INSOMNIA

15 4 0
                                    

Matahari telah terbit. Hari telah berganti. Beomgyu kembali menjalani hari seperti biasa. Bangun beberapa jam sebelum kelasnya dimulai, membersihkan diri, sarapan dengan roti, lalu mengayuh sepedanya menuju kampus. Namun, ketika malam datang, lagi-lagi dirinya kesulitan untuk tidur. Sehingga dirinya kembali meminum obat tidur.

Hari-hari tersebut terus berulang. Kini, pada hari ketujuh sejak dirinya mulai mengonsumsi obat tidur, Beomgyu merasa tubuhnya mulai kebal dengan obat tersebut. Meski dirinya sudah meminum satu pil, tubuhnya tetap menolak untuk beristirahat. Beomgyu yang lelah pun merasa jengkel dan meminum satu pil lagi. Sejak itu, pada hari-hari selanjutnya, Beomgyu meminum dua pil obat tidur setiap malamnya.

Akibat dari Beomgyu yang memaksa dirinya untuk meminum obat tidur melebihi dosis yang dianjurkan, kini ia telah meminum pil terakhir sebelum hari ke-10—satu botol obat tidur berisi 10 pil—. Insomnia berkelanjutan yang Beomgyu rasakan pun membuat pria berusia 19 tahun itu pergi ke apotek untuk membeli sebotol obat tidur lagi. Namun, lagi-lagi ia menghabiskannya sebelum waktu yang seharusnya.

Hari ini adalah hari ke-14 sejak Beomgyu mengonsumsi obat tidur secara rutin setiap malam. Persediaan obat tidurnya telah habis sejak kemarin, dan saat ini ia sedang berjalan santai menuju apotek yang berada tak jauh dari tempat tinggalnya.

"Selamat malam, ingin mencari apa?" sapa sang apoteker sekaligus pemilik apotek tersebut.

Beomgyu berdeham kecil. "Obat tidur."

Sang apoteker yang sedang menata obat-obatan pun menghentikan aktivitasnya. Ia menolehkan kepalanya dan menatap Beomgyu. "Kamu pemuda yang kemarin, ya? Masih kesulitan untuk tidur?" tanya apoteker tersebut dengan suara lembut sembari menghampiri Beomgyu.

Beomgyu mengalihkan pandangannya sekilas akibat rasa canggung dan mengangguk. Apoteker itu menghela napas lembut. "Saya sudah tidak dapat memberimu obat tidur lagi karena kamu sudah mencapai batas dosis yang dapat dikonsumsi secara bebas. Kau harus berkonsultasi dengan dokter besok." Apoteker itu tersenyum dan menepuk ringan lengan Beomgyu.

"Baik. Terima kasih." Beomgyu membungkuk sedikit dan berjalan keluar dari apotek tersebut.

Beomgyu menengadahkan kepalanya ke atas. Kedua netranya menatap langit yang telah gelap. Ia mendengus. Jika harus ke rumah sakit untuk berkonsultasi dengan dokter, maka dirinya tidak akan dapat tidur malam ini karena persediaan obat tidurnya telah habis.

Beomgyu terus melangkah. Ia mengusap tengkuknya dengan gelisah. Hingga pada akhirnya terpikirkan sebuah ide di benaknya. Sudut bibir Beomgyu terangkat sedikit tanpa ia sadari. Langkahnya menjadi semakin tegas, menuju apotek lain yang letaknya sedikit lebih jauh dari tempat tinggalnya.

Beomgyu mendorong pintu kaca itu pelan dan melangkah masuk. Ketika pandangannya menyapu setiap sisi apotek tersebut dalam diam, sang penjaga apotek menghampirinya. "Sedang mencari apa?"

"Apa ada obat tidur?"

Penjaga apotek itu tersenyum. "Apa ada resep dokternya?"

Beomgyu menggelengkan kepalanya.

"Sebelumnya apa sudah pernah mengonsumsi obat tidur?"

Lagi-lagi Beomgyu menggelengkan kepalanya.


𓆩⚝𓆪


"Haruskah kita membangunkannya?"

"Dia tidur atau pingsan, sih?"

Beomgyu perlahan membuka kedua matanya. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah empat lelaki yang menatap ke arahnya dengan pandangan khawatir.

Salah satu dari mereka mendudukkan badannya dengan bertumpu pada lutut kirinya, lalu menepuk lengan Beomgyu pelan. "Kau tak apa?"

Beomgyu menatap keempat lelaki itu satu per satu. Ia mengerutkan keningnya lalu pandangannya ia alihkan untuk melihat ke sekitarnya. 'Aku di mana?'

Pandangan Beomgyu kembali mendarat ke arah keempat lelaki yang tampak seumuran dengannya. "Kalian siapa?"

Keempat lelaki itu saling bertukar pandang sebelum lelaki yang paling tinggi membuka suara. "Kami hanya orang yang kebetulan lewat sini, tapi kita melihatmu hanya duduk bersandar di sini dan tampak tak sadarkan diri. Kami merasa khawatir, jadi kami menghampirimu. Syukurlah kau terlihat tak apa sekarang."

Beomgyu mengangguk canggung dan melemparkan pandangannya ke segala arah. Memindai setiap titik yang dapat ia lihat. "Ini di mana?"

"Stasiun Hyeonchungno."

"Kau akan ke mana?"

Beomgyu kembali menengadahkan wajahnya kepada keempat lelaki itu. Ia perlahan berdiri dan membersihkan pakaiannya. "Aku akan pulang."

"Kau akan naik kereta?" Beomgyu mengangguk kikuk.

"Kalau begitu kita bersama saja. Kita juga akan naik kereta."

Kelimanya berjalan dengan kediaman yang canggung menuju ke peron stasiun tersebut. Pria yang paling pendek tampak tak tahan dengan kecanggungan tersebut dan memutuskan untuk memulai percakapan.

"Siapa namamu? Aku Taehyun," ucapnya dengan senyum lebar.

"Beomgyu."

"Aku Yeonjun. Dia Soobin, dan dia Kai," ucap lelaki dengan gaya rambut belah tengah. Ia tersenyum lebar lalu menunjuk lelaki yang paling tinggi dan lelaki yang tampak seperti orang asing secara bergantian.

Beomgyu mengangguk canggung dan menolehkan wajahnya ke depan. Menatap rel kereta dengan tatapan kosong. Dirinya perlahan tenggelam dalam pikirannya. Entah memikirkan apa.

Tiba-tiba saja Taehyun secara naluriah berteriak ketika topinya terjatuh ke rel kereta. Suara keras itu membuyarkan lamunan Beomgyu. Ia menoleh ke arah Taehyun, lalu melihat ke topi biru milik Taehyun yang tergeletak di atas rel kereta.

Tanpa berpikir panjang, Beomgyu melompat ke rel dan melangkah santai menuju topi biru tersebut. Ia membungkukkan badannya sedikit dan meraih topi itu dan membersihkannya. Saat dirinya hendak berbalik badan, ia merasakan getaran pada rel yang ia pijak. Seketika dirinya membeku.

"Beomgyu!" Keempat lelaki itu terus meneriakkan namanya.

Ketika Beomgyu tersadar kembali, Ia menoleh kepada keempat lelaki itu. Mereka tak henti meneriakkan nama Beomgyu dan Yeonjun terus merentangkan tangannya, bersiap untuk menarik Beomgyu kembali ke peron.

Beomgyu menolehkan kepalanya ke samping. Kereta itu sudah dekat. Beomgyu dengan cepat menoleh kembali ke arah keempat lelaki itu dan berlari.

Namun, kereta itu melaju lebih cepat dari dirinya.

I Will Run to You at Blue HourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang