Lyn tiba di kamarnya dan segera melempar tubuhnya ke kasur. Rumah sebesar ini ternyata sepi, dia hanya melihat beberapa pembantu yang berseliweran tanpa melihat anggota keluarganya. Tapi Lyn bodo amat saja sih, dengan atau tanpa mereka tidak ada pengaruh. Kecuali kalau uangnya ikut tidak ada, itu baru sangat berpengaruh!
Aah! Dia baru ingat ingin melihat ruangan di dekat kamar mandi. Awalnya Lyn berpikir itu tempat untuk baju, tas, maupun sepatu seperti milik selebritis yang pernah dilihatnya di TV orang. Namun sudah ada lemari besar di samping kasur, beberapa tas dan sepatu yang tertata rapi. Oleh karena itu ia berniat membuka ruangan itu.
Lyn melepaskan tasnya yang hanya terisi uang dan ponsel, lalu berjalan menuju ruangan itu.
"Eh, ngga dikunci?" herannya.
Begitu pintu terbuka buka lebar Lyn melihat seseorang dengan rambut sebahunya yang sedang makan roti. Namun begitu dia melihatnya orang itu langsung pergi ke sudut dengan wajah takutnya.
Mata Lyn melebar dengan mulut yang megap-megap seperti ikan. Dia sangat syok melihat tubuh orang itu. Bagaimana tidak, setelah melihatnya orang itu buru-buru melepaskan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya dan orang itu berlari dengan miliknya yang bergoyang bebas.
Lyn bukan syok karena melihat penis orang melainkan, bagaimana manusia itu bisa di sini?!
Dia segera mendekat ke arah pemuda itu, ia ikut berjongkok sambil mengedipkan matanya takut salah lihat. Lyn memegang pipi tirus orang di hadapannya dan membalikkannya ke kanan dan kiri.
"Cantik kok," ucapnya tak sadar. Lelaki itu bingung dengan kelakuan tuannya. Tetapi ia tak bicara sepatah kata pun.
Lyn mencoba melepaskan tangan kekar yang sedang memeluk lutut itu, sayangnya lelaki itu begitu kekeh untuk tidak melepaskan tautan tangannya. Lyn mengerutkan dahinya sambil menatap wajah lelaki berambut sebahu itu.
Melihat wajah kesal perempuan di depannya, ia segera melepaskan tautan tangannya, kalau menunda-nunda dia takut tuannya marah dan berujung fatal untuknya.
Lyn menunduk, baru sadar tangan kekar itu sudah tidak ada. Dia membuka lebar-lebar kaki milik si lelaki. Menatap bergantian antara wajah dan penisnya.
Pemuda itu menggigit bibirnya, perasaannya campur aduk antara takut, gelisah, dan tentunya malu. Takut ada yang aneh dengan tubuhnya, ujung-ujungnya dia akan dipermainkan hingga menangis. Gelisah menunggu apa yang akan dilakukan tuannya. Malu karena tubuh pribadinya itu dilihat secara intens, padahal ini bukan pertama kalinya.
"Cowok, tapi kok cantik. Hampir mirip sama gue lagi," Lyn mendekatkan wajahnya hingga hidung mereka hampir bersentuhan. Lelaki itu refleks menahannya napasnya sambil memejamkan mata. Bersiap untuk dicium, seperti biasanya.
Lyn mengabaikan reaksi pemuda itu, dia kembali menunduk bahkan menekan-nekan benda di antara kaki pemuda itu.
"Emhh.." suara lenguhan terdengar. Penis itu sedikit bergerak membuat Lyn terkejut.
"Eh, asli?"
Lyn hanya ingin memastikan orang di depannya laki-laki atau perempuan. Tubuh kurus, rambut sebahu, dan wajahnya agak cantik, sedikit mirip dengan Lyn. Meskipun orang di depannya ada jakun, perempuan ada yang memiliki jakun. Perempuan pun banyak yang punya payudara kecil. Juga, penis itu bisa saja tempelan kan.
Ella itu kelakuannya sering aneh, jadi Lyn tidak bisa berpikir positif. Kan bisa saja Ella bertemu orang yang mirip dengannya. Sayangnya orang itu perempuan. Karena Ella masih suka laki-laki, dia memaksa orang itu menjadi transgender. Dan orang itu dikurung Ella di ruangan lain tanpa mengenakan pakaian karena Ella sangat cabul.
Tapi melihat wajah memerah dengan napas terengah-engah orang di depannya, juga benda yang dipegangnya tadi bereaksi. Ia tahu kalau orang ini seorang laki-laki tulen.
"Mm, setengah jam lagi temuin gue di kamar-- " suruh gadis berambut pendek itu sambil melangkah pergi, "--Lo boleh ke kamar mandi dulu buat ngurusin itu," lanjutnya sambil melirik benda yang ditekannya tadi.
Wajah lelaki itu semakin memerah mendengar ucapan tuannya. Entah kenapa nafsunya tiba-tiba naik padahal gadis itu hanya menekan miliknya beberapa kali. Tak ingin membuat tuannya menunggu, dia berlari ke kamar mandi dengan tubuh telanjangnya.
Lyn duduk di ranjang besarnya. Dalam diamnya ia mencoba mengulik kembali tentang kehidupan Ella. Namun seberapa keras pun dia berpikir tetap tidak ada kejelasan. Tidak ada adegan bahwa Ella berinteraksi dengan lelaki itu.
Gadis itu merasakan ubun-ubunnya panas karena terlalu lama berpikir. Dia pergi ke ruangan tadi dan memindainya. Tak ada baju bahkan lemari, hanya ada selimut tebal yang bertumpuk-tumpuk.
Jadi, cowok itu telanjang terus dong. Batin Lyn. Wajahnya sedikit memerah, bukan karena malu mendengar desahan yang sedikit terdengar di antara gemericik air, tetapi kesal dengan pemikiran Ella yang di luar akal sehatnya. Cabul bener, begitulah batinnya.
Selagi menunggu pemuda itu selesai dengan urusan pribadinya, dia mengubek-ngubek lemari miliknya. Kali aja menemukan baju yang pantas untuk lelaki.
Hot pants, skort, jumpsuit, tank top, crop top, dan berbagai macam dress ketat. Ada kaos oversize, tapi kalau dipakai di tubuh laki-laki tentu saja tidak pas, bisa-bisa bagian pundaknya robek duluan. Kalau tidak pakai baju Lyn takut salah fokus dan terus memperhatikan badan lelaki itu daripada mewawancarainya.
Lelaki itu berdiri di depan Lyn dengan kepala tertunduk karena malu. Lyn memalingkan mukanya setelah melihat tubuh telanjangnya yang terpampang jelas di depannya.
"Pake selimut buat nutupin tubuh Lo, cepet," ucapnya memerintah yang dengan cepat dilakukan oleh si lelaki.
Lyn mengangguk setelah si lelaki menutupi tubuhnya. "Duduk," suruhnya lagi.
Laki-laki itu langsung duduk di lantai. Lyn agak terkejut melihat lelaki itu duduk bersimpuh di lantai. Dia benar-benar patuh. Mereka sudah seperti budak dan majikan.
"Duduk di kasur."
Si pemuda mendongak, apakah mereka akan melakukan itu di kasur milik tuannya. Tapi bukankah dia tidak suka kasurnya itu dikotori? Begitulah pikirnya. Namun dia tidak bertanya dan segera melakukan perintahnya.
Hening. Lyn bingung apa yang harus ditanyakan terlebih dahulu. Karena banyak pertanyaan yang bersarang di kepalanya.
"Perkenalin diri Lo."
Semakin aneh. Bukankah dia tidak ingin tahu menahu tentang segala hal dariku?. Batin pemuda itu heran.
"Namaku Raven. Umur 22 tahun. Hidup di jalanan dari umur 10 tahun setelah dibuang orang tuaku. Saat itu aku bekerja serabutan, kemudian saat umurku 18 tahun, aku bekerja di bar sampai tuan membeliku."
Lyn mengangguk tak bertanya lebih dalam tentang pekerjaan pemuda itu. "Lo di sini sejak kapan?"
"Mungkin 5 bulan yang lalu," jawab Raven. Dia memainkan selimutnya merasa sedikit cemas. Aneh sekali perilaku tuannya itu.
Lyn terdiam, itu waktu yang lumayan lama. Sebenarnya dia ingin bertanya, bagaimana Raven bisa masuk ke rumah ini, tetapi itu akan membuat dirinya semakin aneh.
Juga, setelah mendengar cerita singkat tentang kehidupan Raven, dia sedikit bersimpati. Sedikit mirip dengan kehidupannya dulu.
"Lo bisa keluar dari sini, gue bakal ngebebasin Lo. Kita akhiri aja hubungan (tuan-budak) ini," ujarnya tegas. Meskipun dia sedikit menyukai paras lelaki di sampingnya, tidak mungkin dia mengurungnya terus-terusan seperti Ella kan. Bisa saja pemuda itu punya keinginan di luar sana.
Mata Raven melebar, dia segera duduk bersimpuh di lantai, tatapan matanya terlihat sedih dan takut. Raven menatap tuannya,
"Tolong, jangan buang Raven, tuan.." ucapnya dengan penuh permohonan.
.
.Catatan: Aku usahain semua tokoh di sini udah legal. Ralyne Cantrella umurnya bukan 17, dia lebih tua dari itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Call me Lyn
Teen Fiction"Call me Lyn, si Ella udah mati." Evelyn, merupakan gadis yang tinggal di panti asuhan sejak kecil. Masa lalunya begitu buruk. Tak ada kebahagiaan yang menghampirinya, mungkin ada namun tertutup oleh kejadian buruk yang terus dialaminya. Nasib buruk...