Matahari memancarkan berkah keemasannya di dapur, menerangi ruangan dengan cahaya hangat dan manis pagi ini. Aroma bawang yang mendesis dan rempah-rempah yang mendidih, mengundang indera siapapun pada kanvas kuliner yang terbentang seperti karya seni. Di sana, di tengah-tengah pusaran panci dan wajan, Sheila bergerak dengan kepercayaan diri yang baru ditemukan. Gerakan tangannya yang ragu-ragu dipandu oleh bimbingan Suguru yang sabar. Rambut hitam Suguru diikat ke belakang dengan simpul yang longgar, memperlihatkan lekukan leher berurat tipis saat ia mencondongkan tubuh untuk mencicipi hidangan.
"Tambahkan garam sedikit lagi," Suguru menginstruksikan lembut. Sheila berlari-lari kecil di teritorinya, tergesa-gesa mengambil garam untuk sekali lagi taburan penambah rasa.
Keheningan dapur tanpa energi riuh Satoru, menggantung seperti kabut yang tipis, seolah-olah ketiadaan kegembiraannya entah bagaimana telah memperkuat keintiman adegan yang terjadi di antara Suguru dan Sheila. Dalam kesunyian itu, Sheila tersenyum tipis. Gaun santainya berdansa di setiap pergerakan-pergerakan kecil.
Ia merefleksikan gerakan Suguru, tubuhnya condong ke depan untuk mencicipi masakan yang telah disempurnakan bersama. Helaian rambut Sheila jatuh, mengancam berbaur dengan bawang bombay yang mendesis dan aroma gurih dari wajan. Intervensi Suguru terbukti menjadi penyelamat yang tepat waktu. Jari-jarinya dengan cekatan menahan helaian yang tersesat sebelum suraian gelap itu sempat tercium api.
"Hati-hati," ucapnya. Ia melepas ikat rambutnya sendiri saat memposisikan diri di belakang Sheila. Telapak tangan lapangnya mengenggam penuh rambut Sheila dan dengan hati-hati, Suguru mengikatnya sedikit meninggi.
"Apa Sheila boleh membuatnya lebih pedas?"
"Hm? Kau suka pedas?" Suguru menyahut, menemui sepasang mata perak yang menatapnya dari bahu. "Bagaimana kalau kita melakukannya saat makan malam? Perutmu tidak akan sanggup menahan pedas pagi-pagi,"
"Sedikit saja. Boleh ya?" Rengekan Sheila melayang di udara, mengancam untuk menjungkir balikan pengekangan Suguru yang genting. Namun ia bukan Gojo Satoru yang serba memanjakan Sheila. Sehingga pria itu pun tetap menggeleng dengan tawa kecilnya, bergegas meraih piring untuk segera menata hidangan sebelum kepolosan tak terkendali itu melucuti pendiriannya.
Mereka kini duduk bersama di meja makan. Menyantap sarapan berdua tanpa adanya gangguan dari keceriaan Satoru dan momok muram Kento. Suguru memperhatikan wajah Sheila. Sudut bibirnya tersungging tipis di antara pipi yang bergerak mengunyah makanan saat ia diam-diam memonitori perkembangan konstelasi memar yang kian membaik disana. "Wajahmu lebih cerah,"
"Hm?" Sheila mengangkat pandangannya dari piring. "Benarkah? Apa karena pakaian baru Sheila?"
"Mungkin?" Suguru memiringkan kepala, segan mengomentari memar-memar tipis itu secara langsung. "Motif bunga sangat cocok untukmu,"
"Ya. Sheila sangat suka bunga," senyum kepolosan Sheila mekar seperti kelopak-kelopak motif di pakaiannya. "Apa Suguru menyukainya?"
"Apa?" Suguru memandang kebingungan. Jeda beberapa detik menggantung saat ia memproses kembali ucapan yang nyaris salah penafsiran. "Oh! Maksudmu bajunya?"
"Mmhm," Sheila mengangguk dengan senyuman.
Suguru menetralisir tenggorokannya sebelum ia menjawab dengan salah tingkah. "Ya. Cantik,"
Sheila tertawa girang. Ia melanjutkan santapan paginya sembari menggoyang-goyangkan kepala. Suguru memandangi ekspresi itu lebih lama sebelum mendaratkan kembali pandangannya ke atas piring. Sekelebat teguran pada diri sendiri melintas di benaknya atas sebuah gejolak ketertarikan yang menyergap tiba-tiba. Dua puluh tujuh tahun hidup, namun seorang gadis yang baru berusia enam belas tahun, telah berhasil mengurai benang-benang ketenangan seorang Suguru, membuatnya merasa seperti seorang pemuda yang belum pernah dicoba. Kesadaran itu sangat mengejutkan dan tidak dapat dijelaskan, sebuah nada sumbang yang menghantam nada masam di dalam dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatal Attraction
عاطفيةDalam bayang-bayang masa lalu yang penuh gejolak, Nanami Kento, menuntut balas kepada sekelompok mafia untuk membalaskan dendam atas kematian keluarganya yang brutal. Di tengah-tengah pembantaian itu, ia bertemu dengan seorang gadis, putri pemimpin...