

Tiba-tiba di sampingnya muncul sebuah lubang hitam. Ia menatap perempuan itu yang menyuruhnya untuk mendekat ke arah lubang itu.

Evelyn menurut. Begitu sudah dekat, rasanya badannya ditarik. Lubang ini terasa sangat panjang. Di dalamnya Eve memejamkan matanya rapat, kehidupan tubuh yang akan ditempatinya dipertontonkan kepadanya dengan cepat .

"Gadis ini benar-benar berandalan." gumamnya sebelum pandangannya menggelap.

Call me Lyn Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang