05 || Tak Terbiasa

667 118 20
                                    

Aku hari ini double up ya, jadi pastiin kalian udah baca part sebelum ini😁

Enjoy!

***

Vadin tak henti mengetuk-ngetukan jari pada kursi yang ia duduki. Netranya menatap jajaran poster di mading depan ruang dosen---tak benar-benar membacanya. Ia sedang gelisah menunggu abangnya keluar dari ruang dosen. Sebelum masuk tadi, Fares memintanya untuk mendoakan, dan hal itu membuat Vadin menunggu dengan harap-harap cemas. Ia harap, ini adalah bimbingan terakhir, sehingga sang kakak bisa segera mendaftar sidang akhir.

Vadin menoleh ke samping begitu mendapati seseorang keluar dari ruang dosen. Tapi mendapati jika itu bukan kakaknya, ia kembali mendesah lelah. Lelaki itu menyandarkan punggungnya pada tembok, memejam beberapa saat sampai sebuah suara menyapa pendengarannya.

"Vadin?"

Vadin membuka mata, mendapati seorang gadis berdiri di hadapannya. Ia lekas menegakkan tubuh, cukup terkejut melihat kehadiran Yerika---kakak tingkat sekaligus mantan kekasih abangnya. "Iya, Kak, gimana?"

"Lagi nunggu orang?"

"Hm," gumamnya seraya memberi anggukan.

"Fares bukan?" Yeri tak lantas mendapatkan jawaban. Ia memilih untuk menengok ke ruang dosen, sampai akhirnya mendapati keberadaan Fares di dalam sana. Ia memang sedang mencari keberadaan lelaki itu. Sudah cukup lama ia tak pernah lagi berkomunikasi, sebab nomornya diblokir begitu saja oleh Fares.

Di dalam sana, Fares telah selesai melakukan bimbingan skripsi. Ia hendak keluar, tapi ketika membuka pintu, pandangannya langsung disambut oleh wajah cantik Yeri. Seketika ia membeku, menutup pintu ruang dosen dengan gerakan kaku. Sedikit bingung juga kenapa bisa pas sekali gadis itu ada di depan pintu. Keadaan seketika berubah canggung.

"Aku pengin ngomongin hal penting sama kamu, Res," ucap Yeri dengan suara lembutnya, tapi terdengar penuh keseriusan.

"Soal apa?" Fares tak bisa memandang wajah teduh Yeri dalam waktu lama. Sebab setiap kali melakukannya, ia akan merasa bersalah. Nyatanya, dirinyalah yang mengakhiri hubungan mereka tanpa alasan jelas.

"Aku nggak akan basa-basi. Ayahku pengin ketemu kamu. Dia---" Yeri tak melanjutkan ucapannya ketika Fares membawanya sedikit menjauh. Mungkin tak ingin jika Vadin mendengar pembicaraan mereka.

"Yer, bilang ke ayah kamu, aku belum bisa nemuin dia. Cukup bilang ke dia kalau aku baik-baik aja. Okay?"

Yeri mengembuskan napas keras, tak begitu menerima jawaban Fares. Namun melihat wajah Fares yang sarat permohonan, lagi-lagi dirinya harus mengalah. "Buka blokiran nomorku. Urusan kita belum selesai. Jangan jadi pengecut yang kalo ada masalah malah ngilang! Kita bukan lagi anak kecil." Usai mengucapkan hal itu, Yeri pergi untuk melanjutkan kegiatan awalnya bertemu dosen.

Sementara Fares sejenak menyandarkan tubuh pada tembok. Ia menarik napas panjang beberapa kali, berusaha memperbaiki suasana hati. Lantas ia kembali menemui adiknya yang masih duduk di depan ruang dosen.

"Yuk, pulang."

Vadin menatap kakaknya penuh selidik. Ia baru saja melihat Yeri masuk ke ruang dosen dengan raut muram. Kini pun ia mendapati abangnya berwajah kusut. "Belum selesai juga masalah percintaan kalian?"

"Nggak usah dibahas, anak kecil nggak boleh ikut campur." Fares merangkul pundak adiknya dan berjalan menyusuri lorong yang cukup ramai oleh mahasiswa.

"Kita cuma beda 2 tahun."

"Dua pun adalah selisih, Vadin."

Vadin memutar bola matanya malas. Dipikir-pikir, kurang kerjaan juga mengurusi kisah percintaan abangnya. Ia hanya sedikit heran sebab hubungan mereka sudah terbilang lama. Keduanya juga terlihat sefrekuensi, sangat tipis kemungkinan jika harus putus tiba-tiba. Tapi kembali lagi, Vadin tak tahu apa-apa dan tak ingin pula mengurusi percintaan mereka.

Pilu MembiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang