"Sejauh ini saya udah ketemu tiga Bu. Semua nya sesuai dengan yang kriteria yang Ibu inginkan. Lokasi nya kurang lebih 5km dari kantor dan 8km dari kantor Pak Bargi. Untuk lingkungan sekitar sangat terjaga, karena kawasan situ juga dihuni oleh orang-orang yang memiliki profesi sama dengan Ibu. Saya udah cek gak ada selebriti atau artis yang tinggal disitu. Jadi, tidak akan ada kamera berkeliaran dan dipastikan tidak akan menganggu privasi Ibu."
Ellen menyimak dengan baik hasil pekerjaan Vania. Tiga hari lalu, ia memerintahkan Vania untuk mencarikan nya rumah untuk ia tinggali. Aset rumah milik keluarganya memanglah banyak. Belum lama ini juga, Fendi selaku Ayahnya memberikannya sebuah penthouse megah ditengah kota yang katanya sebagai hadiah ulang tahun untuknya. Tapi, Ellen menolaknya mentah-mentah. Karena ia paham dengan pasti jika itu aset atas nama Hardiyata ataupun pemberian dari Hardiyata maka tidak akan gratis. Kehidupan nya masih akan terus diusik.
"Oke good, tolong email alamat lengkap ketiga rumah itu. Besok akan saya survey sendiri."
"Baik Bu"
"Terimakasih Vania. Selamat Malam." Ellen menutup sambungan telepon usai mendegar balasan dari Vania. Biasanya Ellen tak pernah menelpon sekretaris nya pada malam hari, kecuali itu sangat darurat. Tapi, tiba-tiba bahwa waktu sudah semakin dekat untuk kepulangan seseorang. Maka, artinya ia harus segera pindah dari sini. Saat ini Ellen menetap di kediaman Fendi. Sebelumnya, ia pernah tinggal di unit milik Bargi sampai umur pernikahan mereka satu tahun. Namun, beberapa peristiwa yang terjadi membuat Ellen harus mengambil keputusan paling sulit. Dengan menekan harga dirinya, ia mengikuti kemuan Fendi yang menyuruhnya kembali kesini.
Ellen melirik sebentar kearah jam. Sudah hampir tengah malam, tapi mengapa orang yang ia tunggu tak kunjung datang. Ellen sedang menunggu kepulangan Bargi, sebab ada suatu hal yang ingin ia katakan pada pria itu. Tapi, sepertinya pria itu tak pulang lagi. Suatu hal biasa yang pria itu sering lakukan. Jika orang rumah sadar dengan hal itu, Ellen hanya akan menjawab bahwa Bargi menginap dikantornya. Walau, ia sendiri tak tahu dimana sebenarnya pria itu berada jika tidak pulang.
Pernah sekali Ellen menegur Bargi dengan dalih orang rumah yang menanyakan ketidakhadiran nya dimeja makan pada saat pagi hari. Pria itu tidak merasa khawatir ataupun merasa bersalah pada Ellen. Ia tak memperbaiki kesalahan nya, hal selanjutnya yang ia lakukan adalah mengubah sedikit kesalahan nya agar tak terlihat salah, yaitu pulang sebelum sesi sarapan bersama. Sejak saat itu Ellen tak peduli lagi dengan apa yang pria itu lakukan. Asal itu tidak menganggu ketenangan Ellen didepan keluarganya.
Ellen melepas kacamata nya dan bersiap untuk tidur. Namun, taatkala ia menutup mata, pintu kamar terbuka. Sosok yang ia tunggu menampakan dirinya dari balik pintu. Ellen melihat penampilan Bargi yang sedikit kacau, sepertinya hari ini melelahkan untuk pria itu. Bargi menaruh tas dan membuka dasi nya. Lalu, fokusnya teralihkan dengan pergerakan Ellen yang bangkit dari tidurnya.
"Tumben, belum tidur"
"Abis cek email"
Bargi hanya mengangguk saat mendengar jawaban dari pertanyaan basa-basinya. "Aku mau ngomong sesuatu" Jelas Ellen
Bargi hanya mengangguk lalu mengambil duduk di sisi kasur yang berseberangan dengan Ellen. "Kita akan pindah dari sini."
Bargi yang awalnya tidak tertarik dengan apa yang akan disampaikan oleh Ellen tiba-tiba menjadi fokus. Pria itu mengatur posisi untuk mendengarkan penjelasan Ellen lebih lanjut. "Aku udah suruh Vania buat cari rumah. Ketemu tiga calon rumah yang sesuai dengan kriteria. Besok aku akan survey buat menentukan pilihan dan aku minta tolong kamu sedikit luangin waktu buat ketemu notaris di minggu depan."
"Aku?" Bargi menunjuk dirinya.
Ellen mengangguk, "Iya, aku akan beli rumah itu atas nama kamu."
Bargi memadang dirinya skeptis. Ia kembali menjelaskan sebelum Bargi berasumsi aneh pada dirinya. "Jangan berasumsi aneh, kamu tau sendiri keluarga Hardiyata seperti apa. Mereka masih akan terus menganggu hidup kita kalau kita masih belum lepas dari nama Hardiyata itu sendiri. Walau gak menjamin seratus persen, setidaknya itu bakal memberi hak kamu buat melarang mereka tahu cari tahu kehidupan kita lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
FOR AMBITION
RomanceArisha Ellen Hardiyata tak menyangka jika kepulangan nya akan membawa nya pada kehidupan baru. Wanita ini terlahir penuh ambisi, ia selalu menang. Maka, apapun akan ia lakukan asal ia berhasil menjadi penerus Hardiyata Group. Saat takdir membawa ny...