Lyn benar-benar menyukai Ella yang tidak takut menunjukkan pesonanya. Dan Ella bukan tipe orang yang memikirkan pandangan orang lain terhadapnya.
Lihat saja komentarnya yang..
Penuh dengan hujatan maupun komentar mesum.
Banyak yang mengatainya agar segera mati, mendoakannya agar di drop out dari sekolah, dan komentar yang mengandung unsur kebencian lainnya. Namun bagi Lyn yang masih ingat alasan kenapa Ella melakukan itu, ia jadi memaklumi.
Flashback
"Ih, kok ada daun-daunnya sih." keluhnya dengan suara kecil yang dibuat-buat.
"Ihh, ga mau makan," ucap siswi itu sambil mendorong mangkok baksonya dengan sedikit kuat hingga kuah itu tumpah ke meja.
Ella melirik mangkok siswi itu. Ada daun-daun yang sudah diiris di atas baksonya, namun tak banyak. Bila gadis itu sedikit saja menggunakan otak dan tangannya mungkin baksonya itu sudah bersih dari daun.
Gadis berambut pendek itu mengernyitkan keningnya melihat teman di sampingnya yang dimarahi habis-habisan. Padahal bisa saja pesanannya tertukar karena gadis yang sedang menunduk itu tak tahu apa yang dipesan olehnya. Sudah suka menyuruh, miskin lagi karena yang membayar juga bukan siswi lebay itu.
Ella menghampiri siswi itu dan mencekal tangannya yang hendak menampar gadis lemah itu.
"Sini Lo, pegangin tangan ini cewek," suruh Ella terhadap siswi lain yang dari tadi menatap siswi lebay itu dengan penuh dendam.
"Gue?" tanya siswi itu dengan menunjuk dirinya sendiri."
Ella mengangguk. Ia melirik nama yang tertera di seragam perempuan di hadapannya, "Natalie, nama yang bagus. Tapi kelakuan Lo malah sebaliknya."
Gadis bernama Natalie itu meringis ketika rambutnya dijambak hingga kepalanya menghadap ke atas dan tangannya dicengkeram erat. Ia berusaha melepaskan diri, namun cengkeraman itu terlalu kuat.
Tangan Ella beralih dari rambut ke pipi Natalie. "Udah sok jagoan, miskin lagi," sindirnya.
Mata Natalie menatap perempuan di sampingnya yang sedang mencengkeram tangannya. Itu gadis yang beberapa hari lalu menjadi pembantunya.
Sebenarnya bukan pembantu, mirip seperti budak dengan kasta paling rendah yang disuruh ini itu, bahkan Natalie juga ikut memoroti uang yang dipunyai siswi itu.
Tatapannya beralih pada gadis berambut pendek di hadapannya. Ia tidak mengenalnya. Tapi yang jelas ia sangat marah kepada gadis ini.
Ella menuangkan banyak sambal di bakso Natalie dan mengaduknya sebentar. Ia semakin mencengkeram pipi Natalie agar mulutnya terbuka kemudian memaksa bakso dengan banyak sambal itu masuk ke mulutnya. Natalie mencoba menutup mulutnya, namun semakin ia memberontak, kuku-kuku Ella akan semakin menancap di pipinya.
Ella menutup bibir gadis itu, "telen," perintahnya.
Natalie terbatuk-batuk namun tertahan karena mulutnya tertutup, matanya memerah hampir menangis.
"Habisin, udah dibeliin kan. Karena gue baik, gue suapin," senyum mengejek itu terbit di bibir merah milik Ella. Natalie enggan mengunyah makanan itu, Ella yang melihat itu tersenyum sinis. Tak menunggu lama ia kembali menyuapkan bakso berukuran sedang ke mulut Natalie. Padahal tadi ia sudah berbaik hati meminta tolong siswi yang disuruh Natalie untuk memotong baksonya, namun responnya malah begini.
Dan kegiatan Ella menyuapi Natalie itu berakhir begitu isi bakso di mangkok itu habis, hanya tinggal kuah yang tersisa sangat sedikit. (Ella dengan baik menyuapkan kuah untuk Natalie agar bakso yang dimakannya semakin terasa enak.)
Gadis berambut pendek itu melihat Natalie yang masih batuk-batuk sambil sesekali meminum es jeruk yang mungkin sekarang sudah tidak dingin lagi. Ia melihat jejak air mata di pipinya, aah jangan lupa bekas kuku miliknya yang sangat kentara.
Ella memberikan jempol untuk perempuan yang sedari tadi memegang tangan Natalie. "Kalau Lo digangguin, hajar aja ini cewek."
Ia menepuk-nepuk kepala Natalie, "kalau mau disuapin lagi bilang aja, nanti gue bawa sendok yang gede buat Lo," ujar Ella dengan senyuman manisnya kemudian pergi meninggalkan kegaduhan yang dibuatnya.
"Sialan." Natalie mengelus kepalanya yang begitu sakit setelah ditepuk oleh gadis yang tak dikenalnya itu. Ia menatap sekitarnya, ada yang membawa handphone dengan kamera menghadap padanya, ada yang berbisik-bisik, dan berbagai macam tatapan yang mengarah padanya.
Ia berlari keluar dari kantin dengan menanggung malu. Selain itu tubuhnya juga sakit. Dari tangannya yang memerah, mulut dan tenggorokan yang masih terasa panas, punggungnya juga sakit karena terus dipaksa menempel dengan meja. Natalie pergi dengan perasaan malu dan dendam yang membara.
Di dalam kantin masih begitu ramai. Banyak yang membahas kejadian tadi. Mereka menyadari gadis berambut pendek itu masih kelas sepuluh dan sudah berani dengan melawan kakak kelas. Bahkan pelajaran semester 1 baru berjalan dua bulan, dan gadis itu sudah bertindak sangat berani.
Bagi mereka yang menjadi murid miskin maupun murid biasa, mereka takut menjadi sasaran empuk yang selanjutnya.
Dan bagi mereka yang merasa berkuasa, kejadian itu merupakan sebuah tontonan yang menghibur.
Flashback end
Lyn menggelengkan kepalanya, baru 2 bulan menjadi murid baru sudah berulah. Tapi kalau dia ada di situ, ia pasti akan melakukan sesuatu seperti Ella juga, karena pantang baginya untuk membuang makanan.
Kelas mulai ramai banyak yang bersenda gurau dengan temannya. Lyn memandang sekitarnya dengan mata malasnya itu. Tubuh ini memang tidak memiliki teman sama sekali, Ella selalu menolak ketika diajak berteman. Dan Lyn yang sekarang menempati tubuh ini juga bingung cara bersosialisasi. Dia sendiri hidup sendirian selama bertahun-tahun. Pernah dia memiliki seseorang yang benar-benar dekat dengannya, Lyn selalu menjaganya karena tubuh anak itu lemah. Namun akhirnya anak itu mati karena kelaparan. Lyn juga takut ketika ia sangat dekat dengan seseorang, mereka akan dipisahkan oleh takdir.
Ia menundukkan kepalanya ketika mengingat ucapan terakhir anak itu. 'Semoga di kehidupan lain kita bisa bersama lagi ya, Eve.' Lyn menghempaskan napasnya, itu terjadi 12 tahun lalu tapi dia masih merasa sedih.
"Ah, kok jadi sedih gini," gumamnya.
Lyn mendongak ketika mendengar guru masuk kelas. Pelajaran pun dimulai. Dia mendengarkan dengan cermat berusaha memahami. Namun ibarat masuk telinga kanan keluar telinga kiri, apa yang diucapkan oleh guru itu tak ada yang ia pahami. Tak satu pun materi nyantol di otaknya. Karena lelah dia akhirnya tertidur.
Guru yang melihat Lyn tertidur sudah tak heran lagi. Setidaknya anak itu sudah mencoba mendengarkan penjelasannya tadi, walau ujung-ujungnya tidur juga.
🔸🔸🔸
Gadis berambut pendek itu melihat jalan yang dilaluinya dengan tenang. Dia sedang berada di bus sekarang, ia akan pulang. Baik Ralyne Cantrella maupun Evelyn sama-sama tidak bisa mengendarai kendaraan apapun, jadi setiap pergi Ella akan memesan taxi atau menaiki bus.
Bus sudah berhenti di halte, beberapa orang turun termasuk Lyn. Dia berjalan sambil melihat ke sekitar. Matanya terus menatap orang-orang yang sedang bermain dengan hewan peliharaannya. Sedari dulu dia ingin mengadopsi hewan, sayangnya dia miskin. Kalau ia punya peliharaan yang ada badan mereka akan kurus karena tak ada uang untuk memberi makan.
"Lucunya, pengen punya peliharaan satu aja," ujarnya berharap.
Lyn tidak tahu saja, Ella memiliki peliharaan di kamar miliknya.
.
.Tebak bentuk peliharaannya Ella..
KAMU SEDANG MEMBACA
Call me Lyn
Teen Fiction"Call me Lyn, si Ella udah mati." Evelyn, merupakan gadis yang tinggal di panti asuhan sejak kecil. Masa lalunya begitu buruk. Tak ada kebahagiaan yang menghampirinya, mungkin ada namun tertutup oleh kejadian buruk yang terus dialaminya. Nasib buruk...