8. Teman Abang

21 4 0
                                    

Wita (Dita Karang) dan Willy (Shin Wonho)

"Bang, ngapain dia ke sini?" aku bertanya heran pada si abang. Di depan sana Bang Willy, temannya, baru saja memasuki rumah dan langsung disambut dengan gembira oleh ibu.

"Makan-makanlah. Ngapain lagi?" Bang Yoga menjawab malas.

"Ya tapi, ini tuh acara keluarga. Sedangkan dia bulan termasuk keluarga kita, Abangku Sayaang!" cerocosku dengan geregetan.

Bang Yoga malah tersenyum-senyum. Matanya masih memperhatikan Bang Willy yang sibuk berbincang dengan ibu.

Dih, gila! Dia malah cengar-cengir tidak jelas. Bukannya menjawab juga.

"Dia bakal jadi keluarga kita. Sebentar lagi," Bang Yoga berucap samar, tapi terdengar cukup jelas di telinga. Dia melirikku sekilas, lalu berjalan menghampiri temannya itu.

Dih! Itu lebih gila! Gimana caranya dia jadi keluarga?! Dasar tidak waras!

Hari ini di rumah nenek memang diadakan acara kumpul keluarga. Semua saudara datang. Namun yang aneh, orang itu kenapa bisa-bisanya datang ke sini?! Diterima dengan baik lagi oleh ibu. 

Padahal dari sekian banyaknya orang, tidak ada yang bukan keluarga di sini. Hanya dia satu-satunya.

Peduli amatlah. Paling juga Bang Yoga yang undang. Aku menggeleng tak peduli.

Lebih baik, sekarang aku mendekati meja yang ada di samping tangga. Terdapat banyak hidangan ringan di atasnya.

"Hmm, enak-enak, nih." Aku duduk di sofa depan meja. "Lemper! Kesukaankuu."

Makanan berbahan dasar beras ketan tersebut kumakan sampai nambah dua-tiga kali. Lalu mengambil dadar gulung. Setelah habis, berganti ke donat mini. 

"Hmm, enyak." Aku mengunyah makanan dengan gembira. Ini adalah surga bagiku si pecinta makanan manis. Semoga saja nenek mengadakan acara kumpul keluarga lebih sering.

Jika kulihat, semua orang sibuk dengan kelompoknya masing-masing. Mereka membentuk kelompok-kelompok kecil di berbagai tempat yang ada di rumah ini.

Ruang keluarga dan ruang tamu lantainya dilapisi karpet. Untuk itu, sofa-sofanya disingkirkan dan dipindahkan ke pinggir ruangan.

Saat mengedarkan pandangan, mataku terfokus pada ibu, Bang Yoga dan Bang Willy. Mereka sepertinya tengah serius membicarakan sesuatu.

Haduh, firasatku jadi tidak enak. Sebenarnya apa yang mereka bicarakan? Apa ada hubungannya denganku? Semoga saja tidak. Lebih baik kuhampiri mereka agar tidak penasaran.

"Waduh-waduh, ada apa, nih?" aku bertanya sembari mendudukkan diri di atas karpet.

Welehh, tidak ada satu pun yang meresponku. Apa aku tidak terlihat? Atau, suaraku kurang keras?

Mereka malah sibuk makan dan tak memedulikanku. Lalu kembali melanjutkan pembicaraan. "Wita itu keras kepala," itu suara ibu.

Aish, apa nih? Kenapa ngomongin aku?!

"Kelakuannya tomboi, gak ada manis-manisnya," ibu masih melanjutkan.

"Iya. Tapi kalau lagi ada maunya suka manis," kali ini Bang Yoga ikut menimpali.

Aku celingak-celinguk melihat mereka. Sudah seperti orang bloon saja.

"Hey! Excuse me! Orangnya ada di sini," aku menjentikkan jari.

Namun mereka masih saja tak menghiraukanku. Walahh, kebangetan! Aku benar-benar tak dianggap.

"Bu!" Aku mencolek bahunya.

RatoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang