"Lo bisa keluar dari sini, gue bakal ngebebasin Lo. Kita akhiri aja hubungan (tuan-budak) ini," ujarnya tegas. Meskipun dia sedikit menyukai paras lelaki di sampingnya, tidak mungkin dia mengurungnya terus-terusan seperti Ella kan. Bisa saja pemuda itu punya keinginan di luar sana.
Mata Raven melebar, dia segera duduk bersimpuh di lantai, tatapan matanya terlihat sedih dan takut. Raven menatap tuannya,
"Tolong, jangan buang Raven, tuan.." ucapnya dengan penuh permohonan.
"Tuan boleh memainkan tubuh Raven kapan pun. Tuan suka Raven ketika jadi puppy kan? Raven bakal lakuin apapun yang mommy minta. Tapi jangan buang Raven.."
Mata Lyn melebar melihat tubuh pemuda itu yang kembali telanjang. Pipi Raven sudah basah dengan air mata. Dia tidak ingin kembali ke tempat itu lagi..
Melihat tuannya tetap diam, dia menempelkan tubuhnya ke kaki gadis itu. Tangan besarnya mengarahkan tangan lentik tuannya ke dada miliknya. Dia menelan salivanya susah payah, "apa tuan sudah bosan denganku?" katanya sedih.
Jangan ditanya bagaimana jantung Lyn sekarang. Jantungnya seolah akan melompat keluar karena terlalu terlalu terkejut dengan apa yang dilakukan pemuda asing ini.
Dalam diamnya ia berpikir, apa yang membuat Raven tetap ingin bersamanya? Apa yang dilakukan oleh Ella hingga pemuda manis ini tidak ingin dibuang?
Raven semakin sedih melihat Lyn yang seperti tidak tertarik dengannya lagi. Padahal biasanya tanpa harus dipancing pun tuannya akan memainkan tubuhnya. Apakah nasibnya akan sama seperti lelaki yang pernah dibicarakan Lyn 5 bulan lalu?
Lelaki itu menggesekkan badannya ke kaki Lyn. Raven hanya berharap tuannya berubah pikiran dan tidak jadi membuangnya. Dia berjanji tidak akan menolak keinginan gadis di depannya seperti sebelumnya. Dia tidak ingin mengalami hal sulit di luar sana.
Lyn segera menghentikan gerakan pemuda itu yang cukup brutal. Ia melipat kedua tangannya. "Sayangnya gue udah bosan," kata Lyn berpura-pura sambil melihat ke arah lain. Lagian mana mungkin dia bosan, bertemu saja baru beberapa jam yang lalu.
Raven menundukkan kepalanya. Ia pikir tuannya begitu menyukainya. Ternyata dia salah. Andai saja waktu bisa diulang kembali, ia tak akan menolak permintaan tuannya. Terlalu diperlakukan baik oleh gadis itu membuatnya lupa diri bahwa dia telah dibeli dan tubuhnya adalah milik tuannya.
Lyn menghela napasnya panjang, ia memilin rambut pendek lelaki itu, "kembalilah ke ruangan itu. Mungkin gue bakal butuhin Lo suatu saat nanti. Kalau Lo berguna, gue ga akan buang Lo."
Ucapan Lyn sedikit membangkitkan semangat Raven. Berbanding terbalik dengan perkataannya yang memberikan harapan, raut wajah malas Lyn seolah mengatakan mungkin kau akan berguna 2000 tahun lagi.
Melihat wajah malas tuannya, Raven segera beranjak pergi. Tuannya benar-benar bosan padanya. Batinnya merasa sedih.
Meskipun diawal Lyn cukup tertarik, namun Raven merupakan orang asing yang tinggal bersamanya. Dan dia juga bukan seperti Ella yang cabul itu.
Lyn merebahkan tubuhnya di kasur, merasa penat karena terus-terusan berpikir. Banyak pertanyaan yang bersarang di kepalanya. Namun dia sangat penasaran, bagaimana cara Ella membawa lelaki itu ke rumah.
Gadis itu menguap. Sejak berpindah tubuh ia sering kali mengantuk. Apalagi kasur nyamannya itu membuatnya sering tertidur. Lyn menutup matanya. Pertanyaan itu ia singkirkan dari kepalanya. Bodo amat dengan urusan itu. Sedari awal keinginannya hanya ingin hidup nyaman di dunia ini, tak akan ia biarkan segala kelakuan Ella mengganggunya.
***
Raven mendekat kepada orang yang selama ini memberinya makan dan tempat tinggal. Ia sedikit menoleh ke kanan, di sampingnya ada seorang perempuan yang bajunya lumayan tertutup bila digunakan ke bar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Call me Lyn
Teen Fiction"Call me Lyn, si Ella udah mati." Evelyn, merupakan gadis yang tinggal di panti asuhan sejak kecil. Masa lalunya begitu buruk. Tak ada kebahagiaan yang menghampirinya, mungkin ada namun tertutup oleh kejadian buruk yang terus dialaminya. Nasib buruk...