Anandhini Usra, begitulah ayah dan ibuku memberikan nama untukku. Sebagai masyarakat Jawa, tepatnya Jawa Timur, mereka menyukai bahasa sansekerta dalam memberi nama buah hati mereka.
Nama mereka sendiri juga diambil dari bahasa sansekerta, yakni Mahendra dan Laksmi.
Anandhini berarti kebahagiaan, sedangkan Usra berarti cahaya pertama. Ayah dan ibu memberiku nama Anandhini Usra bukan tanpa alasan, melainkan dengan namaku yang seperti ini mereka berharap agar aku dapat menjadi makna dari setiap kata dalam nama tersebut. Mereka ingin agar anak pertama di dalam keluarganya ini membawa kebahagiaan bagi keluarga kami.
Sebagai anak pertama, tentunya aku menjadi panutan bagi adikku, Alisha Alka. Entah siapa yang menerapkan prinsip seperti itu, yang jelas tradisi ini telah turun menurun dan mengakar pada kehidupan di muka bumi.
Aku telah menyelesaikan pendidikanku di Sekolah Menengah Atas pada usiaku yang ke-18 tahun ini, dan tentunya aku tidak ingin melewatkan kesempatan mendapatkan beasiswa untuk berkuliah di salah satu kampus ternama di Bandung.
Adikku Alisha, usianya berselisih tiga tahun denganku. Ini artinya, dia baru akan memulai pendidikan nya di masa putih abu-abu.
Sebagai kakak, aku tentu tidak ingin melepaskannya sendirian dalam masa-masa sulitnya. Masih ada waktu selama tiga bulan sebelum aku memulai kuliahku dan akan terpisah jauh dari keluargaku. Aku memutuskan untuk menemani adikku itu mulai dari pendaftaran hingga masuk sekolah secara resmi.
Tanpa aku sadari, keputusan untuk menemani dan membantu adikku mendaftarkan diri ke sekolah barunya adalah hal yang ingin aku hapus dari aksara kehidupanku. Namun apalah aku? Hanya wayang yang dimainkan oleh sang pencipta.
KAMU SEDANG MEMBACA
I realized I was wrong
Teen FictionAku tahu aku salah, namun aku percaya bahwa Tuhan tidak pernah salah dalam menentukan takdir setiap hamba-Nya. Apapun yang aku alami kini telah kuterima sebagai takdirku. Jika memang benar karma itu ada, maka kupersilakan dia datang dan menghukumku...